Fatwa

Pohon Khuldi dan Dosa Warisan

1 Mins read

Tanya:

Dalam Surat Al-Baqarah ayat 35, ada kalimat yang artinya “jangan mendekat pohon itu”, apakah maksudnya pohon khuldi seperti diterangkan oleh para muballigh yang sering kita dengar? Dalam pada itu, apakah dalam Islam ada dosa warisan? Mohon penjelasan. Terima kasih. (Penanya: L. Ahmadi Y. Jl. Jend. Sudirman 60, Ambarawa, Jateng).

Jawab:

Mengenai kata “pohon” dalam ayat 35 Surat Al-Baqarah adalah pohon yang dilarang Allah untuk didekati Adam dan isterinya. Selanjutnya, ayat 36 Surat Al-Baqarah sebagai lanjutan ayat tersebut menerangkan bahwa Setan menggoda Adam dan isterinya yang berakhir dengan dikeluarkan Adam dari surga. Ayat-ayat lain menjelaskan bagaimana Setan menggoda Adam dan Hawa, seperti antara lain tersebut dalam Surat Al-A’raaf dan Surat Thaha.

Ayat 20 Surat Al-A’raaf dapat dikemukakan di sini artinya: “Lalu Setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka, yaitu auratnya dan Setan berkata: “Tuhan kamu tidak melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi Malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal (dalam surga).”

Dalam ayat 120 Surat Thaha disebutkan pohon itu pohon Khuldi, sebagaimana dapat kita ikuti arti ayat tersebut. “Lalu Setan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan kata: “Hai, Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dari kerajaan yang tidak akan binasa?”

Mengenai dosa asal atau dosa warisan, tidak dikenal dalam Islam. Karena menurut agama Islam, manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah belum menanggung dosa. Sebagaimana dapat kita baca ayat 37 Surat Al-Baqarah bahwa Allah telah menerima taubat Adam yang berarti Adam tidak berbuat dosa lagi, sehingga keturunan yang dilahirkan pun pada waktu lahir tidak membawa dosa. Karena dalam Surat An Najm ayat 38 dan 39 dinyatakan bahwa manusia tidak akan mendapat sesuatu kecuali apa yang diperbuat, tentu yang dimaksud baik pahala maupun dosa. Sedang anak kecil, dalam hal ini bayi lahir, belum berbuat yang dapat dikualifikasikan perbuatan dosa, sesuai dengan Hadits Nabi riwayat Abu ya’la, Ath-Thabarany, dan Al-Baihaqy dari Al Aswad bin Sari’ yang berbunyi: “Tiap-tiap bayi itu dilahirkan dalam keadaan fitrah.” Hadits ini menurut penilaian As-Suyuthy shahih. Dengan demikian, jelas bahwa manusia lahir tidak menerima dosa warisan.

Baca Juga  Pentingnya Peran Ahli Waris Pengganti

Sumber: Tim Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Fatwa-fatwa Tarjih: Tanya Jawab Agama 1.

Editor: Arif

Related posts
Fatwa

Meluruskan Bacaan Takbir Hari Raya: Bukan Walilla-Ilhamd tapi Walillahilhamd

1 Mins read
IBTimes.ID – Membaca takbir ketika hari raya merupakan salah satu sunnah atau anjuran yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Anjuran tersebut termaktub di…
Fatwa

Menggibahi Orang Lain di Group WhatsApp, Bolehkah?

2 Mins read
Di era banjirnya informasi yang tak dapat terbendungkan, segala aktivitas manusia nampaknya bisa dilacak dan diketahui dari berbagai media sosial yang ada….
Fatwa

Fatwa Muhammadiyah tentang Tarekat Shiddiqiyyah

4 Mins read
IBTimes.ID – Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, tarekat adalah jalan, cara, metode, sistem, mazhab, aliran, haluan, keadaan dan atau tiang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds