Perspektif

Pengalaman Nonton “Mekkah I’m Coming” yang Tak Kalah Lucunya

4 Mins read

Setelah melihat status di Facebook Mbak Kalis Mardiasih yang kelihatannya habis nonton film Mekkah I’m Coming bersama suaminya, saya agak tertarik untuk menontonnya. Awalnya saya tidak tahu kalau ada film baru ini. Yang saya tunggu-tunggu adalah film horor KKN Desa Penari. Ditambah caption-nya Mbak Kalis Mardiasih yang menggelitik dengan kata-kata lucunya yang solid, saya jadi benar-benar penasaran.

Pak Iqbal Aji Daryono atau populer dipanggil IAD pun tak kalah membuat saya penasaran. Caption tentang tertipu biro haji itu yang membuat saya terundang untuk menonton. Sebenarnya, sudah dari hari Minggu lalu saya ingin sekali nonton film ini. Namun, tidak ada teman yang menemani. Hal ini membuat saya urung untuk menonton film komedi yang katanya lucunya tuntas ini.

Di tengah-tengah kegabutan skripsi, saya coba scroll story-story teman-teman saya di Whatsapp. Saya menemukan story teman saya yang memposting arena camping lengkap dengan tenda dan suasana yang mendamaikan. Saya cukup suka dengan aktivitas naik gunung. Namun, tidak sering-sering mengabulkan keinginan. Kali ini saya mencoba menawarkan untuk naik gunung awalnya. Namun teman saya ini menolak dengan alasan tidak pernah naik gunung. Akhirnya saya mencoba menawarkan ide dadakan untuk nonton Mekkah I’m Coming di Amplaz Jogja. Teman saya yang tidak kalah gabutnya menerima tanpa menawar sedikit pun.

Perjalanan tak semulus yang saya bayangkan. Daerah ini memang cukup susah untuk akses transportasi. Walaupun banyak akses seperti kereta api, bus dan juga ada bandara baru. Namun jadwal transportasi disini masih terbilang minim. Kereta dengan tarif paling murah hanya ada jadwal pagi, agak siang, dan sore kemudian malam. Bus yang saya kira sewaktu-waktu ada pun ternyata lama dan tidak pasti melewati kota ini.

Alhasil, kita telat jadwal pemutaran film kedua. Karena kebutuhan diri banyak yang belum terlayani. Akhirnya, saya dan teman saya pergi untuk memenuhi kebutuhan diri. Baru saja keluar dari kamar mandi dan meletakkan tas di lantai, saya langsung ditegur sama orang tunawicara di masjid. Dengan isyarat yang tidak masuk akal dan teriak-teriak membuat saya dan teman saya kaget.

Baca Juga  Muhammadiyah Mengharamkan Politik Kekuasaan: Analisa Dokumen PB Muhammadiyah 1937

Saya pun menyimpulkan kita disuruh masukin uang ke kotak. Dua ribuan dua berhasil dimasukkan ke kotak lalu saya masuk ke masjid. Tiba-tiba orang itu membentak saya, kurang lebih kata-katanya begini “Ora keno sholat nang kene!” Dengan bahasa yang kurang jelas dan samar-samar. Saya hanya mengkernyitkan dahi dan melanjutkan aktivitas saya. Seakan tidak puas saya pun ditegur untuk kedua kali. Katanya, urusan sama Yang Maha Kuoso. Saya yang kebingungan hanya clingak-clinguk sambil mbatin, kok yo salah meneh, karepe ki opo. Lalu orang tersebut meninggalkan saya dengan wajah judesnya.

Kami yang tidak hafal jalur Trans Jogja bolak-balik tanya ke orang-orang yang ada di sekeliling terminal. Wajarlah, kata temanku ‘balungan kere’ carinya yang ribet-ribet. Setelah membeli tiket Trans Jogja saya dan teman saya tak lantas jalan. Harus menunggu beberapa jam untuk menaiki Trans Jogja jalur 4A.

Memang kita tidak dioper di halte lain. Tapi yang tadinya perjalanan ke Amplaz hanya 18 menitan kini berubah berjam-jam. Kita dibawa jalan-jalan sampai UGM, UNY, UIN. Sampai badan ini benar-benar lelah dan akan menyerah. Teman saya bolak-balik tanya kapan sampai. Terdengar puluhan kali. Saya hanya menghiburnya dengan sedikit candaan. Sesekali saya menertawakan diri saya sebagai bentuk kebijaksanaan atas kekonyolan dadakan ini. Terkadang terbesit di kepala saya, “ngopo golek sing angel padahal okeh dalan gampang, nge-grab misal” (Kenapa nyari yang susah padahal banyak jalan mudah, nge-grab misalnya). Tidak habis pikir saya.

Hal memalukan pun tidak absen sampai di sini. Nonton di bioskop adalah hal pertama bagi saya. Saya tidak terlalu suka awalnya. Bagi saya, nonton film hanya menghabiskan uang dan waktu. Saya dan teman saya yang kelelahan langsung menduduki kursi tunggu premier. Padahal, yang saya beli itu reguler. Tidak salah lagi, kami ditawari berbagai macam makanan dan ditertawakan. Sakjane yo bayar iso. Ning yo eman-eman. Mbatin.

Dengan muka merah padam, saya menggandeng teman saya ke kursi tunggu reguler. Pandangan banyak orang saya abaikan. Seakan tidak ada orang yang melihat. Saya kerap mengamalkan ajaran ini. Kalau ingin tidak malu di depan umum, anggap saja manusia di sana adalah kambing-kambing. Persis rumus yang diajarkan Pak Lek saya ketika menyuruh saya mengikuti lomba pidato.

Baca Juga  Islam Mana Yang Sebaiknya Kita Pilih?

Beberapa menit berlalu, studio pun dibuka. Rasanya tidak sabar untuk menikmati kerecehan film Mekkah I’m Coming ini. Tayang-tayangan iklan pun terus di putar. Beberapa trailer film pun ikut dipromosikan. Terdengar suara yang tidak asing dari speaker. Yah, ini tidak salah lagi. Film KKN Desa Penari. Ada rasa penasaran campur-campur. Antara takut dan tertawa. Tertawa karena saya kira saya dan teman saya salah studio. Rasa ingin keluar studio pun sudah sampai di ujung. Eh, ternyata hanya trailer. Malu dengan diri sendiri.

Satu.. dua.. tiga.. film Mekkah I’m Coming yang rilis tanggal 5 Maret 2020 ini di disutradarai oleh Jeihan Angga ini diputar.

Film ini menceritakan tentang hubungan Eddy yang diperankan oleh Rizky Nazar dan Eni atau yang diperankan oleh artis cantik Michelle Ziudith terancam kandas, lantaran Eni akan dijodohkan dengan saudagar kaya bernama Pietoyo atau Dwi Sasono. Berkat saran dari Ibunya, yaitu tokoh yang diperankan oleh Ria Irawan, Eddy berhasil merayu orang tua Eni, Pak Soleh atau Totos Rasiti dengan mengatakan akan berangkat haji tahun ini. Faktanya, untuk mendapatkan kuota visa haji resmi, Eddy diharuskan mengantri selama 10 tahun. Rasa kecewa pun muncul. Eddy yang sedang bingung langsung ditawari biro lain yang dapat mengurus haji dengan cepat.

Eddy dipertemukan dengan biro haji abal-abal dari Arab Saudi di tempat yang tidak meyakinkan. Dari sini saja desain ceritanya sudah aneh. Pertemuan dengan biro haji di sebuah diskotik. Dalam pembicaraan mereka dilatarbelakangi dua orang yang sedang pacaran. Sampai segmen ini yang membuat saya ngakak tuntas adalah rokok yang besarnya, na’udzubillah.

Singkat cerita, Eddy yang tertipu dengan biro haji abal-abal itu. Memilih menutupi rasa malunya dengan menjadi pelayan di toko perlengkapan oleh-oleh haji. Kebetulan anak majikan Eddy adalah seorang selebgram yang suka siaran langsung di Instagram. Akhirnya, Eddy ketahuan Eny bahwa dirinya ternyata gagal haji. Keambyaran di sini pun dimulai. Sudah gagal naik haji, gagal menikah pula. Eddy dan Eny kehilangan harapan yang sangat besar. Cinta mereka dipertaruhkan atas nama materi. Namun, yang menarik dari cerita ini, endingnya Eny dan Eddy jadi akad tanpa rencana. Ijab qabul di sebuah bukit yang berseberangan.

Baca Juga  Ketika Islam Menjawab Tegas Teori Absurditas

Penasaran? Silahkan nonton sendiri. Saya tidak bisa menuliskan panjang dan lebar tentang film ini. Lucunya memang sangat tuntas dan solid. Saya ketawa sampai badan saya sakit-sakit. Namun segala kerecehan film ini tidak dapat saya ucapkan dengan kata-kata. Saya hanya bisa menikmatinya, lalu menertawakan.

Pengalaman ini pun tidak kalah lucu dari ceritanya. Entah kenapa saya selalu kebingungan menghadapi realitas dadakan. Saat keluar dari studio, Saya lupa arah jalan pulang. Alhasil, saya hanya muter-muter di sekitar basement, lantai dasar naik lagi lantai satu, kanan kiri dan akhirnya kita tertawa. Malam pun menjumpai kita sejak keluar Amplaz dan menyusuri trotoar. Teman saya terus mananyakan perihal kepulangan, bagaimana caranya? Jelas tiket telah habis. Dengan rasa optimis saya tetap akan kembali ke stasiun. Dan rasa optimis saya tidak mengkhianati. Betul, tiket bandara terakhir masih tersedia.

Melanjutkan perjalanan dengan kereta bandara yang super sepi ini tak kalah horornya dari triler film KKN Desa Penari. Namun, saya dan teman saya yang barangkali sudah seperti Petruk dan Nala Gareng selalu bisa membuat lelucon-lelucon tak bermutu sepanjang perjalanan.

Editor: Arif

3 posts

About author
Ketua Bidang RPK PC IMM Purworejo
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds