Dalam dokumen kuno yang belum lama ini ditemukan, terdapat nama yang begitu menarik perhatian untuk diulas. Beliau adalah Syekh Lemah Abang. Asal usul beliau tidak telalu jelas dijelaskan. Namun, beliau berasal dari jajaran Walisongo.
Asal Usul Syekh Siti Jenar
Jenar bernama Syekh Abdul Jalil atau Syekh Jabaranta adalah Syekh Datuk Sholeh atau Ali Hasan atau Syekh Abdul Jalil yang berasal dari Cirebon serta memiliki ayah bernama Resi Bungsu.
Syekh Siti Jenar dikenal dengan adanya penyebar bid’ah dan sesat. Julukan wali pada Syekh Siti Jenar ada yang meyakini bahwa termasuk dalam wali kesepuluh. Kekurangannya secara gamblang diutarakan bahwa Syekh Siti Jenar juga termasuk dalam wali yang meninggalkan shalat, puasa Ramadan, haji, serta ibadah-ibadah wajib lainnya (Sunyoto, 2012).
Syekh Siti Jenar bukanlah tokoh fiksi. Ada dua pendapat tentang keberadaan makam Syekh Siti Jenar, pendapat pertama di Desa Balong, dan pendapat kedua di di Masjid Agung Demak (Sartono Hadisuwarno, 2018).
Syekh Siti Jenar dilahirkan di Cirebon pada tahun 829 H. nasabnya bersambung ke Rasulullah dari jalur Imam Husein asy-Syahid yang berasal dari keturunan Sayyidh Fatimah Az-Zahra.
Adanya hubungan darah yang kental yang memiliki hubungan khusus dengan kakek keempatnya yaitu Sykeh Abdul Malik Azmat Khan yang merupakan raja kedua dari kerajaan Nazarab, India Lama. Yang mana, ia dikenal sebagai ulama penyebar agama Islam dan memiliki anak yang bernama Sykeh Abdullah Khan yang menjadi mursyid Tarekat Syathariyah (Sunyoto 2012).
Perkembangan Pesat Dalam diri Syekh Siti Jenar
Syekh Satuk Shaleh dan istrinya pindah ke Cirebon, dalam perjalanan laut selama beberapa Minggu, tiba bersama istrinya di Cirebon pada tahun 1425 M, yakni ketika Syekh Siti Jenar masih di dalam kandungan ibunya yang berusia sekitar 3 bulan.
Dalam kehidupannya kedua orang tua Syekh Siti Jenar berdagang sambil menyebarkan agama Islam kepada masyarakat yang masih meyoritas agama Hindu dan Budha. Kurang lebih setahun bertempat tinggal di Cirebon, Syekh Datu Shaleh wafat pada tahun 1426 ketika Syekh Siti Jenar lahir sekitar usia dua bulan (Sartono Hadisuwarno, 2018).
Selain ibunya, Syekh Siti Jenar Diasuh oleh Ki Danusela dan Pangeran Walangsungsang. Tumbuh di lingkungan pesantren yang banyak belajar ilmu-ilmu Al-Qur’an seperti tajwid, ilmu tafsir, ilmu nasikh dan mansukh, dan lain sebagainya.
Syekh Siti Jenar berhasil menghafal Al-Qur’an saat berusia 8 tahun. Ia juga belajar ilmu-ilmu keagamaan di antaranya; nahwu, sharaf, ushul fiqh, mantik, hadits, mushthalah hadits, dan lain sebagainnya.
Sekitar tahun 1446 M, setelah menimba ilmu-ilmu agama di pesantren Giri Amparan Jati, Syekh Siti Jenar bertekad untuk keluar dari pesantren dan mulai berniat mendalami ilmu sufi (Sunyoto, 2012).
Samsitawratah membimbing Syekh Siti Jenar secara langsung dalam melakukan tirakat berpuasa dan menyepi atau bersemedi. Mengajarkan cara mengosongkan diri dan menyatukan diri dengan alam sekitar yang hidup berdampingan dengan manusia.
Semenjak itulah, Syekh Siti Jenar melihat bayang-bayang aneh di dalam mimpinya. Sampai ia berkembang pesat dalam belajar tarekat. Adanya pengalaman bersama Arya Damar yang memberikan kesan bagi Syekh Siti Jenar yang membuatnya terdorong dan semakin terdorong untuk menemukan Allah (Sunyoto, 2012).
Editor: Yahya FR