Perspektif

Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Masa Depan

3 Mins read

Pendidikan adalah kemampuan mendengarkan semua hal, tanpa kehilangan kesabaran dan kepercayaan diri – Robert Frost

Sebagai sebuah institusi pendidikan, Pondok Pesantren memiliki sistem pendidikan yang unik. Sistem pendidikan di Pondok Pesantren berbeda dengan sistem pendidikan konvensional lainnya. Pesantren memiliki satu sistem pendidikan yang holistik. Robert Frost benar, pendidikan di Pondok Pesantren adalah kesabaran untuk mendengarkan semua hal—seperti hidup itu sendiri.

Dalam buku Biografi Gus Dur, Greg Barton memotret lanskap kehidupan Gus Dur sebagai sosok santri yang memiliki kesabaran yang banyak mendengar tentang pesantren sebagai tempat dia bertumbuh menjadi sosok intelektual, sampai dengan menjadi Kiai dan Presiden yang memiliki kiprah yang luas di Indonesia maupun di dunia internasional. Keistimewaannya sebagai anak Kiai tidak menghentikan semangat kritisnya belajar di pesantren. Gus Dur memahami dan mengaktualisasikan apa yang didapat di pesantren dengan menyerap dan mengilhami ajaran Islam dengan kacamata kritis.

Pendidikan di pesantren menggunakan metode atau model pendidikan dari bangun tidur sampai tidur lagi. Dalam pendidikan yang holistik itulah, dialog, interaksi, sampai dengan mendengar segala aktifitas serta keseluruhan sistem di Pondok akan turut serta membentuk “santri” yang belajar di pesantren.

Kehidupan yang lekat dengan kehidupan atau tradisi agama, pembiasaan ibadah dan juga belajar kitab telah membentuk santri dalam dunia “kosmologi Islam”. Dunia itu turut serta mempengaruhi santri dalam kehidupannya mendatang. Meskipun pesantren memiliki batas waktu belajar, dalam batas waktu itulah, santri akan memberikan pengalaman, pembelajaran dan membagi dampak yang diperoleh dari sistem pendidikan di “pesantren.”

Model Pendidikan yang Terlibat

Dalam sistem pendidikan pesantren, pesantren bukanlah institusi tunggal. Dari segi historis, pesantren memiliki akar kuat di dalam masyarakat Indonesia. Nurcholish Madjid menulis dalam bukunya Bilik-Bilik Pesantren (1997) Ia menulis, “Dari segi historis, pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia (indigenous). Lebih lanjut Cak Nur mengatakan bahwa sistem pendidikan yang mirip pesantren ini telah ada sejak zaman Hindu-Budha.

Baca Juga  Musik: dari Terapi Penyembuhan hingga Ritual Keagamaan

Pendidikan pesantren bergantung pada sosok Kiai. Kiai mulanya adalah sosok pendakwah. Karena dakwahnya disukai, kemudian masyarakat berinisiatif untuk membangun tempat belajar (pondok). Setelah itu, Kiai tinggal di pondok dan berkeseharian di pondok. Setelah pondok jadi, datanglah santri dari berbagai desa lain yang datang dan hendak berguru padanya. Dengan banyaknya santri yang datang akhirnya memerlukan gedung atau ruangan yang memungkinkan santri bisa belajar kepada Kiai dengan lebih leluasa. Dalam pembangunan pondok itulah, Kiai didukung dan dibantu dengan masyarakat. Inilah potret relasi yang tidak terpisahkan antara pesantren dengan masyarakat luas.

Dalam hubungan yang intim antara pesantren dengan masyarakat, atau sebaliknya, pesantren adalah model pendidikan yang terlibat. Saat masyarakat membutuhkan pesantren, maka santri dilibatkan dalam kegiatan masyarakat. Dalam acara panen di desa, kegiatan masyarakat, acara adat dan aneka kegiatan lainnya. Di sini, santri tidak hanya belajar sepanjang hari, tetapi juga turut serta membantu kegiatan masyarakat. Inilah makna sebutan Cak Nur bahwa pesantren memiliki makna keaslian Indonesia (Indigenous).

Sistem pendidikan di Pondok Pesantren dibangun dan dibentuk oleh keterlibatan. Pendidikan adalah sebuah keterlibatan para santri baik dalam urusan kemandirian, kepedulian dan juga pendidikan perkaderan maupun kepemimpinan. Di Pondok Pesantren dilatih untuk melakukan semua aktivitasnya sendiri dari bangun tidur sampai tidur lagi.

Pondok Pesantren juga mengajarkan kemandirian melalui kepemimpinan di Pondok Pesantren. Mereka para santri dituntut dan diajak untuk mendidik diri melalui keterwakilan pengurus asrama, Pembina asrama sampai dengan mudir atau Kiai di Pondok Pesantren. Para santri dituntut untuk menghormati para pemimpinnya baik Pembina asrama, sampai dengan Kiai atau Mudir pondok pesantren.

Santri juga diajak untuk mengelola, mengatur dan mengurus kegiatannya sendiri melalui organisasi pelajar di Pondok Pesantren. Melalui organisasi dan pengurus santri itulah santri diberi kewenangan lebih dan penuh dalam Menyusun, merencanakan dan berkegiatan sesuai dengan kemampuan, dan juga kemandirian para santri.

Baca Juga  Menjadi Perempuan Haruslah Cerdas dan Berkarakter

Pesantren Mengajarkan Pedagogi Kritis

Pendidikan pesantren secara tidak langsung sejatinya mengajarkan pendidikan kritis. Pendidikan kritis itu didasarkan pada hadap masalah ala Paulo Freire. Santri yang gelisah, memiliki masalah baik masalah pribadi maupun masalah keilmuan dianjurkan untuk langsung bertanya dan menemukan jawaban dari para-Kiai.

Pesantren mendidik santri terlibat dalam urusan kesadaran berpengetahuan. Artinya, pendidikan tidak lahir dari atas ke bawah, tetapi dari kesadaran santri untuk belajar, untuk menimba ilmu dan sadar untuk menemukan ilmu dari para Kiai dan pengajarnya.

Santri juga bisa belajar secara mandiri dari kehidupan secara holistik di pesantren itu sendiri. Pendidikan di Pesantren tentang tata cara pengelolaan keuangan, manajemen santri, pendidikan atau kurikulum kepesantrenan, sampai dengan pendidikan kewirausahaan di Pesantren adalah ilmu yang bisa diserap santri.

Dengan perangkat, piranti dan sistem kurikulum di pesantren itulah pesantren diharapkan menjadi lembaga pendidikan masa depan. Para santri yang telah lulus pesantren, diharapkan mampu menghadapi dunia dakwah yang semakin kompleks serta secara pribadi terus mengasah diri dan mengembangkan ilmu yang didapat dari pesantren untuk masyarakat, bangsa dan negara.

Editor: Soleh

Avatar
35 posts

About author
Pegiat Literasi
Articles
Related posts
Perspektif

Tidak Bermadzhab itu Bid’ah, Masa?

3 Mins read
Beberapa waktu lalu, ada seorang ustadz berceramah tentang urgensi bermadzhab. Namun ceramahnya menuai banyak komentar dari berbagai kalangan. Ia mengatakan bahwa kelompok…
Perspektif

Psikologi Sosial dalam Buku "Muslim Tanpa Masjid"

3 Mins read
Dalam buku Muslim Tanpa Masjid, Kuntowijoyo meramalkan pergeseran signifikan dalam cara pandang umat Islam terhadap agama dan keilmuan. Sekarang, ramalan tersebut semakin…
Perspektif

Paradoks Budaya Korupsi Masyarakat Religius

2 Mins read
Korupsi yang tumbuh di masyarakat yang dikenal religius memang menjadi paradoks. Di masyarakat yang memegang teguh nilai-nilai agama, mestinya kejujuran, integritas, dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds