Opini

Privatisasi Masjid dan Umumisasi Fasilitas Komersil

2 Mins read

Seorang pemuda menjadi korban pengeroyokan saat hendak istirahat di Masjid Agung, Kota Sibolga, Sumatera Utara Jumat (31/10/2025). Fenomena ini menambah daftar panjang, tidak baiknya tata kelola manajerial ke-Masjid-an di sebagian besar wilayah Indonesia.

Masjid adalah salah satu fasilitas publik (marāfiq al-ummah) yang seringkali diprivatisasi oleh sebagian kelompok yang merasa “memiliki” fasilitas tersebut. Ketika masjid hendak dibangun, pengelola mengundang donatur di mana-mana, bahkan tidak jarang, sampai meminta sumbangan di jalan-jalan. Namun ketika masjid itu berdiri, beberapa masjid tertutup rapat dan kadang hanya dibuka menjelang waktu shalat. Alasan klasiknya, menjaga fasilitas ummat dari pencurian dan lainnya.

Mari bandingkan dengan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang sebagian dikuasai perseroan. Fasilitas Mushallahnya terbuka setiap saat. Ditambah lagi dengan fasilitas kamar mandi dan fasilitas lainnya. Inilah agaknya yang menjadi dasar, orang lebih senang istirahat dan shalat di SPBU dari pada di Masjid. Masjid menjadi fasilitas ummat (publik) yang kehilangan fungsi keumumannya, sementara SPBU merupakan fasilitas perseroan yang sejatinya bersifat komersil, namun menunjukkan sisi layanan publiknya.

Pandangan ini tidak bermaksud membandingkan keduanya, karena tentu tidak setara antara fasilitas ibadah dan fasilitas umum. Namun sebagai gambaran dalam menimbang bahwa masjid tidak tepat untuk diprivatisasi. Fungsi masjid adalah layanan ummat. Bahkan masjid tidak bisa dipisahkan dari ummat untuk melestarikan atau berkontribusi dalam pembangunannya. Maka dari itu, sifat-sifat dalam melakukan privatisasi fasilitas masjid dengan alasan-alasan klasik, sesungguhnya tidaklah tepat.

Apabila kekhawatiran itu karena demi menjaga fasilitas ummat, maka preventif yang dilakukan adalah meningkatkan pengawasan dan bukan pembatasan. Menyimpan fasilitas yang dianggap berharga dengan baik dan selebihnya memberikan fleksibilitas umat memanfaatkan masjid.

Baca Juga  Yang Salah dengan Kegembiraan Kita

Menelisik Sejarah Aḥl al-Ṣuffah

Pada zaman Nabi, terdapat sekelompok orang yang disebut sebagai “aḥl al-ṣuffah”. Mereka adalah penghuni “serambi” (ṣuffah) atau emperan masjid Nabawi. Mereka terdiri dari kelompok muhājirīn (orang-orang yang berhijrah) dari Makkah dan meninggalkan hartanya menuju Madinah. Beberapa di antara mereka seperti Ka’ab ibn Mālik al-Anṣārī, Hanẓalah dan Haritsah ibn Nu’man.

Fakta sejarah ini menegaskan bahwa tinggal di masjid adalah fenomena umum yang sudah ada sejak zaman Nabi. Bahkan mereka bukan hanya musafir yang menumpang tidur sejenak, namun orang-orang yang menetap dan tinggal di masjid. Mereka melaksanakan perilaku zuhud dengan meninggalkan kemewahan dan kesibukan dunia. Kelompok inilah yang nantinya disebut sebagai bagian dari embrio kaum Sufi (ṣuffah).

Kematian seorang pemuda di Sibolga, Sumatera Utara, karena dilarang istirahat di Masjid yang mengakibatkan terjadinya pengeroyokan terhadapnya adalah sikap ketidak fahaman akan sejarah fungsi Masjid di zaman Nabi. Lebih jauh, merupakan sikap di luar batas dalam menjaga keamanan dan kesucian masjid. Alih-alih menjaga agama (hifdzu al-dīn), kelompok di luar batas itu justru mencederai prinsip syari’ah dalam menjaga nilai kemanusiaan (hifdzu al-nās).

Pembenahan dalam Tata Kelola

Ada yang perlu diperbaiki dalam pengelolaan masjid di Indonesia. Masjid tidak boleh lagi ditempatkan sebagai fasilitas publik yang diprivatisasi hanya oleh pengelola atau aktor tertentu saja. Baik dan tidaknya pengelolaan masjid tidak diukur dengan banyaknya simpanan keuangan (saldo) yang disampaikan setiap jum’at, namun sejauh mana distribusi keuangan tersebut menjadi produk layanan ummat yang prima. Sejauh ini, sebagian masjid, menunjukkan arah yang positif akan hal tersebut. Masjid Jogokariyan Yogyakarta disebut menjadi prototype pengelolaan tempat ibadah dengan manajemen modern. Namun jumlah masjid-masjid seperti itu masih jauh dari total masjid yang ada di Indonesia.

Baca Juga  Khutbah Jumat: Tiga Nama Lain Bulan Ramadhan

Transformasi pengelolaan masjid juga perlu ditingkatkan. Jika perlu, mendapatkan dukungan afirmatif pemerintah. Sebab, menjaga kondusifitas masjid juga merupakan bagian dari menciptakan iklim sosial keagamaan yang baik. Apabila ini dapat dikelola dengan baik, maka Masjid nantinya tidak hanya sebagai pusat kegiatan ibadah, namun kegiatan sosial lainnya.

Di Yogyakarta misalnya, Masjid Jenderal Sudirman, tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah tetapi tempat mengkaji filsafat anak-anak muda dan mahasiswa. Akhirnya Masjid tidak hanya menjadi tempat ibadah spiritual namun juga tempat mengolah fikir dan rasionalitas dalam memandang kehidupan. Di Jakarta, Masjid Sunda Kelapa menjadi tempat kajian-kajian ke-Islaman, walaupun sebagian besarnya masih didominasi kelas menengah perkotaan. Demikianlah beberapa pengelolaan masjid yang dapat dijadikan sebagai contoh dalam mengelola masjid dengan baik, sehingga masjid menjadi pusat keagamaan dan peradaban ummat.

(FI)

Ahmad Zaenuri
5 posts

About author
Instansi: IAIN Sultan Amai Gorontalo Pekerjaan: Dosen Tetap / Mahasiswa Doktoral UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Minat Kajian: Islamic Studies
Articles
Related posts
Opini

Merancang Generasi Pemberontak ala Ahmad Dahlan

3 Mins read
Anak muda bukan sekadar “matahari terbit”. Mereka adalah energi potensial yang perlu diarahkan menjadi kekuatan pembaru. Di sini, Ahmad Dahlan bukan sekadar…
Opini

Melukai Hati Masyarakat: Saat Musibah Diukur Dengan Viralitas, Bukan Fakta di Lapangan

3 Mins read
Pernyataan Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto bahwa banjir yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat tidak perlu didiskusikan panjang lebar terkait…
Opini

Agus Salim: Sintesis Islam–Nasionalisme dalam Model Diplomasi Profetik Indonesia

3 Mins read
Pendahuluan Di antara tokoh-tokoh perintis Republik, nama KH. Agus Salim (1884–1954) berdiri sebagai figur yang tidak hanya cemerlang dalam kecerdasan linguistik dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *