Perspektif

Pasca Al-Assad, Bagaimana Nasib Komunitas Alawi?

4 Mins read

Setelah mantan pemimpin Suriah, Bashar Al Assad lengser nasib komunitas Alawi masih belum pasti. Sebelumnya, mereka didukung oleh rezim. Namun, kini kelompok Alawi yang mencakup sekitar 10% populasi Suriah, menghadapi balas dendam dari faksi pemberontak dan populasi Sunni yang menderita di bawah kekuasaan Assad.

Siapa itu Kaum Alawi?

Kaum Alawi, yang juga dikenal sebagai Nusayris, menelusuri asal-usul mereka hingga abad ke-9 dan ke-10, muncul sebagai cabang dari Islam Syiah, khususnya dalam tradisi Syiah Dua Belas Imam. Landasan teologis mereka dikaitkan dengan Muhammad ibn Nusayr (w. 873 M), yang merupakan murid Imam Syiah Kesebelas, Hasan al-Askari. Nusayr menyatakan dirinya sebagai bab (gerbang) menuju Imam Tersembunyi, sebuah konsep yang menjadi pusat dalam esoterisme Syiah.

Menurut Dr. Ahab Bdaiwi, jarang sekali laporan dan penelitian yang menjelaskan keyakinan dan praktik keagamaan kaum Alawi merujuk pada sumber mereka sendiri. Sumber-sumber yang ada menurutnya, lebih sering mengandalkan kisah-kisah permusuhan yang disebarkan oleh penulis yang dimotivasi oleh permusuhan pribadi dan kefanatikan sektarian.

Ulama Alawi abad ke-20, Abdurrahman al-Khayr yang tinggal di Damaskus, Suriah, menulis risalah pendek sekitar seratus halaman yang menguraikan secara rinci keyakinan kelompok tersebut. Menurut kredo mereka sendiri, kaum Alawi adalah penganut aliran Dua Belas Syiah Imami. Mengenai Imamah, Alawi mempertahankan kepercayaan Syiah standar, yaitu imamah adalah sebutan ilahi setelah kenabian yang bertujuan untuk melestarikan dan menjaga ajaran Nabi Muhammad.

***

Mengenai pertanyaan tentang kenabian, kaum Alawi percaya bahwa para nabi tidak pernah salah dan bebas dari kesalahan. Nabi yang pertama adalah Adam dan yang terakhir—penutup para nabi—adalah Nabi Muhammad. Bagi kaum Alawi, posisi spiritual Nabi Muhammad kemudian digantikan oleh dua belas Imam, dimulai dengan Ali dan yang terakhir adalah Mahdi.

Baca Juga  Marah yang Egois dan Marah yang Tegas

Dalam tulisannya, Abdurrahman al-Khayr menyatakan bahwa kaum Alawi “(Kami) percaya pada Islam. Seorang Muslim adalah orang yang mengakui kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan-Nya”. Islam, menurut kepercayaan Alawi, terdiri dari keyakinan dasar (أصول الدين) dan cabang-cabang iman (فروع الدين). Dasar-dasar iman harus dicapai melalui pengetahuan tertentu yang dihasilkan oleh bukti demonstratif, sedangkan cabang-cabangnya adalah komitmen yang ditentukan dengan mengikuti para ulama terpelajar. Dasar-dasar Islam bagi kelompok Alawi ada lima: tauhid (kepercayaan pada Tuhan yang satu), keadilan ilahi, kenabian, imamah, dan kebangkitan.

Sejarah Komunitas Alawi

Karena keyakinan dan praktik esoteris mereka, kaum Alawi sering dianggap sesat oleh para ulama Sunni dan Syiah arus utama sepanjang sejarah. Selama berabad-abad, kaum Alawi hidup dalam keterasingan, menjadi sasaran penganiayaan oleh para penguasa, khususnya di bawah kekuasaan Ottoman (1516–1918), yang menganggap mereka sebagai orang-orang yang menyimpang dari “ortodoksi” Islam.

Marjinalisasi ini memaksa mereka pindah ke daerah pegunungan terpencil Latakia di Suriah barat. Di sana mereka mengembangkan ikatan kesukuan dan komunal yang kuat, yang kemudian memengaruhi strategi politik mereka di era modern. Selama sebagian besar sejarah mereka, kaum Alawi adalah petani pedesaan dan kaum minoritas yang terpinggirkan, yang sering kali berada di bawah kekuasaan kaum elit Sunni.

Namun, abad ke-20 membawa perubahan dramatis dalam peruntungan mereka, sebagian besar karena Mandat Prancis (1920–1946). Ketika Prancis menguasai Suriah setelah Perang Dunia I, mereka lebih mengutamakan kaum minoritas (Alawi, Druze, Kristen) daripada mayoritas Arab Sunni, untuk mencegah terjadinya pemberontakan kelompok nasionalis. Militer Prancis merekrut banyak kaum Alawi, yang memberi mereka kesempatan untuk mendapatkan mobilitas sosial dan kekuasaan.

Baca Juga  Buya Syafii, Karya Seni yang Indah

***

Pada saat Suriah memperoleh kemerdekaan pada tahun 1946, kaum Alawi telah membangun kehadiran yang kuat dalam militer lokal. Dalam beberapa dekade berikutnya, serangkaian kudeta dan pertikaian politik membuat para perwira Alawi naik pangkat, yang berpuncak pada kudeta Ba’ath tahun 1963, yang membawa Partai Ba’ath yang sekuler dan sosialis ke tampuk kekuasaan. Titik balik terjadi pada tahun 1970, ketika Hafez al-Assad, seorang perwira Alawite, merebut kekuasaan melalui kudeta dan menjadi presiden Suriah.

Di bawah pemerintahannya, elit Alawite mendominasi militer, badan intelijen, dan lembaga pemerintah. Hafez al-Assad juga memperoleh legitimasi agama dengan memperoleh dukungan dari Dua Belas ulama Syiah di Lebanon dan Iran, terutama Ayatollah Khomeini. Untuk mengamankan kesetiaan kaum Alawi dan minoritas lainnya, rezim tersebut mengeksploitasi ketakutan akan ancaman Islamis.

Kebijakan politik Assad menekan oposisi Islam Sunni menyebabkan konflik besar, seperti dalam Pembantaian Hama (1982), di mana ribuan anggota Ikhwanul Muslimin terbunuh. Hal ini memicu kebencian sektarian dari kelompok Sunni yang direpresi terhadap minoritas Alawi. Putranya, Bashar Al-Assad, mewarisi kekuasaan pada tahun 2000 dan mempertahankan sistem yang didominasi Alawite yang sama.

Perang Saudara dan Kejatuhan Assad

Pecahnya Perang Saudara Suriah menempatkan Alawi dalam krisis. Protes terhadap Assad sebenarnya diwakili oleh seluruh kelompok sosial-agama, meski Sunni menjadi penggerak terbesar. Tetapi ketika konflik meningkat menjadi perang besar-besaran, isu sektarian semakin berkuat. Kaum Alawi tetap mendukung Assad selama perang karena ketakutan terhadap kelompok Islam seperti ISIS, Al-Qaeda, Jabhat al-Nusra yang menganggap mereka sebagai kelompok bidah. Bagi kaum Alawi, jatuhnya rezim Assad kemungkinan akan berarti penganiayaan atau genosida, mengingat keterlibatan mereka yang mendalam dengan negara.

Baca Juga  Salat di Rumah Bukan Phobia Masjid!

Dendam dan kecurigaan sektarian ini kemudian meledak pada awal Maret, dimana para loyalis Assad, yang menolak menyerahkan senjata, menyergap pasukan keamanan di sekitar kota-kota pesisir Latakia dan Jableh, menewaskan puluhan dari mereka. Ghiath Dallah, seorang mantan brigadir jenderal di tentara Assad, mengumumkan pemberontakan baru terhadap pemerintah yang menumbangkan Assad pada bulan Desember.

Organisasi hak asasi manusia mengatakan sebanyak 1.300 orang tewas selama 72 jam kekerasan – termasuk warga sipil, pejuang milisi lokal, dan pejabat keamanan. Korban tewas termasuk ratusan warga sipil Alawite, yang menurut Syrian Observatory for Human Rights tewas sebagai balasan karena serangan terhadap pasukan keamanan.

Pemimpin pemerintahan transisi Suriah, Ahmad al-Sharaa, dalam sebuah pidato, mengatakan sisa-sisa pemerintahan Assad, yang didukung oleh pihak-pihak eksternal, berusaha menciptakan pertikaian dan menyeret Suriah kembali ke dalam perang saudara dengan tujuan memecah belah negara. Ia berjanji untuk membentuk komite pencari fakta dan mengatakan temuannya akan dipublikasikan, serta meminta pertanggungjawaban siapa pun yang terlibat “dalam pertumpahan darah warga sipil” atau menganiaya mereka.

Ia juga mengumumkan pembentukan sebuah komite yang bertujuan untuk menjaga perdamaian sipil dan memberi mereka dukungan yang mereka butuhkan untuk menjamin perlindungan mereka. Dalam sebuah wawancara dengan Reuters, Sharaa mengatakan pembunuhan massal terhadap kaum Alawi merupakan ancaman terhadap misinya untuk menyatukan negara, dan berjanji untuk menghukum mereka yang bertanggung jawab.

Editor: Soleh

Artaqi Bi Izza Al-Islami
7 posts

About author
Penulis Muda Studi Sejarah Islam Asal Bekasi
Articles
Related posts
Perspektif

Puasa dalam Perspektif Agama-Agama

3 Mins read
Di tengah keragaman budaya dan keyakinan yang membentuk wajah Indonesia, praktik keagamaan menjadi suatu refleksi sakralitas dari nilai-nilai spiritual yang diwariskan secara…
Perspektif

Sejarah dan Perkembangan Islam di Bima

3 Mins read
Pendahuluan Islam memiliki peran penting dalam membentuk sejarah, identitas, dan budaya masyarakat Bima, sebuah wilayah di Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Berbeda dengan…
Perspektif

Viral Aksi Grebek Warung di Bulan Puasa: Beragama Kok Dikit-dikit Marah

3 Mins read
Bulan puasa hadir sebagai bulan penuh berkah. Bulan dimana kita bisa meningkatkan kualitas maupun kuantitas ibadah kita. Puasa adalah ibadah yang sifatnya…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *