Peristiwa Sumpah Pemuda Keturunan Arab di Indonesia — Perjalanan bangsa Indonesia menuju kemerdekaan sangatlah panjang. Pada masa lalu, telah banyak peristiwa yang terjadi seiring dengan perjuangan bangsa Indonesia merebut kemerdekaan dari para penjajah. Saking banyaknya peristiwa yang terjadi, semuanya tidak bisa diajarkan secara keseluruhan melalui pendidikan formal (sekolah).
Maka ada beberapa peristiwa penting dalam sejarah Indonesia yang jarang diketahui oleh banyak orang. Contohya seperti sumpah pemuda keturunan Arab pada tahun 1934. Peristiwa bersejarah tersebut, sepengetahuan saya tidak diajarkan di sekolah. Maka wajar saja jika banyak orang yang tidak mengetahui peristiwa tersebut.
Pada tulisan ini, saya akan menceritakan dan menjelaskan peristiwa sumpah pemuda keturunan Arab tersebut. Tetapi saya akan menuliskannya secara ringkas dan tidak terlalu detail. Karena sebenarnya, saya juga agak malas untuk menuliskan suatu sejarah secara panjang dan detail. Ditambah lagi kalau saya menuliskannya secara detail, tulisan ini akan jadi berlembar-lembar dan berjumlah lebih dari 1.000 kata.
Peristiwa Sumpah Pemuda Keturunan Arab
Peristiwa sumpah pemuda keturunan Arab dipelopori oleh seorang pemuda idealis bernama Abdurrahman (AR) Baswedan. Beliau juga merupakan kakek dari Anies Baswedan dan Novel Baswedan.
Peristiwa sumpah pemuda keturunan Arab terjadi pada tanggal 4 Oktober 1934 di Semarang. Peristiwa tersebut juga merupakan peristiwa yang terjadi lima tahun setelah peristiwa sumpah pemuda pada tahun 1928.
Sejumlah kaum muda keturunan Arab mendukung gagasan tanah air Indonesia, dan tidak lagi mengaitkan dengan asal usulnya, yaitu Hadramaut, Yaman. Pada saat itu, Abdurrahman (AR) Baswedan mengumpulkan peranakan Arab dan mendirikan Persatuan Arab Indonesia (PAI), yang mendukung kemerdekaan Indonesia. Pada saat itu, AR Baswedan berusia 27 tahun.
Peristiwa sumpah pemuda keturunan Arab yang dipelopori oleh AR Baswedan, terinspirasi dari peristiwa sumpah pemuda tahun 1928. Peristiwa sumpah pemuda tahun 1928 yang melintasi batas-batas etnik dan agama, berpengaruh pada orientasi kebernegaraan komunitas Arab di Hindia Belanda (nama Indonesia waktu dijajah Belanda).
Peristiwa sumpah pemuda keturunan Arab pada tanggal 4 Oktober 1934 itu memiliki tiga butir pernyataan. Pertama, tanah air peranakan Arab adalah Indonesia. Kedua, peranakan Arab harus meninggalkan kehidupan menyendiri (mengisolasi diri). Ketiga, peranakan Arab memenuhi kewajibannya terhadap tanah air dan bangsa Indonesia.
Pilihan AR Baswedan dan keturunan Arab lainnya untuk meleburkan diri dalam cita-cita bersama bangsa Indonesia melalui sumpah pemuda keturunan Arab, merupakan pilihan yang revolusioner.
Hal tersebut sangatlah wajar untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Karena pada saat itu, pemerintah Kolonial Belanda menempatkan peranakan Arab, Cina, dan Jepang sebagai orang asing kelas kedua, di atas kaum pribumi Nusantara.
Sehingga, terjadilah dikotomi golongan yang menyebabkan sulitnya menjalin persatuan bangsa. Peristiwa sumpah pemuda keturunan Arab juga merupakan penentangan terhadap upaya pemerintah Kolonial Belanda, untuk memisahkan orang Arab di Hindia Belanda dengan kaum pribumi. Pada saat itu, kedatangan orang Arab di Hindia Belanda dianggap membawa ancaman terhadap kekuasaan penjajahan.
Dakwah Islam Pada Masa Hindia Belanda
Sebab, kedatangan orang Arab di Hindia Belanda pada waktu itu juga membawa misi dakwah Islam. Dalam misi dakwah Islam tersebut, terdapat nilai-nilai kebangsaan yang anti kolonialisme dan menentang keras penjajahan. Pada saat itu, orang Arab yang datang ke Hindia Belanda juga dapat berakulturasi, dengan budaya dan kehidupan kaum pribumi. Sehingga, orang Arab mudah diterima oleh kaum pribumi Nusantara.
Karena itulah pemerintah Kolonial Belanda pada saat itu tidak suka dengan kedatangan orang Arab di Hindia Belanda. Pada akhirnya pemerintah Kolonial Belanda melakukan politik enemy yang sangat terkenal, yaitu devide et impera.
Devide et impera merupakan strategi politik pecah belah dan adu domba. Tujuannya adalah mendapatkan atau menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil sehingga mudah ditaklukkan.
Selain menggunakan strategi adu domba, pemerintah Kolonial Belanda juga berupaya menjauhkan orang Arab dari pribumi Nusantara. Pada saat itu, Belanda mendirikan kampung Arab untuk orang-orang Arab yang tinggal di Hinda Belanda. Tujuannya agar pengaruh dakwah Islam yang anti kolonialisme dan menentang keras penjajahan, tidak menyebar secara luas kepada kaum pribumi Nusantara.
Tidak hanya sampai disitu, pengaruh Islam tentang nilai-nilai keadilan dan pendidikan juga dipersempit. Perlakuan-perlakuan Belanda itulah yang mendasari berdirinya Peranakan Arab Indonesia (PAI) dan sumpah pemuda keturunan Arab. Hal tersebut juga membuktikan bahwa orang Arab juga memiiiki rasa nasionalisme kepada bangsa Indonesia.
Rasa Nasionalisme yang Tidak Pandang Bulu
AR Baswedan juga pernah menuliskan tentang peranakan Arab yang sangat berkesan untuk Indonesia. Pada tulisannya tersebut, beliau menuliskan bahwa orang Arab ini di mana mereka berdiri dan lahir, di sanalah tanah air mereka.
Hal tersebut sekaligus menandakan bahwa rasa nasionalisme Indonesia bisa dimiliki oleh semua orang tanpa terkecuali, termasuk dari orang keturunan negara lain. Jadi jangan mudah menuduh orang-orang yang bukan keturunan Indonesia asli anti terhadap NKRI, contohnya seperti menuduh keturunan Arab dan Cina.
Selain itu kita juga tidak usah merasa paling nasionalis terhadap bangsa Indonesia. Karena belum tentu rasa nasionalisme kita dan golongan kita lebih besar daripada rasa nasionalisme orang-orang non-pribumi.
Editor: Zahra