Pak Jakob adalah mata yang jeli. Ibarat elang, amatannya bukan hanya luas tapi jeli. Itulah mengapa sering beliau berujar “ngeli ning ora keli” (ikut hanyut tapi tidak hanyut). Dalam berjurnalisme, ia tidak mau ikut arus. Media harus punya posisi memiliki sikap. Berulangkali Kompas sering dikritik dan dihujani beragam rumor, namun Kompas tetap berdiri pada komitmen dan visinya.
Itulah mengapa saat detik-detik Kompas dipaksa menandatangani kesepakatan dengan Orde Baru, Pak Jakob berdiri tegak pada pilihan visinya. Ia tidak mau jurnalisme bunuh diri hari ini. Ia ingin Kompas berhenti selangkah untuk maju dua puluh langkah. Apa yang diambil Jakob kini terbukti. Perjuangan tidak boleh berhenti karena bongkahan batu besar.
Apa yang dilakukan Pak Jakob dengan jurnalisme Kompas adalah jurnalisme yang “tidak neko-neko” atau tidak macam-macam. Pak Jakob membawa Kompas dengan sikap jurnalisme sederhana. Jurnalisme Kompas membawa pada kritik namun “nguwongke”. Kritik yang disampaikan Kompas tidaklah kritik yang langsung tembak. Medium is message kata Pak Jakob. Yang penting kritik itu bisa dipahami oleh yang dikritik. Bukan cara mengkritik itu sendiri. Karena itulah jurnalisme memerlukan seni mengkritik.
Sebagai seorang yang kaya bacaan dan jeli akan pengamatan, Pak Jakob rajin menulis dua tajuk baik dalam negeri maupun luar negeri.
Pak Jakob meski tidak setekun P. Swantoro, namun ia memperhatikan perkembangan dunia dan Asia khususnya. Perhatian ini penting karena kita hidup dalam era kosmopolitan. Apa yang terjadi detik ini di dunia akan berpengaruh pada Indonesia sebagai warga global.
Jurnalisme Wong Cilik
Pak Jakob meyakini nafas media adalah pada wartawan. Karena itulah Kompas tidak main-main dalam mendidik dan membuat wartawan nyaman. Nyaman di sini tidak hanya suasana dan iklim bekerja yang memiliki etos namun juga nguwongke karyawan. Pak Jakob ingin wartawannya sejahtera sehingga benar-benar idealis saat dihadapkan tantangan yang “neko-neko” di lapangan.
Jurnalisme Kompas adalah jurnalisme untuk semua kalangan. Namun Kompas ingin membawa visi kemanusiaannya memihak pada wong cilik. Kompas ingin nafas dan denyut nadi wong cilik sampai kepada semua pembaca. Kompas ingin mengetuk mata pembaca sekaligus mata batin mereka.
Kompas telah berhasil mengetuk pintu hati para dermawan di seluruh dunia dan Indonesia. Banyak para kaum jelata dengan kondisi tidak berdaya berhasil dibantu berkat liputan Kompas. Dari sinilah Kompas tidak hanya memotret kaum bawah namun juga bagaimana mereka bergulat dengan hidup. Kompas dengan visi humanismenya menghadirkan kemanusiaan sebagai sebuah nafas sekaligus kekuatan jurnalismenya.
Dalam lingkaran kekuasaan, visi jurnalisme Kompas sesuai dengan falsafah jawa ” Njiwit ning ora nylekit” (mencubit tetapi tidak terasa). Itulah mengapa Kompas tidak mengedepankan kritik yang keras dan menyinggung. Bukan karena Kompas tidak berani, melainkan lebih mengutamakan kritik itu didengar. Itulah mengapa Kompas kerap kali diundang ke Istana dalam rangka untuk menyampaikan kritik dengan cara halus.
Kompas dan Jurnalisme “High Value”
Dalam hidup Pak Jakob, Kompas besar bersama visi jurnalismenya yang membawa media yang memiliki “high value”. Jurnalisme bukanlah kerja yang sederhana dan sembarangan. Pak Jakob ingin Kompas bukan hanya menjunjung tinggi etika jurnalisme. Pak Jakob juga ingin liputan Kompas memiliki tempat di hati pembaca. Karena itulah wartawan yang tidak memiliki bekal pengetahuan dan tidak meng-udpate pengetahuannya biasanya akan hanyut ke dalam arus.
Pak Jakob ingin jurnalisme tidak hanya independen tetapi juga memiliki nilai edukasi. Infodutainment artinya tidak hanya bersifat menghibur tetapi juga memiliki nilai edukasi kepada masyarakat.
Dalam catatan Kompas, kita sering menemukan liputan yang dalam; selain data lapangan yang teruji dan statistik yang lengkap, Kompas juga berharap ada perubahan sikap masyarakat. Misal pada pemberitaan korupsi. Pak Jakob sering prihatin saat Korupsi terus saja ada.
Hidup Pak Jakob yang singkat itu telah ia abdikan dalam dunia jurnalismenya. Bersama Kompas, Pak Jakob telah menancapkan visi besar jurnalisme. Jurnalisme yang bervisi kemanusiaan dan memihak “wong cilik”.
Pak Jakob telah mengabdikan hidup dan dunia jurnalismenya untuk Indonesia yang ia impikan dan cita-citakan. Indonesia yang besar sebagai sebuah bangsa, yang makmur dan juga Indonesia yang memegang teguh nilai-nilai kebenaran dan kearifan.
Dalam kerja 88 tahun itu, hidupnya telah disandarkan pada laku iman, serta dedikasi yang tinggi pada bangsa yang dicintainya. Itulah mengapa ia selalu percaya bahwa dalam wadah kebangsaan dan keindonesiaan Kompas selalu berdiri bersama rakyat. Menjadi amanat hati nurani rakyat.
Editor: Yahya FR