Perspektif

Optimisme Pangan Sehat Untuk Dunia, Dimulai Melalui Konferensi Digital

4 Mins read

Tibalah kita pada masa demokratisasi pengetahuan yang sudah lama didamba-dambakan. Ibarat berkah tersamar, pandemi telah mendisrupsi berbagai kebiasaan lama, memaksa kita mau tidak mau siap untuk mengurangi jejak karbon dalam berkehidupan. Tahun ini dua abstrak yang sudah lolos gagal diberangkatkan karena penerbangan berhenti mengudara, manusia dilarang saling berdekatan dalam waktu lama, konferensi sebagai ajang besar pertukaran ide dan inovasi tertunda.

***

Enam tahun yang lalu, saya sempat protes kepada seorang kolega sebagai pembicara di sebuah konferensi yang membahas secara eksklusif perihal hutan. Namanya ‘Forest Summit’ 2014, namun diselenggarakan di hotel mewah di ibukota, dipenuhi dengan manusia berjas dan berblazer klimis, berangkat melalui minimal kendaraan berroda 4. Sebuah agenda pertemuan internasional seperti pada umumnya, tiga hari bertukar ide yang menerbangkan banyak manusia berprivilese dari seluruh penjuru dunia ke satu titik, untuk vakansi setelahnya.

Paradoksnya, diskusi mengenai hutan ini menjadikan panitia dan peserta saling bergantung pada stopkontak dan koneksi internet, gerah jika pendingin ruangan tidak dinyalakan, juga beramai-ramai meminum air kemasan plastik, dan tiada sehari pun suasana hutan yang sesungguhnya dirasakan. Padahal itu adalah konferensi pertama yang bisa saya ikuti melalui streaming untuk beberapa sesi besarnya.

Pengalaman berkonferensi tersebut menciptakan jarak realitas, baik dari pengetahuan maupun pengalaman. Logikanya, mereka yang tinggal di hutan lah yang seharusnya menjadi tuan rumah jika perlu membahas ruang hidup mereka. Kegilaan motivasi intervensi dari kita yang jauh tinggal di kota ini menjadi minim relevan jika dipaksakan tanpa ada proses internalisasi mendalam.

Konferensi Digital

Beberapa minggu yang lalu saya mendapat notifikasi di media sosial mengenai sebuah konferensi digital bertema ‘Food in the time of crisis,’ tema yang responsif untuk kondisi saat ini. Global Landscape Forum (GLF) Bonn 2020 berlangsung selama empat hari, dimulai dari 2 hingga 5 Juni 2020. Biaya pendaftaran masih tergolong wajar dan inklusif.

Baca Juga  KH Abdullah Hasyim (2): Sosok Ulama Berkarakter Sederhana

Tiket dapat diperoleh melalui 3 mekanisme; (1) biaya normal senilai USD10, (2) biaya solidaritas untuk membantu mensubsidi peserta lain, (3) jika tidak menyanggupi keduanya dapat mengajukan tiket gratis. Normalnya, untuk mengikuti konferensi semacam ini biaya pendaftarannya bisa beredar sekitar USD 150-400, belum termasuk transportasi bolak balik dari negara masing-masing, akomodasi, logistik, visa, dan pendanaan lainnya.

Hingga hari terakhir, tercatat ada 5000 orang yang mengikuti kegiatan ini dari 185 negara, mengundang 300 pembicara, melangsungkan 60 sesi dan menjangkau 50.000.000 interaksi. Pembicara dan panitianya pun beragam dari berbagai etnisitas di belahan bumi, laki-laki perempuan, tua muda, kaya miskin, akademisi praktisi, pejabat petani, hingga penggiat seni dan tokoh spiritual. Privilese ditentukan dari akses terhadap jaringan internet dan ponsel, jauh lebih ringan daripada harus mengeluarkan biaya sangat besar jika ingin menghadiri secara fisik.

Penyelenggaraan acara konferensi digital pun cukup efektif dan efisien. Pendaftaran menggunakan Eventbrite. Acara keseluruhan menggunakan aplikasi Whova. Sesi pertemuan menggunakan Zoom juga Microsoft teams dan disiarkan langsung ke kanal Youtube yang semuanya dapat diakses melalui Whova, sedangkan rekamannya baru akan diunggah permanen sekitar seminggu atau dua minggu kemudian di laman Global Landscape Forum. Selain itu, digunakan pula Slido untuk peserta menjawab pertanyaan / survei / voting dari panitia, yang dapat disesuaikan dengan ruangan pertemuan mana yang sedang diikuti.

Whova sendiri fiturnya cukup lengkap dan mudah digunakan. Peserta dapat mengakses agenda tertata yang waktunya sudah disesuaikan dengan lokasi masing-masing pengguna, juga dilengkapi dengan keterangan siapa moderator dan pematerinya, keterangan singkat mengenai sesi tersebut, juga link translasi melalui Interactio yang kebanyakan tersedia dalam bahasa Perancis atau Spanyol. Semua agenda diselenggarakan tepat waktu, yang kurang hanya translasi ke bahasa isyarat.

Baca Juga  Gejala Respiritualisasi di Abad 21: Bukti Manusia Masih Butuh Agama

***

Agendanya sendiri terbagi menjadi:

  1. Youth session
  2. Youth daily show
  3. Facilitated Networking session
  4. Opening plenary
  5. Parallel Panel session
  6. Cooking show
  7. Workshop
  8. Video addresses / Documentary
  9. Virtual mangrove tour
  10. Inspirational talk / speech
  11. Guided meditation
  12. Surprise concert
  13. Game
  14. Photo contest
  15. Closing plenary

Mengenai pembagian panel pembelajaran, disediakan 3 fokus utama (learning tracks), yakni:  Finance & Value Chains, Measuring progress, dan Storytelling yang melibatkan ecolinguist, media, atau tokoh penggiat lingkungan. Saya sangat berbahagia karena dalam forum ini bisa menyimak lagi motivasi dari pakar agroekologi Vandana Shiva, penggerak lingkungan John Vidal dan pendiri 350.org Bill McKiben, Ecoliguist Arran Stibbe, tokoh perdamaian Jane Goodall yang juga adalah antropolog dan primatolog, hingga Meditasi Kriya bersama Sadhguru.

Peserta konferensi digital juga dapat berpartisipasi aktif, tidak hanya duduk diam mendengarkan. Jika dalam konferensi biasanya yang dirindukan adalah interaksi fisik secara langsung, meski terbatas dalam aplikasi Whova, setiap peserta juga dapat melengkapi profil yang diintegrasikan dengan akun LinkedIn, sehingga dapat saling bertukar kartu nama secara virtual. Antar peserta juga bisa mengirimkan pesan satu sama lain, dapat teman baru tentunya.

Di beberapa sesi diskusi melalui Microsoft Teams diadakan breakout rooms untuk peserta dapat berbagi opini, di setiap sesi diskusi disediakan kolom Q&A. Ada pula fitur Community yang memungkinkan setiap peserta atau panitia menginisiasi grup diskusi khusus bagi yang punya ketertarikan serupa, seperti membahas permakultur misalnya, atau inisiatif untuk menyusun petisi.

Bagian yang paling menarik adalah program mentorship. Peserta maupun panitia dan pembicara dapat mengajukan diri sebagai mentor atau mentee, lalu di subyek tersebut setiap mentor dan mentee yang punya ketertarikan dengan kepakaran serupa dapat terhubung satu sama lain, bertukar email, akun skype, hingga nomor whatsapp.

Demokratisasi

Ajang pertemuan ide dan inovasi di forum konferensi digital ini memungkinkan para orang tua yang memiliki tanggungan di rumah untuk dapat berpartisipasi aktif tanpa harus meninggalkan anak-anaknya. Petani dapat berbagi pengalamannya tanpa harus meninggalkan kebunnya. Para pemuda yang fakir visa dan sponsor dapat mengikuti keseluruhan sesi sekalipun paralel.

Baca Juga  Apabila Muhammadiyah Menjadi Negara

Sebagaimana yang saya pelajari saat Global Power Shift 2013 di Istanbul lalu, inilah momentum untuk menghubungkan aksi offline dan online. Ruang-ruang produktivitas di rumah, ide, pengalaman, kisah, perjuangan dalam proses, segenap pengetahuan hingga kebijaksanaan dapat dibagikan melalui media daring, lalu apa yang diperoleh di media digital dapat dipraktikan di kehidupan luring. Manusia tidak perlu keluyuran fisik untuk dapat terhubung secara profesional, hingga personal.

Pesan penting saat sesi penutupan yang penuh motivasi dan inspirasi adalah pandemi ini menjadi momentum kuat bagi kita untuk mengubah sistem secara fundamental. Kita perlu menyusun langkah transformasi struktur jangka panjang, karena pola kehidupan tidak akan lagi sama. Krisis yang menakutkan ini dapat kita lihat sebagai kesempatan, utamanya untuk menyusun usaha kolektif, melalui aksi yang terkoordinir, dalam kerangka solidaritas global.

Sesuai temanya, dapatkah kita memperbaiki pola produksi, distribusi, konsumsi pangan setelah ini? Produksi pangan sudah seharusnya inklusif dan tidak merusak lingkungan. Tanah yang sehat adalah asal-usul sumber nutrisi yang kuat. Sumber pangan berlebih tidak lagi untuk dibuang namun dapat didistribusikan lebih merata hingga tidak menjadi sampah makanan yang sia-sia.

Sebagaimana forum ini yang tidak perlu menghasilkan sampah seminar kit, plakat, dan nasi kotak atau prasmanan. Ekonomi sirkular perlu dipelajari setiap rumah. Sudah waktunya kita bekerja secara lokal dengan penuh kesadaran dari kebun dan rumah, lalu membagikan kisahnya dengan bersahaja secara global. Selamat hari lingkungan hidup sedunia (5 Juni 2020).

Editor: Yahya FR
Avatar
4 posts

About author
Researcher at Indonesian Institute of Sciences
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds