Keadaan politik di Indonesia tidak pernah selesai di perdebatkan bahkan di bincangkan mulai dari forum diskusi ilmiah sampai dengan obrolan di warung kopi, perdebatan ini menjadi begitu aktif di telinga masyarakat tetapi hanya sebatas klaim sepihak tanpa argumentasi yang obyektif sehingga mengarah kepada fanatik dalam berpolitik.
Pandangan politik seperti ini menjadi kekuatan besar bagi pihak Partai Politik untuk di manfaatakan dalam situasi politik seperti pemilihan kepala negara dan legislator, pihak-pihak yang terpilih dalam lingkaran politik kerap ditemui tokoh-tokoh yang sering muncul di TV, orang kaya, dan yang menarik perhatian rakyat seolah dia menjadi pahlawan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sistem demokrasi yang di anut oleh Indonesia membuat rakyat bebas memilih dan menentukan pilihan serta mengungkapkan pandangan politiknya. Karena keterbukaan ini rakyat bisa memilih dengan hati dan pikiranya sendiri tanpa ada paksaan serta memakai konsep keterwakilan.
Seperti asal usul demokrasi tersebut pada zaman Yunani kuno sekitar abad 5 SM yang berkembang di beberapa kota di Yunani termasuk di kota Athena yang merupakan pemerintahan rakyat. Bahwa rakyat memiliki daulat mutlak untuk menunjuk dan memilih wakilnya untuk mengurusi sebuah negara.
Negara Ideal
Melalui konteks demokrasi ini posisi Indonesia harusnya di untungkan dengan kehadiranya karena keberagaman budaya, suku, ras bahkan secara geografis memilik berbagai bentang pulau sehingga memiliki keterwakilan ini menajdi hal yang wajib dan memiliki asas Pancasila sebagai wujud bakti terhadap negara.
Saya teringat konsep Negara ideal menurut Plato yaitu aristokrasi, yang dimana konsep negara ini bukan dari kekuasaan monarki melainkan sebuah negara yang dipimpin oleh orang-orang yang terbaik dan paling bijaksana di negaranya.
Patut kita garis bawahi bahwa negara harus di pimpin oleh orang yang bijaksana dan orang yang paling terbaik dari seluruh rakyat yang ada. Hal ini berlaku bagi kepala pemerintahan atau pun para wakil-wakil rakyat yang menjadi legislator di parlemen sehingga rakyat memiliki indikator untuk kredibilitasnya sebagai wakil rakyat dan pimpinan negara untuk dipilih bukan berdasarkan siapa bapaknya, dia orang mana, atau partainya apa. Tetapi memilih orang bijaksana dan paling terbaik.
Pusaran Oligarki di Indonesia
Melalui undang-undang nomor 2 Tahun 2011 tentang partai politik menyebutkan bahwa kedaulatan partai politik berada di tangan anggota. Melalui undang-undang ini saya mempunyai kejanggalan yang tertuang dalam undang-undang berbeda dengan realitas yang ada.
Karena kekuasaan partai politik dimiliki oleh segelintir orang atau oligarki partai. Sehingga bukan anggota yang berkuasa melain sekelompok keluarga yang menguasai dan sudah dipastikan memiliki kekayaan, sehingga anggota hanya menjadi pesuruh untuk menjalankan roda partai politik.
Sistem yang tidak sehat ini meruntuhkan demokrasi kita dan negara ideal tadi bahwa bukan beraskan kebijaksaan atau kalau kita kerucutkan menjadi nilai-nilai pancasila sangat jauh dari harapan karena hanya sekadar bantuan dari sosok orang tua yang sudah berpengalaman.
Dari sistem oligarki ini kerap kita temui bahwa anggota yang berani mengambil tindakan, sikap dan pendaapt yang tidak sesuai oleh pimpinan partai maka tidak segan-segan memberi sanksi atau memberikan efek jera berupa pengucilan dalam keadaan politik di Indonesia.
Dalam oligarki yang berasal dari bahasa Yunani ini yaitu Oligarkhia yang dimana bentuk pemerintahan dikuasi oleh kelompok kecil. Melalui konsepsi ini eksistensi partai politik di Indonesia di kuasai oleh sekelompok kecil atau berbentuk kekeluargaan.
Saya rasa hampir semua Partai politik di Indonesia bersifat kekeluargaan mulai dari warisan ayah atau ibunya sehingga anak nya dengan leluasa bermanufer dalam kancah politik Indonesia. Seperti Pak Jokowi yang hari ini beliau bukan bagian dari sekolompok keluarga Megawati maka Pak Jokowi hanya di posisikan sebagai petugas partai.
Bahkan baru-baru saja kongres salah satu partai yang diketuai oleh mantan presiden ke 6 yaitu SBY menyerahkan kepemimpinanya kepada anaknya yang waktu itu sempat menjadi calon Gubernur DKI Jakarta.
Tidak hanya itu baru-baru ini kita dihebohkan bahwa salah satu partai yang lahir dari rahim reformasi ini memiliki gejolak internal karena salah satu tokohnya yaitu Pak Amien Rais kecewa terhadap ketua umum yang baru bahkan anak beliau pun keluar dari partai tersebut.
Dari permasalahan ini menampakan bahwa kehadiran tokoh oligarki sangat berpengaruh hampir semua partai dikuasai sekelompok kecil penguasa sehingga membenamkan banyak orang-orang yang memang bisa memimpin tetapi ditutupi oleh pemilik partai, makanya apabila sebuah partai yang kedudukanya ada peruntuhan oligarki maka sekolompok kecil ini akan keluar atau menjadi oposisi dalam tubuh partai tersebut, padahal mereka berdua adalah besan.
Saya akan yakin Pak Amien Rais akan membuat partai baru dengan anaknya, yang sudah pasti sifatnya akan oligarki kembali karena harus dikuasai oleh beliau dan diatur oleh beliau. Hal ini menambah kembali daftar partai oligarki keluarga di perpolitikan Indonesia.
Nampaknya menjadi independen dan bukan kuasa oligarki menjadi beban tersendiri bagi pengurus partai, kecuali ia bisa bertahan sendiri secara berdikari menokohkan diri dan tanpa masuk dalam pusaran partai politik. Namun akan terjal perjalananya dalam dunia politik memulai dari bawah bukan karena bawaan oleh orang tua.