IBTimes.ID – Akibat banjir bandang yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dalam beberapa pekan terakhir, pemerintah berencana melakukan evaluasi menyeluruh terhadap perkebunan kelapa sawit yang berasal dari pelepasan kawasan hutan. Salah satu opsi terberat yang muncul adalah mengembalikan lahan-lahan tersebut menjadi fungsi hutan kembali.
Dilansir dari Kompas.com (9/12/2025), rencana restorasi perkebunan kelapa sawit menjadi hutan disampaikan langsung Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid usai rapat koordinasi di Jakarta, Senin (8/12/2025).
“Kami bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sedang mengevaluasi kebun-kebun sawit yang dulunya merupakan kawasan hutan yang dilepaskan. Dengan adanya bencana banjir ini, kemungkinan besar akan ada keputusan ekstrem, yaitu mengembalikan fungsinya menjadi hutan lagi,” ujar Nusron.
Menurutnya, hilangnya daerah resapan air akibat alih fungsi hutan menjadi perkebunan sawit menjadi salah satu penyebab utama banjir semakin parah. Air hujan tidak lagi terserap ke dalam tanah dan langsung mengalir ke permukiman penduduk.
“Solusi terbaiknya adalah revisi tata ruang secara besar-besaran di Pulau Sumatera, terutama di tiga provinsi yang terdampak paling berat,” tambah Nusron.
Ia juga menyebutkan bahwa dari 415 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten/kota di Indonesia, baru sekitar 100 yang sudah selaras dengan Perpres No. 12 Tahun 2025 tentang RPJMN 2025-2029. Pasca-bencana ini, revisi RTRW di Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh dipastikan akan mengedepankan aspek mitigasi bencana.
Selain rencana restorasi hutan, pemerintah juga siap mencabut Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan kelapa sawit yang berada di atas tanah Hak Pengelolaan (HPL) negara guna membangun hunian tetap bagi korban banjir.
“Kami siap melaksanakan arahan Bapak Presiden. Jika masyarakat membutuhkan lahan untuk rumah tetap dan lahan pemerintah daerah terbatas, maka lahan negara yang saat ini berstatus HGU perusahaan sawit akan kami ambil alih,” tegas Nusron.
Presiden Prabowo Subianto sendiri telah menginstruksikan agar segala kendala lahan untuk hunian sementara (huntara) dan hunian tetap (huntap) segera diatasi, termasuk dengan mencabut sementara atau mengurangi luas HGU perkebunan sawit bila diperlukan.
“Ini kepentingan rakyat yang lebih utama. Kalau perlu, HGU dicabut sementara atau dikurangi. Lahan harus ada untuk korban banjir,” kata Prabowo dalam Rapat Koordinasi Penanganan Banjir yang disiarkan melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (8/12/2025).
Presiden juga meminta semua kementerian terkait, termasuk ATR/BPN, KLHK, dan Kementerian PUPR —berkoordinasi penuh dengan pemerintah daerah untuk mempercepat penyediaan lahan. Ia menyarankan penggunaan rumah prefabrikasi agar lebih hemat lahan dan biaya.
Terkait anggaran hunian tetap, saat ini pemerintah masih menggunakan patokan Rp60 juta per unit. Menurut Kepala BNPB Suharyanto, angka tersebut sudah sangat minimal, namun masih memungkinkan untuk diterapkan. Warga penerima bantuan tetap diperbolehkan menambah biaya sendiri untuk meningkatkan kualitas rumah, dengan catatan bantuan pemerintah tidak boleh diberikan dalam bentuk uang tunai.
Banjir besar yang terjadi sejak akhir November 2025 hingga awal Desember ini telah menyebabkan ratusan hingga ribuan korban jiwa (data per 8 Desember 2025) serta merendam puluhan ribu rumah di tiga provinsi tersebut. Pemerintah menyatakan akan melakukan langkah-langkah extraordinary agar bencana serupa tidak terulang di masa depan, termasuk mengembalikan fungsi ekologis hutan yang selama ini terganggu oleh ekspansi perkebunan kelapa sawit.

