Perspektif

Penyelesaian Kasus HAM di Indonesia Harus Jadi Perhatian Pemerintahan Baru

2 Mins read

Berbagai kasus Hak Asasi Manusia (HAM) terus menjadi perbincangan nasional. Kasus-kasus ini semakin urgent untuk dibicarakan seiring dengan pergantian wajah pemerintahan baru di negeri ini.

Terpilihnya Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, penyelesaian berbagai kasus-kasus HAM menjadi salah satu PR besar yang penting untuk segera dituntaskan.

Tinta Merah Penyelesaian Kasus HAM Pemerintah Jokowi

Pemerintahan Jokowi menorehkan tinta merah dalam penyelesaian kasus-kasus Hak Asasi Manusia di Indonesia. Banyak kasus-kasus Hak Asasi Manusia yang mangkrak tak tertangani oleh pemerintahan Jokowi.

Bahkan hampir menjelang satu dekade pemerintahannya, komitmen Jokowi dalam menyelesaikan kasus-kasus HAM di Tanah Air tampak begitu suram. Presiden Jokowi tak banyak melakukan gebrakan kencang dalam upaya perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM).

Kasus-kasus HAM Berat seperti Kasus Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II 1998 di Jakarta, Kerusuhan Mei 1998 di lintas provinsi, Wasior 2001 dan Wamena 2023 di Papua Barat, penghilangan orang secara paksa 1997/1998, Talangsari 1989 di Lampung, kasus 1965-1966, penembakan misterius 1982-1985, Simpang KKA di Aceh, Jambu Keupok di Aceh, Pembunuhan Dukun Santet 1998 di Jawa Barat/Jawa Timur, Rumoh Geudong 1989 di Aceh, dan Paniai 2014 di Papua sampai saat ini belum ada satupun yang diselesaikan oleh pemerintah.

Padahal, kata Ahmad Taufan Damanik Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), pihaknya sudah menyerahkan berkas mengenai 12 kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia berat kepada pemerintah.

“12 berkas kasus tersebut merupakan pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu. Presiden Jokowi sebelumnya menyatakan berkomitmen menyelesaikan kasus tersebut,” ucapnya dilansir dari laman Kompas.com pada (21/10).

Baca Juga  Menghadirkan Tuhan Lewat Ingatan Masa Lalu, Mungkinkah?

Hal ini diperkuat oleh laporan Indeks Hak Asasi Manusia 2023 yang dirilis oleh SETARA Institute bersama INFID yang menyebut, dalam sembilan tahun kepemimpinannya, Presiden Jokowi tidak banyak melakukan progresivitas dalam upaya perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan HAM.

***

Survei ini juga melaporkan bahwa Indeks Kemajuan HAM menjelang akhir periode kepemimpinan Jokowi tidak bergerak signifikan. Skor 3,2 yang ditinggalkan Jokowi di periode pertama 2019, justru kembali ditorehkan di satu tahun terakhir masa jabatannya.

Sepanjang empat tahun kepemimpinan Presiden Jokowi di periode kedua, tulis SETARA Institute dan INFID, skor tertinggi yang berhasil dicapai hanya berada pada angka 3,3, yaitu di tahun 2022, naik 0,1 dibandingkan dengan jejak di periode sebelumnya.

Namun di tahun 2023, berbagai peristiwa pelanggaran HAM yang dilakukan secara telanjang oleh negara telah menempatkan skor nasional pada Indeks HAM 2023 menurun dari angka 3,3 di tahun 2022 menjadi 3,2, yakni kembali pada capaian Indeks HAM di tahun 2019.

Terlihat tak ada pergerakan signifikan sama sekali selama hampir satu dekade pemerintahan Jokowi dalam hal dalam perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan HAM di Indonesia.

Tugas Pemerintahan Baru: Menuntaskan Kasus-Kasus HAM yang Mangkrak

Berbagai kasus-kasus HAM yang mangkrak di periode masa jabatan Presiden Jokowi harus menjadi tugas bagi pemerintahan baru yang saat ini duduk jajaran pemerintahan negara.

Pemerintahan nasional baru, dalam hal ini Presiden Prabowo Subianto, diharapkan untuk dapat menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang belum terselesaikan oleh jajaran pemerintahan sebelumnya.

Presiden Prabowo harus bisa memberikan arahan yang jelas kepada jajaran Kabinet Merah-Putih agar menyusun kebijakan strategis dalam penyelesaian kasus-kasus HAM.

Baca Juga  Lockdown Kampung di Jogja

Melalui Menko Hukum dan Ham, Menko Politik dan Keamanan, Menteri Hak Asasi Manusia, dan Jaksa Agung, Presiden Prabowo perlu mengarahkan mereka secara baik dalam strategi penyelesaian kasus-kasus HAM.

Komitmen-komitmen ini penting, sebab Indeks Hak Asasi Manusia merupakan komitmen pemerintah Indonesia dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB).

Indeks HAM adalah cara mudah untuk kita bisa melihat secara nyata pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs).

Jika pemerintahan nasional baru adalah keberlanjutan dari pemerintahan sebelumnya, maka komitmen untuk menuntaskan kasus-kasus HAM di tanah air sudah sepatutnya diteruskan.

Dalam menuntaskan kasus-kasus Hak Asasi Manusia itu, tentu butuh kolaborasi banyak pihak. Baik dari jajaran pemerintah itu sendiri maupun dari elemen masyarakat yang ada, seperti dukungan-dukungan ormas keislaman, dalam hal ini, seperti Muhammadiyah dan NU yang sudah lama berkontribusi besar untuk bangsa ini.

Semoga dengan lahirnya pemerintahan nasional baru mampu membawa angin segar bagi berbagai kasus-kasus HAM yang telah lama tak terselesaikan di Tanah Air.

#INFID
#IBTimes.ID
#GapapaBeda
#KitaBikinInklusif

Editor: Yafaro

Related posts
Perspektif

Pemuka Agama di Era Sosialita: Antara Gila Hormat dan Praktik Komersialisasi Agama

3 Mins read
Belakangan ini, jagat maya dihebohkan oleh aksi Gus Miftah, seorang tokoh yang dikenal sebagai pendakwah flamboyan sekaligus utusan khusus presiden. Dalam sebuah…
Perspektif

Mencegah Fenomena Hipokrisi di Pondok Pesantren

3 Mins read
Pondok (pesantren) secara umum diartikan sebagai lingkungan bersama sistem pembelajaran Islam pada Indonesia dengan edukasi-edukasi keagamaan, bahasa Arab dan seni belajar hidup…
Perspektif

Kecilnya Keterwakilan Perempuan di Tingkat Eksekutif: Komitmen Afirmasi yang Tidak Terealisasi

3 Mins read
Dalam visi misi dan kampanye publik pemilihan presiden kemarin, kita tentu ingat bahwa isu gender masuk ke dalam suatu topik khusus yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds