Falsafah

Perkembangan Budaya Pengetahuan di Zaman Renaissance

3 Mins read

Abad pertengahan menjadi masa yang begitu penting bagi orang Islam. Ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat. Luas wilayahnya mencapai bidak Eropa. Salah satunya adalah wilayah Andalusia. Kejayaan Islam berlangsung cukup lama hingga sampai pada masa kehancurannya. Dengan kehancuran Islam ini bersamaan dengan zaman Renaissance di Eropa.

Sehingga, daya persaingan setiap individu tidak bisa diragukan lagi besarnya. Tentu tak terlepas pula dari pengetahuan. Seluruhnya bahkan menjadi pengaruh dalam menghadirkan semangat baru. Perkembangan budaya pun menjadi tolak ukur di sepanjang kemajuan hidup.

Renaissance dalam Peradaban Eropa

Secara harfiah, Renaissance memiliki arti revival (kebangkitan kembali). Renaissance dimaknai sebagai masa transisi dari abad pertengahan ke abad modern. Satu-satunya adalah ditandai oleh tingginya apresiasi masyarakat Eropa terhadap tumbuhnya ilmu pengetahuan modern (Faisal Ismail, Sejarah dan Kebudayaan Islam Periode Klasik (Abad VII-XIII M), 304).

Renaissance terjadi pertama kali di Italia, khususnya pada kota perdagangan. Tokoh terkemuka dipegang oleh Leonardo da Vinci, Michael Angelo, dan Nicollo Marchiavelli. Awal Renaissance terjadi setelah perdamaian antara muslim dan Eropa yang disepakati sejak pasca perang Salib. Kedua belah pihak tersebut saling berinteraksi sosial yang membuahkan kemajuan bagi bangsa Barat (Muslih, Relasi Agama dan Sains dalam Pendidikan Islam, 40).

Di satu sisi, perkembangan Renaissance ini menimbulkan dampak perubahan di berbagai sektor yang mengarah pada globalisasi. Lambat laun, di Inggris, Prancis, dan Spanyol justru mengikuti arus Renaissance. Hal ini dipelopori oleh Shakespeare, Spencer, Rabelais, dan Ronsard. Seni musik pun juga turut mendapatkan energi positif bagi kalangan akademisi. Pemikiran manusia pada masa Renaissance pun dapat dikategorikan telah mengalami kemajuaan (Dinar Hakim, Nicclo Marchiavelli: Sebuah Biografi, 13).

Baca Juga  Al-Ghazali, ‘Illat, dan Fleksibilitas Hukum

Urgensitas Para Pemikir terhadap Pengetahuan

Manakala dihitung-hitung, pengetahuan bisa berkembang di era Renaissance, karena banyak terjadinya penemuan-penemuan baru. Bagaimana pun juga, tentu pemikiran manusia juga menyesuaikan diri untuk berkembang. Buah pemikiran yang bersikukuh dalam mencapai kemajuan, hasil usaha diri sendiri lebih diutamakan ketimbang atas dasar campur tangan tuhan (Yophi Nugraha, dkk, Konsep Dasar Keperawatan, 46).

Secara implisit, tentu sudah mengenal metode berfikir ilmiah. Bahkan, menanamkannya pada perkembangan ilmu pengetahuan modern. Di antaranya adalah pengamatan, penyingkiran segala hal yang tidak termasuk dalam peristiwa yang diamati, idealisasi, penyusunan teori secara spekulatif, pengukuran, dan percobaan untuk menguji teori yang didasarkan pada skema matematik (Junihot Simanjuntak, Psikologi Pendidikan Agama Kristen, 07).

Lantaran demikian, penemuan-penemuan yang tercatat pada masa Renaissance (Tazkiyah Basa’ah, Studi Dasar Filsafat, 36-37), yaitu:

  1. Nikolas Kopernikus (1473-1543) yang merupakan ahli perbintangan yang merumuskan tentang alam semesta ini adalah “Heliosentris”.
  2. Johannes Kepler (1571-1630), menemukan 3 macam hukum gerak planet, orbit gerak planet dengan matahari dalam waktu yang sama akan membentuk bidang yang sama luas, dan kuadrat periode planet dalam mengelilingi matahari sama dengan pangkal 3 dari rata-rata terhadap jarak matahari.
  3. Galileo Galilei (1564-1642) menemukan hukum perubahan kecepatan, hukum gravitasi, gerakan pabolis, dan teleskop.
  4. Hugo De Groot (1583-1645) menemukan hukum Internasional.
  5. Nicolo Marchiavelli (1467-1525) menemukan bentuk negara otokratis.
  6. Francis Bacon (1561-1626) merupakan peletak dasar metode induksi modern dan pelopor dalam usaha mensistimatisir secara logis prosedur ilmiah.

Refleksi Budaya Klasik sebagai Kemajuan Pola Hidup

Bilamana diruntut ke belakang, urgensitas kehidupan di zaman Renaissance berorientasi ke dalam budaya klasik di kala era Yunani Kuno.  Mayoritas berkeinginan untuk kembali ke bentuk semula sebagai sistem yang terbilang bebas dan merdeka.

Baca Juga  Bagaimana Filsafat Islam Mendefinisikan Eksistensi?

Oleh karena itu, pembaruan budaya di zaman Renaissnace tidak bernaung pada pemerintahan, apalagi gereja. Melainkan, berkembang dalam lingkungan masyarakat kota yang mempunyai nyali perihal kebebasan.

Esensi dari Renaissance dapat dirumuskan sebagai berikut: di abad pertengahan, nasib manusia di akhirat merupakan pemikiran yang telah dipegang teguh. Sedangkan di zaman Renaissance, orang menjadi yakin bahwa nasib manusia di dunia ini juga harus diperhatikan.

Secara nilai, prinsip Humanisme sangat terbilang jauh lebih dibutuhkan. Karena pada satu titik manusia akan melakukan pembenahan diri bilamana kesulitan selalu menghadang.

Sebut saja dalam konteks rendah hati. Di abad pertengahan, dianggap sebagai budaya utama. Namun, pada zaman Renaissance, formula penghormatan dianggap budaya utama, bilamana memiliki rasa bangga atas kemampuan dirinya sendiri.

Bahkan, dalam suasana keraguan pun orang mencari patokan pada pemikiran seorang pemikir Yunani dan Romawi. Tetapi ada keyakinan bahwa hasil pemikiran klasik tersebut dapat dilebihi dan dilampaui.

Di samping itu, unsur lain dari semangat Renaissance adalah mencintai hal baru. Adapun orang abad pertengahan, pada dasarnya adalah konservatif dan curiga terhadap hal baru, baik di bidang pikiran ataupun di bidang kebudayaan.

Maka dari itu, ide yang membangun relasi sebagai kemajuaan di dalam pola kehidupan, tentu diperlukan sebuah unifikasi ataupun kesadaran untuk saling bersatu, baik dari diri sendiri maupun masyarakat keseluruhan berbasis komunikatif.

Editor: Zulfikar

M. Zulfikar Nur Falah
22 posts

About author
, Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an dan Sains Al-Ishlah
Articles
Related posts
Falsafah

Deep Ecology: Gagasan Filsafat Ekologi Arne Naess

4 Mins read
Arne Naess adalah seorang filsuf Norwegia yang dikenal luas sebagai pencetus konsep “ekologi dalam” (deep ecology), sebuah pendekatan yang menggali akar permasalahan…
Falsafah

Sokrates: Guru Sejati adalah Diri Sendiri

3 Mins read
Dalam lanskap pendidikan filsafat, gagasan bahwa guru sejati adalah diri sendiri sangat sesuai dengan metode penyelidikan Sokrates, filsuf paling berpengaruh di zaman…
Falsafah

Homi K. Bhabha: Hibriditas, Mimikri, dan Ruang Ketiga

4 Mins read
Homi K. Bhabha, salah satu tokoh terkemuka dalam teori pascakolonial, berkontribusi membangun wacana seputar warisan kolonialisme secara mendalam, khususnya melalui konsepnya tentang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds