Seorang kakek dan nenek memiliki seorang anak laki-laki kemudian anak laki-laki tersebut menikah, namun dalam pernikahan ini, dia tidak di karuniai keturunan. Lalu mengangkat dua anak yaitu laki-laki dan perempuan. Keduanya diasuh sampai lulus S-1 lalu dinikahkan. Selang beberapa waktu sang ayah meninggal dunia, dan tidak lama kemudian kakeknya juga meninggal dunia.
Lalu, bagaimana pembagian warisan dari dua peristiwa kematian ini. Apakah anak angkat dapat menerima warisan dari ayah angkatnya ? Apakah anak angkat bisa menduduki kedudukan ayah angkat di kala sang kakek meninggal dunia? Jika dapat warisan, adakah dalilnya? dan jika tidak bagaimana jalan keluarnya ?
Ulasan
Peristiwa Pertama
Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam pasal 174 disebutkan bahwasanya kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari:
- Menurut hubungan darah :
- Golongan laki-laki terdiri dari : ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek.
- Golongan perempuan terdiri dari : ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek.
- Menurut hubungan perkawinan terdiri dari duda atau janda.
Melihat pada ketentuan-ketentuan di atas, anak angkat tidak dapat menerima warisan dari ayah angkatnya karena dia tidak termasuk dalam kelompok ahli waris. Akan tetapi dia bisa mendapatkan bagian dari warisan tersebut dengan jalan wasiat wajibah. Penetapan ini telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 209 ayat 2 : “Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tuanya.”
Berikut ini tata cara pembagiannya:
1. Harta gono gini (bersama) dibagi terlebih dahulu. Separuh bagi si mayit dan separuh lainnya bagi suami/istri.
2. Wasiat wajibah dari harta milik si mayit (ayah angkat) diberikan terlebih dahulu kepada dua anak angkat. Adapun ketentuan pemberian wasiat wajibah adalah sebanyak-banyaknya 1/3. Bagian untuk anak angkat laki-laki adalah 2 : 1 dengan bagian anak angkat perempuan. Hal ini diqiyaskan pada ketentuan bagian anak kandung laki-laki dan perempuan sebagaimana firman Allah :
يُوصِيكُمُ اللهُ فِي أَوْلَادِكُمْ ۖ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنثَيَيْنِ
“Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan” [QS. an-Nisa (4): 11].
Dalam praktiknya, ketentuan di atas bisa tidak diterapkan apabila kedua belah pihak melakukan al-Shulhu (perdamaian). Dengan perjanjian perdamaian ini, pembagian wasiat wajibah dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (anak angkat laki-laki dan perempuan).
- Setelah wasiat wajibah diberikan, sisa harta si mayit dibagikan kepada ahli waris dengan ketentuan sebagai berikut:
- Janda mendapat bagian sebesar ¼ karena si mayit tidak memiliki anak kandung. Firman Allah Ta’ala:
وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِن لَّمْ يَكُن لَّكُمْ وَلَدٌ
“Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak” [Qs. an-Nisa (4): 12]
- Ibu si mayit mendapat bagian sebesar 1/3 dari sisa bagian si janda
فَإِن لَّمْ يَكُن لَّهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ
- “Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. [Qs. an-Nisa (4): 11]
- Ayah si mayit mendapat bagian ‘ashabah (sisa harta)
Kasus Kedua
Anak angkat tidak bisa menggantikan kedudukan ayah angkat (menjadi ahli waris pengganti) karena dia tidak memiliki hubungan darah dengan ayah angkatnya. Dengan demikian, yang menjadi ahli waris dari meninggalnya kakek hanyalah istri si mayit (nenek) dengan ketentuan:
- Harta gono gini (bersama) dibagi terlebih dahulu. Separuh bagi si mayit dan separuh lainnya bagi suami/istri.
- Dari bagian si mayit, janda/nenek mendapatkan ¼ karena kakek tidak memiliki anak (anak sudah meninggal dunia terlebih dahulu).
- Bila kakek tidak memiliki ahli waris yang lain maka sisa dari harta warisan yang telah diberikan kepada nenek dikembalikan lagi ke nenek sebagai radd (sisa harta warisan setelah dibagikan kepada para ashabul furud dan tidak ada sosok kerabat lain sebagai ashabah). Dengan demikian, nenek mendapatkan seluruh harta warisan.
Dalam kondisi seperti ini, cucu angkat bisa mendapatkan peninggalan harta dari kakek angkat dengan jalan pemberian suka rela dari nenek angkatnya berdasarkan firman Allah:
وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ أُولُو الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينُ فَارْزُقُوهُم مِّنْهُ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَّعْرُوفًا
“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir beberapa kerabat, anak-anak yatim dan orang-orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekadarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik” [QS. an-Nisa (4): 8].
Pemberian sukarela ini menurut al-Qur’an dan Terjemahnya terbitan Departemen Agama disebutkan tidak lebih dari sepertiga.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Sumber: Fatwa Tarjih Muhammadiyah No.14 Tahun 2015