Dunia saat ini mengalami kemajuan pesat di segala bidang, terutama teknologi dan informasi. Ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) terus berkembang semakin canggih. Hasilnya kini telah merambah seluruh aspek kehidupan manusia, baik privat maupun publik. Restoran, lembaga pendidikan, perbankan, perusahaan rintisan (startup), hingga financial technology (fintech) kini banyak yang beralih dari tenaga manusia ke alat-alat canggih. Salah satu alat paling populer adalah gadget, berupa laptop, iPad, tablet, atau smartphone. Benda yang awalnya diciptakan untuk mempermudah pekerjaan sehari-hari ini kini justru menjadi salah satu penyebab utama hilangnya fokus remaja di era digital.
Setiap tahun, para ilmuwan dan perusahaan teknologi terus menghadirkan pembaruan pada gadget. Pembaruan ini dilakukan untuk menjawab kebutuhan dan tuntutan zaman yang terus berubah.
Usia Remaja, Usia Emas
Usia remaja adalah periode emas untuk menemukan jati diri sekaligus masa paling penting untuk belajar. Di Indonesia mewajibkan warganya menempuh pendidikan dasar selama sembilan tahun, sedangkan dalam Islam kewajiban menuntut ilmu berlaku seumur hidup—sejak dalam buaian hingga liang lahat.
Namun, kewajiban ini perlahan tergeser oleh kehadiran gadget. Hampir tidak ada hari tanpa gadget bagi anak-anak dan remaja masa kini. Banyak dari mereka memiliki gadget pribadi dan menggunakannya sesuka hati tanpa batasan. Tak jarang mereka rela begadang demi bermain game atau berselancar di media sosial. Padahal, kebiasaan ini jika dilakukan terus-menerus dapat mengganggu kesehatan fisik dan mental, sekaligus merusak proses belajar.
Hilangnya Fokus karena Gadget
Salah satu dampak paling nyata adalah hilangnya fokus. Saat asyik bermain gadget, perhatian remaja terpusat sepenuhnya pada layar. Telinga pun tidak lagi fokus pada suara di sekitar. Secara medis, paparan berlebihan terhadap gadget dapat melemahkan daya ingat dan mengganggu perkembangan otak, termasuk kemampuan menangkap suara melalui indera pendengaran.
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah [2]: 171:
وَمَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا كَمَثَلِ الَّذِي يَنْعِقُ بِمَا لَا يَسْمَعُ إِلَّا دُعَاءً وَنِدَاءً ۚ صُمٌّ بُكْمٌ عُمْيٌ فَهُمْ لَا يَعْقِلُونَ
Artinya: “Dan perumpamaan (orang-orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang meneriaki hewan ternaknya yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu, dan buta, maka mereka tidak mengerti.”
Ayat ini menggambarkan bahwa meskipun indera pendengaran masih berfungsi normal, jika kita melalaikannya, kita termasuk golongan yang merugi. Dalam bahasa Al-Qur’an, “susah fokus” digambarkan sebagai ketidakberfungsian telinga dengan baik”.
Fakhruddin ar-Razi dalam tafsirnya menegaskan peran sentral telinga dalam memperoleh pengetahuan dan menjaga fokus. Ia mengutip beberapa ayat terkait, seperti Al-Baqarah [2]: 75, Al-A‘raf [7]: 179, Al-Hajj [22]: 46, dan An-Nahl [16]: 78. Khusus pada Al-Baqarah: 171, ketidakberfungsian pendengaran disebabkan oleh tiga hal: (1) pengingkaran terhadap kebenaran (kufur), (2) gangguan eksternal—seperti pada remaja masa kini, dan (3) hilangnya fokus mendengar hal-hal yang seharusnya didengar.
Penyebab Hilang Fokus
Menurut ar-Razi, makna dasar “sami‘a” (mendengar) adalah menangkap suara (idrak al-shawt). Proses ini sangat bergantung pada kondisi telinga dan perhatian pendengar. Oleh karena itu, telinga yang tidak berfungsi optimal menjadi tanda hilangnya fokus, terutama pada anak usia remaja yang sedang menentukan masa depannya.
Ar-Razi juga mengklasifikasikan jenis-jenis “mendengar” dalam Al-Qur’an menjadi empat kategori:
- Mendengar tetapi menganggap objek yang didengar tidak penting (QS. Al-Baqarah [2]: 75).
- Mendengar hanya sekadar mendengar, tanpa melibatkan akal atau kehendak memahami (QS. Al-Baqarah [2]: 171).
- Mendengar tetapi lalai, ditambah kebutaan hati (QS. Al-A‘raf [7]: 179 dan Al-Hajj [22]: 46).
- Mendengar dengan penuh perhatian dan keyakinan terhadap wahyu sebagai bentuk syukur dan ketundukan (QS. An-Nahl [16]: 78 dan Taha [20]: 113–114).
Kesimpulannya, QS. Al-Baqarah [2]: 171 menggambarkan orang yang tidak fokus sebagai orang yang enggan mendengar dengan baik atau bahkan mengingkari kebenaran meski telah mendengar. Di kalangan remaja masa kini, gejala ini tampak pada sikap acuh terhadap nasihat orang tua atau guru—seolah tuli terhadap kebenaran.
Solusi agar remaja tetap fokus adalah dengan melatih kemampuan mendengarkan secara aktif, terus mengisi ilmu pengetahuan, dan mengurangi gangguan eksternal, terutama penggunaan gadget yang berlebihan.
Editor: Assalimi

