Flexing di Medsos I Siapa yang tidak mengenal sosok Qarun? Penulis yakin, notabene mengetahui sosok Qarun yang hidup pada jaman Nabi Musa alaihis salam. Atau minimalnya pernah mendengar Namanya, karena selalu dihubungkan dengan harta terpendam yang kemudian ditemukan, oleh kebanyakan orang dikenallah harta tersebut sebagai harta karun. Tentu ini tidak salah juga jika dihubungkan dengan kasus seperti ini, pasalnya Al-Qur’an menyebutkan Allah membenamkan semua harta kekayaan yang dimiliki oleh Qarun disebabkan kesombongan dan enggan taat kepada Allah Swt.
Ada yang menarik ketika harus mendeskripsikan Qarun sebagai sosok gemar pamer harta dihadapan banyak orang, bahkan harta yang menjadi kebanggaannya diarak berkeliling kota hanya untuk menunjukkan eksistensinya. Dari sini kita faham, bahwa kegiatan pamer harta atau saat ini dikenal dengan istilah flexing telah dilakukan sebelum manusia abad modern lahir ke dunia. Kini kegiatan flexing seolah menjadi sesuatu yang lumrah dalam berbagai konten yang disajikan pada media sosial.
Flexing merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan perilaku dimana seseorang berusaha menunjukkan kekayaan, prestasi, atau status sosial mereka kepada orang lain. Untuk menunjukkan eksistensi di dunia maya, seseorang bangga mengungkapkan saldo rekening yang mereka miliki. Bangga dapat membeli barang yang harganya fantastis, bahkan diumbar secara gamblang nilai nominal yang mereka keluarkan untuk membeli harga barang tersebut.
Apa Penyebab Flexing?
Berkaca pada kisah Qarun yang dijelaskan Al Qur’an pada surat Al-Qashash ayat 76-83, sesungguhnya faktor utama yang menyebabkan seseorang bangga dengan memamerkan harta kekayaannya karena merasa diri pintar dalam mencari uang. Allah swt berfirman dalam ayat 78 surat Al-Qashash: Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padauk. Hal ini yang kemudian menjadi pemicu sikap sombong tumbuh dalam dirinya, dan ingin mendapat pengakuan dari masyarakat luas tentang kemampuan yang dimiliki.
Umumnya, orang melakukan flexing karena ingin membangun citra diri yang kuat dan mengesankan. Sebab parameter kesuksesan yang saat ini menjadi ukuran adalah seberapa banyak uang dan harta yang dimiliki, sehingga flexing dianggap sebagai salah satu cara untuk memperlihatkan kesuksesan yang telah dicapai. Selain itu, perkembangan media sosial saat ini pun menjadi pemicu persaingan sosial antar para pelaku content creator. Inilah yang kemudian terus memunculkan fenomena flexing yang erat dikaitkan dengan public figure.
Sehingga tidak sedikit sebagian masyarakat pun menginginkan hidup bergelimang harta seperti halnya para public figure. Ini yang kemudian Allah gambarkan dalam QS. Al-Qashash ayat 79 dengan ungkapan: Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun, sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar. Selain itu, tekanan sosial untuk memperlihatkan kesuksesan dan kekayaan, persaingan di media sosial, atau keinginan untuk mendapatkan pengakuan dan pujian dari orang lain menjadi pemicu sikap gaya hidup hedonisme berupa flexing.
Bagaimana Agama-Agama Memandang Flexing?
Tidak ada satupun agama yang berkembang di dunia ini yang membenarkan sikap flexing. Dalam tradisi Kristen, perilaku flexing yang berlebihan atau sombong dapat dianggap tidak sesuai dengan ajaran Yesus Kristus. Injil mengajarkan pentingnya kerendahan hati, kejujuran, dan kasih terhadap sesama. Krisis identitas atau kurangnya kepercayaan pada nilai sejati dalam diri seseorang dapat menjadi faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan flexing.
Islam mengajarkan sikap merendahkan diri (tawadhu) dan menghindari riya’ (pamer) yang merupakan ajaran fundamental yang telah diajarkan Rasulullah Saw. Al-Qur’an mengingatkan umat Islam untuk tidak memamerkan kekayaan atau melakukan tindakan yang bertujuan untuk mencari pujian dan pengakuan dari orang lain. Sebaliknya, penting bagi umat Muslim untuk bertindak dengan rendah hati dan tidak sombong.
Begitupula dalam ajaran Hindu terdapat konsep ahimsa (tidak kekerasan) dan aparigraha (tidak serakah) yang menekankan pentingnya hidup dengan sederhana dan tidak membanggakan diri dengan harta atau prestasi materi.
Sementara ajaran Budha mengajarkan kekayaan material tidak dianggap sebagai tujuan utama kehidupan. Buddhisme menekankan pentingnya menjauhi keserakahan dan ego. Flexing yang dilakukan untuk memperoleh pengakuan atau membanggakan diri dapat dianggap bertentangan dengan ajaran Buddhisme yang mengajarkan kerendahan hati dan pemahaman akan sifat impermanen dunia.
Kerendahan hati dan tidak sombong menjadi dua kata kunci yang dijunjung tinggi dalam kehidupan beragama, terlebih di Indonesia dengan bachground agama yang heterogen ditambah dengan ragam aliran kepercayaan yang berkembang maka kedua nilai menjadi dasar berpijak dalam menjalani hidup bermasyarakat.
Beberapa kasus yang muncul belakangan ini, seperti banyaknya pejabat dan public figure yang gemar flexing di media social, justru disinyalir harta yang dipamerkannya berasal dari cara-cara yang tidak dibernarkan menurut agama. Ada yang berasal dari korupsi dan ada juga yang berasal dari hasil menipu orang lain yang terjebak bujuk rayunya karena ingin mengikuti jejak kesuksesan yang dipamerkannya.
Panduan Agar Tidak Flexing
Sebagai pemeluk ajaran Islam, tentu kita berpegang kepada Al-Qur’an dan Sunnah sebagai pedoman hidup nyata yang telah diwasiatkan oleh Rasulullah Saw sebelum wafat. Dan bagi orang-orang yang gemar flexing ternyata Allah swt telah mengingatkan melalui surat Saba ayat 35-36. Allah swt berfirman: Dan mereka berkata, “Kami memiliki lebih banyak harta dan anak-anak (daripada kamu) dan kami tidak akan diazab.” Katakanlah, “Sungguh, Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan membatasinya (bagi siapa yang Dia kehendaki), tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
Ayat ini menggambarkan sikap sombong dan congkak dari orang-orang yang terlibat dalam flexing. Kesombongan diri yang berasal dari kekayaan dan anak-anak yang dimiliki, merasa bahwa orang yang seperti ini tidak akan diazab oleh Allah karena memiliki lebih banyak harta. Namun, Allah menegaskan bahwa Dia-lah yang memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan membatasinya. Kebanyakan manusia tidak menyadari bahwa rezeki dan kekayaan yang mereka miliki adalah karunia Allah yang bisa diambil atau diberikan sesuai dengan kehendak-Nya.
Sejatinya, kekayaan dan rezeki yang dimiliki merupakan pemberian dari Allah swt, dan tidak boleh membuat kita semakin sombong atau membanggakan diri. Flexing atau memamerkan kekayaan dengan sombong adalah tindakan yang bertentangan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya rendah hati, bersyukur, dan menghargai bahwa segala sesuatu yang kita miliki adalah titipan dari Allah swt.
Di samping itu, manusia tidak diperkenankkan untuk membanding-bandingkan diri dengan orang lain dalam hal kekayaan atau rezeki. Setiap individu diberi rezeki yang unik dan Allah-lah yang mengetahui apa yang terbaik untuk kita. Oleh karena itu, sebagai umat Muslim, penting bagi kita untuk menjaga sikap rendah hati, mensyukuri apa yang telah Allah berikan, dan menggunakan kekayaan atau rezeki tersebut untuk kebaikan dan kemaslahatan umat manusia.
Wallahu a’lamu bish shawwab.
Editor: Soleh