Indonesia saat ini dikenal sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Pada tahun 2020, sekitar 229 juta penduduk Muslim berada di Indonesia atau berjumlah 13 persen dari total populasi Muslim dunia. Kondisi demikian juga menjadikan Islam sebagai agama yang paling banyak dianut oleh masyarakat Indonesia dengan jumlah lebih dari 80 persen.
Namun, kenyataan tersebut tidak serta merta membuat Indonesia mutlak menjadi negara Islam yang dapat menerapkan hukum Islam secara penuh. Ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945, bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Adapun sistem hukum nasional telah ditetapkan bersumber pada hukum Islam, hukum adat, dan hukum positif.
Meskipun hukum Islam bukan sebagai rujukan tunggal, umat Islam Indonesia masih tetap diberi keistimewaan dengan hadirnya fatwa. Fatwa merupakan istilah yang berasal dari bahasa Arab, yaitu al-Ifta atau al-Fatwa yang berarti pemberian keputusan. Secara umum, fatwa adalah respon atau jawaban oleh para mufti dalam rangka menyelesaikan sebuah problematika dalam hukum Islam.
Dasar hukum fatwa adalah firman Allah Ta’ala: “Dan kami tidak mengutus sebelum engkau (Muhammad), melainkan orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka. Maka bertanyalah kepada orang yang memiliki pengetahuan jika kalian tidak mengetahui.” (QS. al-Nahl (16) : 43).
***
Fatwa ini sangatlah penting bagi umat Islam. Sebab, kondisi dan situasi dari setiap zaman kadang kala berubah-ubah. Sehingga, bukan tidak mungkin akan timbul suatu permasalahan yang membutuhkan jawaban secara cepat. Sebenarnya, melahirkan fatwa tidaklah mudah. Dibutuhkan analisis dan kajian yang mendalam oleh para cendikiawan Muslim dalam merumuskan fatwa tersebut.
Beberapa negara Islam seperti Mesir, Arab Saudi, Kuwait, dan lainnya memiliki lembaga fatwa yang bertugas memberi fatwa terhadap suatu permasalahan. Indonesia pun juga terdapat Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang diberi kepercayaan dalam memberi fatwa terhadap persoalan-persoalan umat Islam. Selama ini, Komisi Fatwa yang berperan menghasilkan produk-produk fatwa MUI.
Hadirnya MUI di tengah-tengah masyarakat Indonesia hingga kini telah dirasakan manfaatnya. Sebagaimana yang diketahui, masyarakat Indonesia cukup sering membutuhkan adanya fatwa dari seorang ulama untuk mendapatkan pencerahan terkait permasalahan yang terjadi. Dalam hal ini, MUI lah yang memiliki kewenangan, walaupun ada juga yang mengambil pendapat fatwa ulama lainnya.
Kedudukan Fatwa di Indonesia
Meski dalam perjalanannya, fatwa sudah menjadi kebutuhan pokok umat Islam, namun tetap saja pada prinsipnya ia bukanlah rujukan utama yang menjadi pijakan dasar negara. Identitas Indonesia yang sudah terlanjur dengan predikat negara hukumnya menjadi alasan utama. Setiap warga negara Indonesia mesti menggunakan hukum positif yang berlaku saat ini sebagai sandaran utama.
Sejatinya, fatwa yang dikeluarkan oleh MUI tidak mesti harus diakomodir ke dalam hukum positif oleh negara. Bila kita lihat, tujuan dari hukum nasional itu sendiri adalah untuk mengayomi dan melindungi semua masyarakat Indonesia. ini berarti ada ras, suku, budaya dan agama berbeda yang mesti diperhatikan oleh negara. Sehingga, hukum tersebut dapat berlaku secara menyeluruh, tidak hanya umat Islam yang notabene adalah mayoritas penduduk di Indonesia.
Disebutkan dalam Pasal 2 Perpres 151/2014 Tentang Bantuan Pendanaan Kegiatan Mejelis Ulama Indonesia, MUI “adalah wadah musyawarah para ulama, pemimpin dan cendikiawan muslim dalam mengayomi umat dan mengembangkan kehidupan yang Islami serta meningkatkan partisipasi umat Islam dalam pembangunan nasional”.
Apakah fatwa MUI merupakan salah satu peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh lembaga negara? Maka jawabannya tidak. Karena, jika kita melihat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, tentu kita tidak akan menemukan fatwa MUI tersebut. Sebagaimana dalam peraturan tersebut, hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia yaitu, UUD NRI 1945, TAP MPR, Undang-Undang/Perppu, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, serta Peraturan Daerah Provinsi/Kabupaten dan Kota.
Fatwa selama ini sering disamakan dengan doktrin atau pendapat para ahli hukum. Doktrin tersebut juga kerap memberi pengaruh besar pada negara, terutama pada pelaksanaan administrasi negara dan proses pengadilan. Negara boleh-boleh saja menggunakan pendapat para ahli, dalam hal ini adalah hakim pengadilan. Para hakim diperkenankan menjadikan pendapat para ahli sebagai pertimbangan dalam memutuskan perkara.
Dari segi kekuatannya, fatwa bersifat tidak mengikat yang wajib diikuti oleh siapapun. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan fatwa dapat diberlakukan mengikat. Status fatwa dinaikkan menjadi sebuah undang-undang dan terlebih dulu harus melalui proses legislasi.
Keistimewaan Fatwa
Posisi fatwa sekalipun bukan menjadi landasan utama negara tetap saja memegang peran penting, terutama dalam memberi masukan kepada negara. Beberapa kebijakan negara yang berhasil dijalankan tak lepas dari peran MUI yang memberi pertimbangan.
Sebagai contoh, kebijakan pemerintah dalam menanggulangi pandemi Covid-19 seperti tuntunan ibadah shalat Jum’at, sholat Idul Firi dan Idul Adha, serta tuntunan beribadah bagi tenaga medis yang menggunakan baju hazmat. Terbaru, MUI telah mengeluarkan fatwa halal terkait vaksin yang hendak diberikan kepada masyarakat. Ini semua menunjukkan betapa sentralnya peran fatwa MUI.
Selain itu, MUI yang merupakan wadah para ulama dan cendikiawan muslim merupakan ‘ujung tombak’ bagi umat Islam dalam memberi bimbingan terhadap berbagai persoalan dan isu kontemporer. Persoalan dan isu tersebut sering kali menimbulkan perdebatan panjang. Di sinilah fatwa MUI hadir memberikan pencerahan dan jalan keluar dari berbagai persoalan tersebut.
Editor: Yahya FR