Perspektif

Potret Hubungan Harmonis antara Muslim dan Yahudi di Jerman

4 Mins read

Berbicara kaum Yahudi, khususnya di Indonesia, merupakan pembicaraan yang agak sensitif. Kenyataan ini bukan tanpa alasan, ada banyak faktor yang mempengaruhinya sehingga pembicaraan mengenai Yahudi selalu dipenuhi dengan kecurigaan.

Salah satu faktornya adalah “kelakukan” sebagian kaum Yahudi di Israel terhadap bangsa Palestina. Faktor ini belum lagi ditambah oleh sejumlah wacana keislaman yang bias dan disalahpahami oleh kaum Muslim itu sendiri.

Sumanto Al-Qurtuby dalam buku Bintang Daud di Jazirah Arab (Relasi Politik Nabi Muhammad dengan Yahudi di Madinah) karya Khoirul Anwar tahun 2018, mengatakan bahwa sering kita mendengar dan membaca slogan-slogan yang digaungkan oleh sejumlah kelompok muslim atau parpol yang mengatasnamakan Islam bahwa Yahudi sama dengan Zionisme. Pernyataan ini jelas tidak akurat dan bernuansa propaganda.

Bahwa sikap politik rezim Zionisme terhadap Palestina yang arogan harus dikritisi, itu benar. Tetapi menganggap semua Yahudi itu pendukung gerakan Zionisme, jelas merupakan sikap yang tidak akurat. Menganggap semua orang Yahudi mendukung pencaplokan atas Palestina juga salah kaprah. Banyak warga Yahudi (baik elit maupun kelas bawah) baik di Israel maupun di luar Israel yang menentang Zionisme dan melawan kekerasan rezim Israel terhadap Palestina (Anwar, 2018).

Sejarah Hubungan Islam dan Yahudi

Hubungan Islam dan Yahudi di dalam sejarahnya memang penuh dengan dinamika. Dalam sejarah garis keagamaan, hubungan Islam dan Yahudi terjadi karena kedua agama ini mempunyai latarbelakang yang sama. Berasal dari Tuhan Yang Maha Esa melalui garis panjang kenabian. Umat Yahudi dan Islam sama-sama percaya kepada Nabi Ibrahim atau Abraham dalam sebutan mereka, yang merupakan jalur asal-usul Yahudi, Nasrani, dan Islam.

Orang Yahudi dan Nasrani adalah keturunan Ibrahim dan Sarah melalui Ishaq. Orang Islam pun demikian halnya dari Ibrahim dan Hajar melalui Ismail. Tetapi seiring perkembangan waktu, kedua agama ini, yaitu Islam dan Yahudi, banyak mengalami persinggungan konflik.

Baca Juga  QS Al-'Ankabut Ayat 46: Landasan Dialog Lintas Agama

Konflik yang terjadi dengan kaum Yahudi di masa Rasulullah lebih banyak disebabkan oleh faktor politik dan ekonomi dibandingan dengan faktor agama.

Menurut Ismail al-Faruqi, Islam pada dasarnya tidak menentang Yahudi. Sebagaimana diriwayatkan Aisyah r.a yang meriwayatkan, “Suatu ketika kelompok Yahudi masuk menemui Rasulullah, dan berkata ‘as-saaam ’alaik’ (as-saam: kecelakaan dan kematian. ‘alaik: untukmu).”

Aisyah berkata, “Aku paham apa yang mereka katakan, maka aku pun menjawab, wa’alaikumus saamu walla’na (kematian dan laknat atas kalian)”. Tetapi Rasulullah menyela, “Pelan-pelan wahai Aisyah, karena Allah itu menyukai kelembutan dalam semua perkara. Aisyah berkata, “Wahai Rasulullah, apa engkau mendengar apa yang mereka katakan? Rasulullah berkata, “Sungguh aku telah menjawab wa’alaikum”.

Tampaknya, di sini Rasulullah mempermudah permasalahan dan berkata wa’alaikum. Maksudnya kematian adalah perkara yang berkenaan dengan kita semua, sebab kita pasti mati (Haris, 2016).

***

Menyimak riwayat di atas, menjadi jelas bahwa hubungan Islam dan Yahudi di masa Rasulullah berlangsung secara toleran. Bahkan selama berdakwah, Rasulullah mendapat bantuan dari orang Yahudi. Pada perang Uhud, Nabi Muhammad secara terang-terangan meminta bantuan kepada orang Yahudi, khususnya Yahudi Bani an-Nadlir.

Kendati Bani an-Nadlir secara umum tidak membantunya karena bertepatan dengan hari Sabat, namun ada salah satu pemuka Yahudi yang ikut terlibat, yakni Mukhairiq. Mukhairiq adalah pendeta Yahudi yang pintar, kaya, dan memiliki kebun kurma yang sangat luas.

Mukhairiq simpati dengan Nabi Muhammad hingga ketika Nabi Muhammad hendak melakukan peperangan melawan orang-orang Quraisy di Uhud yang bertepatan dengan hari Sabat, Mukhairiq menyerukan kepada kaumnya, “Wahai orang-orang Yahudi, demi Allah sesungguhnya kalian tahu bahwa menolong Muhammad bagi kalian adalah suatu kewajiban”. (Anwar, 2018).

Hubungan Islam dan Yahudi di Jerman

Islam dan Yahudi di Jerman merupakan agama yang minor. Tetapi di balik minoritas itu, justru tertanam rasa solidaritas yang tinggi. Monika Bunk, seorang Yahudi yang berprofesi sebagai ahli teologi dan Bilal El-Zayat, adalah muslim yang berprofesi sebagai dokter bedah pada tahun 2014.

Baca Juga  Ignaz Goldziher: Orientalis Yahudi anti-Zionisme dan Pakar Bahasa Arab

Ia diminta berperan sebagai mediator untuk mencegah konflik di Timur Tengah. Dari mediasi itu, lahirlah sebuah komunitas bernama Gemeinsam e.V Marburger Gemeinschaft fur Judisch-Muslimischen (Masyarakat Marburg untuk dialog Muslim-Yahudi) di Marburg, Jerman.

Komunitas Islam Marburg beranggotakan sekitar 5.000 orang dan beberapa anggotanya adalah warga Palestina dari jalur Gaza. Kepercayaan anggota asosiasi Muslim-Yahudi ini telah tumbuh dari waktu ke waktu.Terlepas dari banyaknya perbedaan pendapat, ada penyebab yang membuat asosiasi ini kokoh dan bertahan, yaitu hidup bersama secara damai di Marburg, Jerman. Hal utama dan terpenting adalah motto asosiasi ini, yaitu Muslim dan Yahudi memiliki lebih banyak kesamaan daripada yang memecah belah.

Bahkan dalam interaksi sosial di antara dua agama ini begitu cair, hal ini terbukti ketika 20 anggota komunitas Yahudi yang beranggotakan 320 orang di Marburg menghadiri upacara peresmian masjid baru di kota itu. Sebagaimana dikatakan oleh Bilal El-Zayat bahwa Muslim di Jerman harus menyadari bahwa kemitraan dengan orang Yahudi di negara ini dapat membantu kami dan itu berlaku juga sebaliknya (Pieper, 2021).

Solidaritas sosial di antara kedua agama ini berlanjut ketika tepatnya 9 Oktober 2019, tercermin dari kisah Ismet Tekin, seorang Muslim pengusaha kebab. Pada hari Yom Kippur, atau hari penebusan dosa bagi kaum Yahudi, seorang pria neo-Nazi menyerang toko kebabnya.

Bahkan pria ini juga berusaha untuk membom sinagog, tetapi berhasil dicegah. Akibat aksi pria neo-Nazi ini, beberapa kerugian dialami oleh Ismet Tekin, usahanya untuk mendapat bantuan pemerintah Jerman gagal. Hal itu disebabkan karena Ismet tidak menjadi korban serangan itu sehingga tidak berhak mendapatkan kompensasi sebagaimana undang-undang yang berlaku di Jerman.

Baca Juga  Wunsdorf, Masjid Pertama di Jerman Pada Era Perang Dunia I
***

Tetapi kerugian yang dialami oleh Ismet Tekin ini, pada akhirnya tidak luput dari perhatian sejumlah mahasiswa Yahudi di Jerman, melalui asosiasi mahasiswa Yahudi di Jerman, mereka menggalang dana lewat GoFundMe dan berhasil mengumpulkan lebih dari $40 ribu jauh lebih banyak dari target awal, yakni $8.000. Tidak hanya asosiasi mahasiswa Yahudi di Jerman yang mengulurkan bantuan, komunitas Yahudi di Halle juga menawarkan bantuan dengan menawarkan voucher belanja seribu kebab di kedai Ismet.

Sungguh sebuah sikap solidaritas yang baik dan toleran. Sebagaimana dikatakan oleh Ismet Tekin bahwa, “Kita bersama-sama sebagai imigran, tanpa memandang ras dan agama, menentang diskriminasi. Masyarakat Jerman pada umumnya juga menghargai keberagaman dan menentang diskriminasi” (Voa, 2021).

Bahkan di hari peringatan holocaust (pemusnahan kaum Yahudi) pada tahun 2017, sebuah organisasi nirbala yang berbasis di New York bernama I Am Your Protector, menggelar pameran berisikan cerita soal umat Muslim yang berani mengambil resiko untuk menyelamatkan orang Yahudi dari persekusi selama Perang Dunia II. Tak sedikit orang Yahudi selamat akibat pertolongan dari pahlawan-pahlawan yang tak terduga, salah satunya dari saudara umat Muslim.

Daftar Referensi

Anwar, K. (2018). Bintang Daud di Jazirah Arab (Relasi Politik Nabi Muhammad dengan Yahudi di Madinah). Semarang: eLSA Press.

Haris, M. (2016). Sejarah Hubungan Yahudi dan Islam. Tasamuh: Jurnal Studi Islam .

Pieper, O. (2021, Mei 24). Orang Yahudi dan Muslim di Jerman Temukan Solusi Hidup Damai. Retrieved from Dw.com.

Voa. (2021, Mei 30). Komunitas Yahudi di Jerman Gotong Royong Bantu Pengusaha Muslim. Retrieved from voaindonesia.com.

Editor: Yahya FR

Dimas Sigit Cahyokusumo
20 posts

About author
Alumni Pascasarjana Studi Perdamaian & Resolusi Konflik UGM
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds