“OMG (ya Allah…) Mengapa saat ini banyak sekali masyarakat yang tau-tau jadi OMB–orang miskin baru–ya?” Begitulah keluh kesah tamen-teman di WAG yang setiap hari tidak lepas membahas berbagai permasalahan sosial, ekonomi, dan perkembangan jumlah pasien. Lebih parahnya lagi, diskusi melebar tentang bagaimana cara hidup tenang, tetap tinggal di dalam rumah, tetap bertahan di Jakarta, dan tetap punya pendapatan, serta tetap istiqamah beribadah dengan khusu’.
Dampak Ekonomi
Banyak sekali orang yang kebingunan antara tetap tinggal di Jakarta atau pulang kampung. “Di Jakarta semua mahal, minum satu gelas air putih saja harus membeli, tidak ada yang gratis.” Itulah sepenggal percakapan di WAG yang sangat ‘mengerikan’. Karena selama ini, belum pernah sekali pun di WAG membahas ‘tema’ segawat itu.
Kalau dipikir-pikir memang ada benarnya. Bagaimana bisa memberi makan orang lain, sementara dirinya sendiri saja serba kekurangan. Tidak bekerja dan tidak mempunyai penghasilan sama sekali. Mau berdagang, sudah sepi. Mau bekerja dari rumah juga kebingungan kerja apa. Mau makan, adanya hanya itu-itu saja. Mau ngobrol dengan tetangga sudah jarang yang mau. Mau merokok, tidak ada alokasi dana untuk ‘bakar-bakar’. Mau nebeng rokok punya temen, juga semunya menunjukkan “bibir kecut” alias ‘bokek’.
Ketika semua sudah buntu, sementara di kampung masih ada yang diharapkan, tentu akan lebih baik pulang kampung, meskipun langsung menjadi orang dalam pemantauan (ODP) selama dua minggu. Tetapi ketika di sana sudah tidak ada lagi yang diharapkan, tentu mau tidak mau tetap bertahan di Jakarta, dengan kondisi sesulit apa pun.
Akibat yang harus ditanggung ketika harus pulang kampung maupun tetap tinggal di Jakarta adalah menjadi orang miskin baru, OMG…? “Dibela-belain, bertahun-tahun hidup bergelantungan dan berdesak-desakan di busway, commuter, dan MRT. Bertahun-tahun juga kos di kamar sempit daerah kumuh padat huni. Makan juga selalu di warteg sederhana. Tapi nasib belum berpihak pada kita. Bukannya tambah bahagia, malah tambah sengsara sejak ada virus Corona.”
Kejatuhan ekonomi akibat virus Corona beresiko mengembalikan kondisi ekonomi pada posisi satu decade yang lalu. Akibat pandemi coronavirus, setengah miliar lebih orang di dunia (8%) terdorong ke dalam kelompok miskin. (King’s College London, 2020).
Penduduk miskin Indonesia, sebelum ada wabah tercatat BPS (2019) sebanyak 24,79 juta (9,22%). Pada bulan April 2020 jumlah penduduk miskin bertambah 1.1 juta orang yang disumbang dari jumlah pekerja yang ter-PHK dan dirumahkan (Kemenaker, 2020). Bahkan Malaysia merilis ada 300.000 TKI di Malaysia terancam PHK. Dengan demikian, jumlah penduduk miskin di Indonesia dampak virus Corona naik 3,08% dari posisi semula menjadi 13,3%.
Di Malaysia sebelum ada wabah Corona, jumlah masyarakat miskin 0,4%. Kini, ketika Malaysia telah melakukan lockdown tentu, jumlah kemiskinan akan naik sekitar 3% seperti di Indonesia.
Begitu juga di Inggris, lebih dari 14 juta orang (25%) masuk dalam kategori miskin, yang berdampak buruk pada 4,2 juta anak. Di AS pun tidak lepas dari dampak Corona. Jutaan pekerja AS masuk dalam kemiskinan dan memperburuk ketidaksetaraan dalam ekonomi. Rumah tangga berpenghasilan rendah dan kelas menengah akan menjadi pihak yang pertama terpukul. Sebanyak 701.000 orang menganggur dan 50% orang AS kita tidak lagi mempunyai tabungan.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa, wabah Corona telah memaksa pekerja untuk ‘dirumahkan’ tanpa gaji. Mereka secara tiba-tiba kehilangan gaji. Yang tadinya bisa menyicil kredit motor, kini menjadi macet. Kredit rumah dan premi asuransi juga macet. Upaya menabung sedikit demi sedikit juga berhenti. Bahkan kini, tabungan itu telah terkuras habis. Akibatnya, tingkat tabungan menjadi rendah, sementara tingkat cicilan berbagai utang masih tinggi.
Bantuan Pemerintah yang Sangat Menolong
Mayoritas para pekerja informal saat ini telah jatuh miskin. Mereka tidak ada pilihan, kecuali harus bertahan hidup dengan apa yang ada. Kemampuan untuk beralih profesi dan berbisnis dari rumah (online) bukan merupakan hal yang mudah.
Begitu juga, ketika mereka pulang kampung, beralih profesi menjadi petani kebun, apalagi petani sawah, merupakan suatu hal yang sangat berat. Selain sudah lama tidak bekerja seperti itu, tentu perlu adaptasi yang luar biasa ketika di kampung harus kerja keras di dalam lumpur dan di bawah terik matahari seharian. Seperti tersiksa tentunya.
Memang benar apa kata pepatah, “Tidak ada Nahkoda kapal yang tangguh, kecuali mereka sudah kenyang dihantam badai dan topan.” Begitu juga, para pemilik usaha kecil-kecilan. Mereka tidak akan pernah menjadi entrepreneur yang tangguh manakala tidak pernah jatuh bangun. Lecet-lecet dengan kerugian sudah merupakan hal yang biasa. Sehari untung sepuluh hari buntung, juga sudah biasa dialami.
Saat ini, ketika semuanya sudah berubah, seluruh pelaku usaha kecil-kecilan, UMKM, pengusaha toko, dan seluruh pekerja informal harus memutar otak lebih kencang. Berbagai paket bantuan pemerintah yang saat ini telah mulai dan tengah disalurkan diharapkan dapat meningkatkan keyakinan kita untuk tetap bisa bertahan.
“Laksana orang mengantuk di kasih bantal” itulah perumpamaan yang paling pas untuk saat ini dalam memaknai pentingnya berbagai paket bantuan pemerintah. Dengan paket bantuan itu, juga dapat diumpamakan “laksana orang mengantuk di kasih amplop” tentu langsung sumringah hilang rasa kantuknya.
Bagi kelompok yang beruntung, meskipun kondisi ekonomi lesu, marilah kita bangun semangat gotong-royang dengan saling berbagi. Kita sebagai bangsa pejuang yang mempunyai banyak sekali kearifan lokal, sudah saatnya kita reaktualisasikan kembali dalam bentuk saling bantu, saling kerjasama dan saling menolong orang lain.
Pelajaran Pedih yang Bermakna
Pedih memang kalau dirasakan. Sakitnya itu di sini lho—di dadaku—bukan hanya di dada mereka yang sakit Covid-19. Tetapi semua orang dari pengusaha hingga karyawan terendah sekalipun merasakan tekanan yang hebat pada diri mereka. Meskipun suatu saat Corona telah tiada, dibutuhkan waktu yang lama untuk recovery. Setidaknya butuh 1 tahun untuk memulihkannya. Di sini masih perlu perjuangan lagi. “Hidup ini memang penuh perjuangan,” kata Bang Haji Roma Irama dalam syair lagunya.
“Kata orang, usaha yang sudah terlanjur terhenti, ketika harus memulai lagi, laksana memulai dari nol.” Roda ekonomi laksana ‘karatan’ sehingga ‘seret’ sekali untuk berputar. Hanya keuletan dan ketangguhan pribadi entrepreneur sajalah yang akan memberikan semangat adversity tanpa mengenal lelah. Apalagi menyerah.
“Rawe-rawe rantas, malang-malang putung.” Apa pun yang menghalangi akan diterjang, tidak peduli seberapa besar kekuatan penghalang itu. Kesamaan nasib dan kesamaan tujuan merupakan energi hebat yang akan memandu semangat kita untuk saling membantu. Saling bantu dan gotong royong itu yang akan memberikan kita jalan keluar dalam mengatasi wabah ini.
“Ya Tuhan…kapan ujian ini akan berakhir? Kami sebagai hamba yakin, ujian yang Kau berikan, sesuai dengan kekuatan hamba-Mu. Kau, tidak akan memberi ujian melebihi kemampuan hamba-Mu.”
Semoga Ayam segera Berkokok
Laksana pagi hari yang cerah, semua ayam semoga lekas berkokok, gembira menyambut datangnya pagi hari yang penuh harapan. Begitu juga, semoga hari-hari yang gelap segera berubah menjadi terang benderang. Hari ini kita harus segera bangun, jangan hanya berhenti berkreasi di angan-angan karena terkunci di dalam rumah.
Mimpi-mimpi kita selama terkunci di rumah, harus segera kita realisasikan. “Bangun dari mimpi panjangmu, kejar mimpin itu, dan jangan berhenti sebelum tercapai mimpi itu. Mimpi kita selama terkunci bukan hanya sekedar mimpi tetapi merupakan inspirasi untuk maju dan berkembang. Selama ini, kita tidak pernah terusik dengan mimpi kita. Tidak pernah pula menjadikan mimpi sebagai sebuah inspirasi. Apalagi mengejarnya hingga menjadi kenyataan.
Banyak orang hebat karena berangkat dari mimpi. Terkadang bagi orang lain, mimpi itu hanya seperti mengigau atau mengkhayal. Tapi bagi orang hebat, mimpi itu merupakan hal yang sangat diidam-idamkan, tidak boleh terlewatkan, atau lepas dari jangkauan, apalagi tertangkap oleh orang lain.
Tidak selamanya langit itu akan kelabu. Marilah kita berdoa bersama semoga awan itu segera bergeser dan hilang berganti dengan kecerahan. Kekuatan kita adalah kelemahan bagi Corona. Kekuatan Corona adalah tantangan bagi kita. Atas dasar itu, optimis kita juga menjadi lawan berat bagi Corona.
Menunggu Kesempatan Ganti Status
Pasca wabah, harapan besar telah menanti, yaitu “ganti status”. Yang sedih menjadi gembira. Yang merugi menjadi beruntung. Yang berpisah menjadi bersatu. Yang miskin menjadi kaya. Yang sakit menjadi sehat. Yang berhutang menjadi lunas. Yang terperosok kembali bangkit. Semua kembali pada relnya masing-masing.
Ayam kembali berkokok. Kodok kembali bernyanyi sahut-sahutan. Burung-burung bernyanyi riang. Rembulan bersinar lagi. Matahari kembali memancarkan cahaya terangnya. Anak-anak kembali bermain kegirangan. Kupu-kupu kembali mencari bunga dan menghisap madu.
Pasar dan supermarket juga kembali ramai. Perkantoran kembali melayani masyarakat. Sekolah kembali berjalan. Tempat hiburan semarak kembali. Handai tolan kembali saling bersilaturahim. Pengantin yang tertunda resepsi pernikahannya, dapat segera menjadwalkan ulang. Piring-piring di tempat catring kembali saling berbenturan pertanda juragan ramai orderan. Panggung hiburan kembali ramai. Pertandingan olah raga dan turnamen kembali di gelar. Seminar, simposium dan konferensi kembali dibuka.
Semua itu memang belum terjadi. Tetapi dengan rasa optimis yang membara, kerjasama yang kompak, dan gotong royong yang selalu dijaga, mudah-mudahan ke depan tidak ada halangan rintangan yang berarti bagi pemerintah dan kita semua dalam membasmi virus Corona tersebut.
“Habis gelap, terbitlah terang.” Makna Kartini di bulan April ini, semoga menjadi kenyataan. Amin.
Editor: Arif