IBTimes.ID – Pengadilan Tinggi Jepang menegaskan bahwa larangan pernikahan sesama jenis sudah sesuai dengan konstitusi, Jumat (28/11/2025). Pengadilan Tinggi Tokyo menyimpulkan bahwa ketentuan hukum perdata yang berlaku saat ini yang tidak mengizinkan pernikahan sesama jenis masih wajar dalam situasi saat ini.
Hal ini bertentangan dengan lima putusan pengadilan tinggi sebelumnya di Sapporo, Tokyo, Nagoya, Osaka, dan Fukuoka yang menyatakan bahwa tidak adanya pengakuan hukum atas pernikahan sesama jenis melanggar Konstitusi.
Dengan hal tersebut, Jepang menjadi satu-satunya negara G7 yang tidak melegalkan pernikahan sesama jenis. Namun hal tersebut tampak tidak asing di Asia. Karena di benua tersebut, hanya Taiwan, Thailand, dan Nepal yang melakukan legalisasi pernikahan sesama jenis.
Dalam putusan tersebut, Hakim Ketua Ayumi Higashi mengatakan bahwa sistem perkawinan saat ini bermanfaat dalam mempersiapkan lingkungan untuk membesarkan anak. Ia juga menyebut bahwa wajar untuk menafsirkan “suami dan istri” dalam Konstitusi sebagai laki-laki dan perempuan.
Putusan tersebut juga menyatakan bahwa kebebasan menikah yang dijamin dalam Pasal 24 Konstitusi tidak berlaku untuk pasangan sesama jenis. Pengadilan mencatat bahwa seseorang dapat menikah jika mereka mengubah jenis kelamin resmi mereka.
Karena para penggugat yang berkumpul di luar gedung pengadilan berencana untuk mengajukan banding, Mahkamah Agung diperkirakan akan mengeluarkan keputusan terpadu paling cepat tahun depan.
Sebagaimana dilansir dari Japan Today, delapan penggugat masing-masing menuntut ganti rugi sebesar 1 juta yen ($6.400). Mereka beralasan ketentuan hukum perdata yang tidak mengizinkan pernikahan sesama jenis melanggar hak atas kesetaraan yang dijamin oleh Konstitusi dan jaminan kebebasan menikah.
Pemerintah membantah bahwa ketentuan tersebut inkonstitusional, dengan alasan bahwa Konstitusi mendefinisikan pernikahan sebagai hubungan antara seorang pria dan seorang wanita. Shinya Yamagata, 58 tahun, salah satu penggugat, mengatakan putusan itu “seperti mimpi buruk.”
Kementerian Kehakiman mengatakan bahwa laporan pengadilan telah diterima dan akan “terus memantau perkembangan gugatan tersebut.”
Sementara itu, salah satu penggugat, Shino Kawachi menyebut bahwa putusan pengadilan tersebut sulit dipahami.
“Apa itu keadilan? Kapan pengadilan benar-benar melihat persoalan kami? Apakah mereka mempertimbangkan nasib generasi mendatang?” ujarnya tak lama setelah pembacaan putusan.
Pasal 24 Undang-Undang Dasar yang menjamin kebebasan perkawinan, menyatakan, “Perkawinan hanya dapat dilakukan atas dasar suka sama suka antara laki-laki dan perempuan.”
(FI)

