Riset

Pandemi Memaksa Muhammadiyah Maksimalkan Teknologi

3 Mins read

Berita mengenai COVID-19 memang tidak ada habis-habisnya sampai sekarang. Per tanggal 17 November 2020, virus ini telah menginfeksi 55,5 juta jiwa dengan angka kematian sebanyak 1,33 juta jiwa. COVID-19 memaksa manusia untuk mengurung diri dan membatasi interaksi bersama manusia lainnya.

Namun kita mesti bersyukur hidup di era milenium ketiga ini. Di mana, segala hambatan dalam beraktivitas selama pandemi mampu sedikit banyaknya terbantu dengan adanya teknologi. Semuanya serba online, mulai dari kegiatan ekonomi, pendidikan, politik, kemanusian, dan lain-lain. Cukup memegang gadget dengan koneksi internet, semuanya menjadi beres.

Tak terbayang jika kita hidup di zaman sebelum adanya teknologi yang begitu masif ini. Seperti pada masa pandemi The Black Death (1346-1353) yang hampir membunuh separuh penduduk Eropa. Lalu ada Flu Spanyol (1918-1920) yang memakan puluhan juta korban, dan masih banyak lagi. Namun, dengan segala fasilitas teknologi dan informasi, COVID-19 dapat dicegah dan ditekan penyebaranya. Dengan adanya teknologi thermo gun dan rapid test, kita bisa mengetahui gejala. Didukung dengan informasi berita, pemetaan zona, dan persebaran jumlah terinfeksi dapat diketahui khalayak ramai dan dapat mengantisipasinya. Oleh karena ini patut kita syukuri.

Muhammadiyah dan Peran Kemanusiaan

Banyaknya kasus COVID-19 di Indonesia. Tidak semerta-merta kita saling menyalahkan karena tidak dipatuhinya protokol kesehatan. Berbagai organisasi dan lembaga masyarakat telah memiliki andil besar dalam upaya pencegahan dan penanganan kasus COVID-19, salah satunya adalah Muhammadiyah. Melalui MCCC dan Rumah sakitnya, Muhammadiyah menunjukan konsistensinya dalam keseriusan menangani pandemi COVID-19.

Dalam upaya pencegahan dan penanganan pasien terdampak COVID-19, Muhammadiyah tentu tidak tanpa resiko. Banyak dari tenaga kesehatan dan para dokter Muhammadiyah ikut terinfeksi COVID-19. Memang perlu diakui, bahwa segala perlengkapan kesehatan canggih masih minim dimiliki oleh Muhammadiyah, terutama vaksin. Dengan banyaknya rumah sakit dan universitas, kita masih tergolong minim dalam melakukan sebuah riset secara ilmiah.

Baca Juga  Menjaga Ukhuwah Muhammadiyah-NU

Sedangkan, pemerintah masih mencla-mencle dalam pengadaan vaksin. Kita tidak tahu seandainya vaksin yang beredar mengandung babi atau unsur hewan najis seperti vaksin-vaksin sebelumnya. Tentu akan lebih merepotkan karena kita hanya menunggu ilmuan non-muslim memproduksi vaksin tersebut. Sedangkan, kita masih minim dalam riset. Terlepas dari COVID-19, hal ini akan menjadi tantangan bagi Muhammadiyah dengan banyak rumah sakit dan universitas. Namun, tidak selaras dengan banyaknya pengadaan alat-alat kesehatan yang masih mengimpor dan belum masif memproduksi sendiri.

Dan jika benar-benar dalam vaksin terdapat unsur yang diharamkan, maka Muhammadiyah melalui majelis tarjihnya harus lebih tajam melakukan kajian-kajian keilmuan untuk menyikapi ini. Begitulah seterusnya peran-peran Muhammadiyah akan dibutuhkan dalam masalah fiqih melalui fatwa-fatwanya.

Revolusi Teknologi, Tantangan bagi Muhammadiyah

Pemerintah melalui kebijakan karantina dan work from home-nya memaksa warga nya untuk beralih kedua maya. Lembaga-lembaga pendidikan, termasuk sekolah dan universitas Muhammadiyah sekarang, lebih melek teknologi dengan memanfaatkan platform-platform media sosial yang ada, ya walaupun bukan produk kita. Dengan adanya fasilitas video conference, kita masih bisa saling berinteraksi dan menimba ilmu, bahkan bersama orang atau tokoh penting yang belum pernah kita temui.

Di masa pandemi, kita lebih banyak berinteraksi di dunia lain, termasuk urusan administrasi kita. Teknologi sekarang juga menyediakan banyak fasilitas bigdata penyimpanan awan (cloud storage) untuk dapat menyimpan database kita, apalagi untuk organisasi Muhammadiyah yang sebesar ini. Namun sangat disayangkan kalau berbagai penyimpanan awan sekarang tidak aman oleh para hacker dan ter-backup oleh perusahaan bigdata terkait. Jadi,  kerahasiaan data kita tidaklah aman sebenarnya.

Di masa pademi juga, masyarakat lebih banyak menghabiskan waktunya di media sosial. Facebook, IG, WhatsApps, Twitter, Tiktok dll adalah dunia manusia sekarang. Dengan media sosial, masyarakat semakin eksis dan informatif. Aplikasi-aplikasi e-commers, pendidikan/les, transportasi, pengiriman/kargo, fintech, e-asuransi, dll telah menjadi kebutuhan tetap manusia.

Baca Juga  Pimpinan Muhammadiyah Cabang Digital, Mungkinkah?

Organisasi sebesar Muhammadiyah seharusnya telah memiliki platformnya sendiri, membangun sebuah dunia digital yang tidak terlepas dari perspektif Islam. Sehingga, mampu membangun masyarakat Islam digital yang sebenar-benarnya. Lebih banyak menjangkau kebutuhan-kebutuhan masyarakat dengan membangun aplikasi-aplikasi onlinenya sendiri.

Memasifkan Dakwah Digital

Pandemi COVID-19 juga membubarkan jamaah sampai-sampai bisa menutup masjid sebagai tempat ibadah. Pengajian-pengajian dan pesan-pesan agama disampaikan melalui berbagai media online. Para Mubaligh dan remaja masjid mau tidak mau harus mampu memainkan peran di media sosial, mewarnai Islam dengan berbagai video, poster, dan podcast dakwah. Mulai mem-branding pada ustadz-ustadz Muhammadiyah seperti layaknya ustadz-ustadz artis yang diminati netizen utama kalangan muda.

Seperti yang kita tau arus-arus radikalisme dan liberalisme agama masif dilakukan di media sosial. Maka, Muhammadiyah dengan Islamnya yang wasathiyyah dan berkemajuan harus lebih eksis dan mewarnai media sosial. Mendakwahkan Islam yang ramah dan progresif kepada masyarakat global. Sehingga umat muslim, utamanya anak muda lebih tidak hanya sekedar mengenal hijrah atau nikah muda, namun mengenal Islam sebagai problem solving keumatan di berbagai aspek.

Pesan Keumatan dan Bangsa

Di usia Muhammadiyah yang ke-108, di mana sains dan teknologi menjadi kebutuhan, maka Muhammadiyah harus mampu mewarnai dan berani bertransformasi menjadi organisasi terdepan dalam penyelesaian permasalahan dunia. Dengan berbagai amal usaha yang dimilikinya, Muhammadiyah harus lebih masif lagi membangun riset-riset keilmuan di berbagai bidang.

Sehingga Umat Islam pada umumnya, dan Muhammadiyah khususnya dapat bangun dari ketertinggalan teknologi dan mewarnai teknologi dengan warna Islam. Maka dengan warna Islam yang baik akan meminimalisir dampak negatif dari teknologi hasil produk barat yang notabene nya non-muslim.

Baca Juga  Muhammadiyah 'Bal-balan' Lewat Akuisisi PSHW Jawa Timur

Editor: Yahya FR

Anggun Nugroho Saputro
10 posts

About author
Mahasiswa Jurusan Sains-Fisika, Institut Teknologi Sumatera. Komisariat IMM Prof BJ Habibie Bandar Lampung. Asal Kudus, Jawa Tengah
Articles
Related posts
Riset

Di mana Terjadinya Pertempuran al-Qadisiyyah?

2 Mins read
Pada bulan November 2024, lokasi Pertempuran al-Qadisiyyah di Irak telah diidentifikasi dengan menggunakan citra satelit mata-mata era Perang Dingin. Para arkeolog baru…
Riset

Membuktikan Secara Ilmiah Keajaiban Para Sufi

2 Mins read
Kita barangkali sudah sering mendengar kalau para sufi dan bahkan Nabi-nabi terdahulu memiliki pengalaman-pengalaman yang sulit dibuktikan dengan nalar, bahkan sains pun…
Riset

Lazismu, Anak Muda, dan Gerakan Filantropi untuk Ekologi

2 Mins read
“Bapak ini kemana-mana bantu orang banyak. Tapi di kampung sendiri tidak berbuat apa-apa. Yang dipikirin malah kampung orang lain,” ujar anak dari…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds