Gubernur Anies Baswedan, dalam konferensi pers di Balai Kota Jakarta mengatakan, “Kami di Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 DKI Jakarta; kita memutuskan untuk menetapkan status PSBB di DKI Jakarta diperpanjang dan menetapkan bulan Juni ini sebagai masa transisi.”
Sejak pidato tersebut, maka Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai episentrum berita Covid- 19 nasional; telah menerapkan masa transisi pembatasan sosial berskala besar (PSBB), yang mulai berlaku pada hari Jumat, 5 Juni 2020.
Di sisi lain, Kemendagri menjelaskan bahwa, terdapat 139 kabupaten/kota yang masuk kategori daerah berisiko rendah atau kuning. Dan terdapat 102 kabupaten/kota yang masuk ke dalam zona hijau. Yang artinya tidak memiliki atau belum memiliki kasus penularan Covid-19, sehingga siap memasuki kenormalan baru.
Apapaun namanya, entah itu kenormalan baru atau PSBB transisi, telah membuat dahaga sebagian masyarakat sedikit terobati. Hal ini karena kegiatan sosial, ibadah, dan usaha mulai diizinkan untuk beroperasi secara bertahap, dengan memperhatikan protokol kesehatan.
Alih-alih bahagia, kenormalan baru dan masa transisi PSBB kembali membuat sektor pendidikan kecewa. Karena sektor ini masih belum mendapat porsi perhatian yang cukup dalam pandemi ini. Hal ini dapat dilihat dari kesimpangsiuran mengenai waktu dibukanya sekolah dan tahun ajaran baru untuk tahun 2020-2021.
Protokol yang mengikat dan memberikan ruang diskusi dari berbagai elemen masyarakat tentang kenormalan baru pada dunia pendidikan; juga belum terlihat serius dipikirkan oleh berbagai elemen yang berkepentingan dengan pendidikan.
PAUD dalam Masa Pandemi
Salah satu pendidikan yang paling terdampak oleh pandemi Covid-19 adalah pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Jumlah satuan PAUD ini mencapai 233.646 satuan. Satuan tersebut terdiri dari TK/RA (123.705 satuan), KB (84.716 satuan), TPA (2.952 satuan), dan SPS (22.273 satuan). Pengelolaan PAUD ini 98% dikelola oleh masyarakat dengan melibatkan lebih dari 580.000 pendidik dan tenaga kependidikan. Serta memfasilitasi layanan pendidikan kepada lebih dari 6.500.000 peserta didik.
Tantangan serius terhadap hal ini menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi pemerintah pusat, lewat Kemendikbud dan Pemerintah Daerah Tingkat I dan Tingkat II melalui Dinas Pendidikannya, untuk lebih peka memperhatikan pendidikan anak usia dini di masa pandemi seperti ini.
Karena selain sisi jumlah, tantangan yang perlu dilihat adalah disparitas mutu setiap satuan pendidikan; kompetensi pendidik serta latar belakang wali siswa yang sangat heterogen. Persoalan ini ditambah lagi dengan problema wilayah yang tidak terjangkau layanan internet. Yang gunanya untuk menunjang teknologi digital dalam proses belajar mengajar di era pandemi.
Beberapa kebijjakan memang telah diluncurkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) seperti program “Belajar dari Rumah”. Program ini adalah alternatif belajar di tengah pandemi Covid-19; yang memiliki misi untuk memastikan peserta didik harus mendapatkan kesempatan untuk melakukan pembelajaran di rumah meskipun dalam kondisi darurat. Berbagai panduan pembelajaran dan platform pembelajaran digital; sudah pula diluncurkan oleh berbagai Dinas Pendidikan di Pemerintah Daerah Tingkat I dan II.
Tetapi, dalam menghadapi ketidakpastian dibukanya sekolah, kebijakan radikal perlu dilakukan; untuk mengantisipasi berbagai permasalahan yang menjadi hambatan, dalam proses pendidikan anak usia dini di masa pandemi.
Akses dan Sumber Daya Belajar yang Terbatas
Akses pada teknologi informasi dan platform digital menjadi hal yang sangat dibutuhkan. Terutama dalam pengelolaan pembelajaran pada masa-masa seperti pandemi ini; maka kebijakan yang dapat diberikan adalah pemberian internet gratis kepada orang tua dan guru. Distribusinya dilakukan dengan berbasis pada data sekolah yang ada di Data Pokok Pendidikan atau Dapodik; yang selama ini menjadi sistem pendataan skala nasional yang terpadu, dan merupakan sumber data utama pendidikan di Indonesia.
Suka tidak suka, mau tidak mau, hampir semua orang tua melakukan semacam homeschooling. Karena, sejak diumumkannya pasien kasus Covid-19 dan ditutupnya sekolah, default dalam sistem pendidikan pada era pandemi adalah homeschooling.
Dan pertanyaannya adalah: Sumber daya, dukungan, atau kapasitas apa yang orang tua miliki untuk melakukan homeschooling secara efektif? Menyadari hal ini, kebijakan protokol pendidikan di era pandemi; yang memerlukan pelibatan orang tua dalam proses belajar mengajar pada tataran pendidikan anak usia dini harus benar-benar dijalankan. Sehingga, konsep pendidikan di sekolah dengan pendidikan di rumah yang berbasis homeschooling ini dapat di–satupadukan.
Alokasi untuk Kesejahteraan Guru
Kebijakan yang sangat penting adalah menyangkut kesejahteraan guru. Hal ini mungkin janggal, tetapi harus diingat bahwa ekonomi yang melamban sepanjang 2020 yang dikalkulasikan lebih rendah dari 2,3 persen berdampak pada kapasitas keuangan orang tua.
Sehingga, untuk memangkas biaya operasional yang harus ditanggung orang tua, maka subsidi kepada guru merupakan alternatif yang baik. Dan dapat menjamin keberlangsungan proses pendidikan di era pandemi.
Alokasi anggaran yang dapat diambil untuk menyukseskan kebijakan-kebijakan ini; bisa dilakukan lewat kebijakan dana Bantuan Operasional Sekolah dan Bantuan Operasional Pendidikan. Yang dinaikkan dan diberikan kepada seluruh lembaga PAUD dengan aturan-aturan administrasi dan birokrasi yang luwes dan dinamis.
Anggaran lain dapat dialokasikan dari dana sosial di Kementrian Sosial atau Dinas Sosial di Pemerintah Daerah Tingkat I dan II. Bahkan, alokasi dana kartu pra pekerja yang menjadi polemik kontroversial beberapa waktu terakhir ini; dapat dialihkan untuk subsidi keberlangsungan pendidikan di masa kenormalan baru atau PSBB transisi ini.
***
Pandemi Covid-19 ini mengajarkan kepada kita; bahwa peluang untuk membentuk kembali sebuah sistem pendidikan; yang memiliki kapasitas untuk mewujudkan janji keadilan dan keunggulan dalam pendidikan untuk semua peserta didik, terbuka lebar.
Harapannya, untuk jenjang PAUD, semua anak perempuan dan laki-laki dapat memiliki akses terhadap perkembangan dan pengasuhan anak usia dini; beserta pengasuhan dan pendidikan pra-sekolah dasar yang berkualitas. Sehingga cita-cita agar mereka siap untuk menempuh pendidikan dasar dengan baik dapat tercapai di tahun 2030. Sesuai dengan deklarasi Pemerintah Indonesia bersama 189 negara lainnya, yang menyepakati Deklarasi Sustainable Development Goals (SDGs) Pada tahun 2015.
Editor: Zahra/Nabhan