Perspektif

Perlukah Muhammadiyah Menunda Penggunaan KHGT?

3 Mins read

Diskusi seputar hisab dan rukyat menjadi isu yang menarik setiap menjelang Ramadan. Apalagi dimungkinkan terjadinya perbedaan dalam memulai dan mengakhiri Ramadan.

Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) setelah diputuskan dalam Munas Tarjih ke-32 di Pekalongan dan telah ditanfidz pada Rapat Pleno Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Jakarta akan digunakan Muhammadiyah.

Perlu diketahui bahwa konsep KHGT diadopsi Muhammadiyah dari hasil Konferensi Turki 1437/2016. Kehadiran KHGT diharapkan dapat menyatukan umat Islam sedunia dalam mengawali dan mengakhiri Ramadan. Begitu pula dapat menyatukan peristiwa wukuf dan Idul Adha seluruh dunia.

Bersama Awal Ramadan, Berbeda Awal Syawal

Sepanjang pembacaan dan data yang tersedia awal Ramadan 1446 H kemungkinan akan dilaksanakan  pada tanggal 1 Maret 2025, sebagaimana tertera dalam Kalender Hijriah Indonesia Tahun 2025 H, Kalender Hijriah Global Tunggal 1446, Kalender Ummul Qura, Kalender NRIG Mesir 1446, Almanak PERSIS 1446.

Berdasarkan data 34 Ibu Kota Provinsi di Indonesia yang dikeluarkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) tentang posisi hilal dan matahari pada saat matahari terbenam pada tanggal 29 Syakban 1446 bertepatan hari Jum’at 28 Februari 2025, menunjukkan wilayah yang memenuhi kriteria Neo Visibilitas Hilal MABIMS dengan elongasi geosentrik hanya Banda Aceh.

Sementara awal Syawal 1446 dimungkinkan terjadi perbedaan jika Muhammadiyah menggunakan KHGT. Data posisi hilal dan matahari pada saat matahari terbenam tanggal 29 Ramadan 1446 bertepatan hari Sabtu 29 Maret 2025, menunjukkan posisi hilal di seluruh wilayah Indonesia adalah di bawah ufuk alias minus.

Dengan demikian bulan Ramadan 1446 digenapkan 30 hari (istikmal) dan awal Syawal 1446 jatuh pada hari Senin 31 Maret 2025, sedangkan menurut KHGT pada hari Sabtu 29 Maret 2025  di Los Angeles sudah memenuhi kriteria KHGT sehingga awal Syawal 1446 H jatuh pada hari Ahad 30 Maret 2025.

Baca Juga  Radikalisme dan Sikap Pemerintah yang Membingungkan

Namun jika Muhammadiyah sementara tetap menggunakan wujudul hilal, maka kebersamaan Idul Fitri 1446 H dapat diwujudkan karena menurut Wujudul Hilal pada Sabtu 29 Maret 2025 belum memenuhi.

Muhammadiyah: Antara KHGT atau Wujudul Hilal

Pada kondisi seperti ini, apakah Muhammadiyah akan tetap mengimplementasikan KHGT atau mempertimbangkan kemaslahatan dengan menggunakan wujudul hilal demi persatuan umat?

Muhammadiyah selama ini menggunakan kriteria wujudul hilal, yang menetapkan awal bulan ketika posisi hilal sudah berada di atas ufuk tanpa memperhitungkan visibilitas aktual hilal. Ini memungkinkan penetapan awal bulan secara pasti berdasarkan hisab, tanpa memerlukan konfirmasi dari rukyat.

Di sisi lain, Kalender Islam global yang dihasilkan dari pertemuan internasional di Turki dan pendekatan neo-visibilitas hilal MABIMS mengandalkan kriteria yang mempertimbangkan kemungkinan hilal terlihat. Jika ketinggian dan elongasi hilal belum memenuhi kriteria visibilitas, maka bulan belum dianggap dimulai.

Kalender Islam global secara teknis diupayakan agar dapat menyatukan penentuan hari besar bagi seluruh umat Islam di dunia, tetapi implementasinya masih memerlukan penerimaan oleh berbagai ormas di tingkat lokal. Karena perbedaan kriteria yang digunakan, jika Muhammadiyah beralih menggunakan KHGT, awal Syawal 1446 dapat berbeda dari hasil yang diperoleh dengan kriteria wujudul hilal. Sehingga, Ramadan berakhir lebih awal sesuai perhitungan KHGT, yang bertentangan dengan kalender pemerintah atau ormas lain di Indonesia.

Muhammadiyah Perlu Menunda Penggunaan KHGT

Langkah Muhammadiyah untuk menggunakan KHGT akan menguatkan posisinya dalam mendukung persatuan umat global, tetapi juga bisa menimbulkan tantangan domestik terkait penerimaan publik dan keragaman pendekatan di Indonesia.

Bagi mayoritas muslim, perbedaan dalam mengakhiri Ramadan dapat membingungkan dan menghambat upaya persatuan dalam merayakan Idul Fitri bersama-sama. Penggunaan KHGT oleh Muhammadiyah harus dikoordinasikan secara hati-hati dengan pemerintah dan ormas lain untuk meminimalisir dampak negatif pada jamaah.

Baca Juga  Kalender Islam Global di Mata Muslim Eropa

Supaya potensi perbedaan ini dapat diminimalisir, Muhammadiyah bisa mempertimbangkan beberapa langkah, yaitu;

Pertama, Menunda Penggunaan KHGT Secara Bertahap. Muhammadiyah dapat mulai mengedukasi jamaah tentang pentingnya Kalender Islam global, tetapi menunda implementasi penuh hingga masyarakat lebih siap. Misalnya implementasi penuh dimulai ketika peringatan 1 Abad Majelis Tarjih disertai launching secara resmi penggunaan KHGT dengan menghadirkan negara-negara sahabat. Hal ini memberikan waktu bagi seluruh pihak untuk mempertimbangkan manfaat persatuan dalam kalender Islam global.

Kedua, Kolaborasi dengan Pemerintah dan Ormas lain. Muhammadiyah bisa berdialog dengan pemerintah dan ormas lain untuk menjelaskan rasionalisasi penggunaan KHGT serta potensi manfaat jangka panjangnya. Membangun kesepakatan bersama dapat mengurangi kemungkinan perbedaan dalam mengakhiri Ramadan, sehingga KHGT dapat diterima secara bertahap di Indonesia.

***

Dalam konteks menjaga kebersamaan dan kemaslahatan umat, menunda penggunaan KHGT untuk sementara dan tetap berpegang pada wujudul hilal adalah langkah strategis yang menghargai realitas di Indonesia, di mana masyarakat umumnya lebih menginginkan kebersamaan dalam perayaan Idul Fitri. Pendekatan ini memungkinkan Muhammadiyah untuk tetap berperan dalam menjaga harmoni sosial sebagaimana spirit Manhaj Tarjih sambil secara perlahan mempersiapkan umat menuju sistem kalender yang lebih seragam di masa mendatang.

Langkah ini juga mencerminkan fleksibilitas Muhammadiyah dalam mendukung persatuan umat, sebagaimana dicita-citakan K.H. Ahmad Dahlan, tanpa harus langsung menerapkan perubahan yang bisa memicu perbedaan signifikan.

Selain itu, penundaan sementara ini memberi ruang bagi Muhammadiyah untuk berkolaborasi dengan pemerintah dan ormas lain dalam memperkenalkan KHGT secara bertahap. Dengan demikian, kalender Islam global dapat diterima lebih mudah oleh masyarakat luas jika suatu saat akan diimplementasikan secara penuh.

Keputusan ini sangat bijaksana, karena mempertimbangkan kemaslahatan umat di masa sekarang tanpa mengabaikan visi jangka panjang dalam mewujudkan Kalender Islam global.

Baca Juga  Tradisi Baru Lebaran: Hampers, Silaturahim Online, dan Aplikasi THR

Wa Allahu A’lam bi as-Sawab.

Editor: Soleh

Avatar
46 posts

About author
Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ketua Divisi Hisab dan Iptek Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dan Direktur Museum Astronomi Islam.
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds