IBTimes.ID – Pusat Studi Muhammadiyah Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PSM-UMY) menyelenggarakan Expert Meeting dengan tema “Kepemimpinan Muhammadiyah 2022-2027: Refleksi dan Proyeksi untuk Transformasi di tengah Tantangan Nasional, Regional, dan Global”. Kegiatan ini bertempat di Ruang Sidang Pascasarjana Lantai 1 (Gedung Kasman Singodimedjo ) Kampus Terpadu UMY.
Hadir sebagai pembicara Prof. Din Syamsuddin, Prof. Abdul Munir Mulkhan, dan Dr. Zuly Qodir. Hadir pula sebagai penanggap Prof. Hilman Latief, Ph.D (Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kemenag RI), Prof. Syamsul Anwar (Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PPM), Muhammad Sayuti, Ph.D (Sekretaris Majelis Dikti PPM), Diyah Puspitarini (Ketua Umum PPNA), Dr. Norma Sari (WR UAD), Arif Jamali Muis, M.Pd (Wakil Ketua PWM DIY), Ir. Ibnu Mahmud Bilaluddin (PAN), dan Azaki Khoirudin.
Rektor UMY, Dr. Gunawan Budiyanto dalam sambutannya merespon isu “darah segar” yang dilontarkan Din Syamsuddin. “Darah segar oke, tetapi yang jauh lebih penting adalah pikiran segar”, tuturnya. Menurut Gunawan, gagasan segar penting untuk merekonstruksi dan mereformulasi Muhammadiyah sebagai gerakan yang elastis-adaptif di sepanjang zaman.
Dengan bersandar pada Pak AR, perlu ada peremajaan dan pembatasan, bahwa “mengabdi di Muhammadiyah tidak harus menjadi ketua 13 atau ketua tambahan”, ujarnya.
Abdul Munir Mulkhan setuju terkait pembatasan, tetapi menurutnya harus ada jeda. Setelah dua kali periode ada jeda, boleh mencalonkan lagi menjadi pimpinan. Bahkan, bagi Mulkhan rekrutmen PP Pleno 13 dan tambahan 4-6 itu perlu ditinjau ulang, perlu diperhitungkan berapa jumlah anggota PP Muhammadiyah. Mulkhan juga menyatakan mustahil perempuan terpilih karena komposisi pemilih tidak berimbang antara laki-laki dan perempuan.
Selain soal kepemimpinan, Mulkhan juga menanggapi narasi keluar-masuk istana, “Bolehlah sekali-kali ke Istana, Muhammadiyah itu bukan oposisi pemerintah, tetapi kritis”. Selain itu, Muhammadiyah terlalu inward looking ribut di dalam, sepi di luar, sehingga persoalan di dalam sulit diakses media. Dampaknya ke politik, “rindu politik tetapi benci”.
Terkait darah segar yang akhir-akhir ini trend di Muhammadiyah. Din Syamsuddin menyampaikan kemunculan istilah “darah segar” sebenarnya sangat spontan. Istilah itu muncul karena Din berkaca pada kondisi dirinya sendiri yang semakin tidak bisa bergerak cepat, karena usia. Menurutnya banyak anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah, baik 13 atau tambahan, sudah beberapa kali menjabat jadi anggota PP, sehingga menjadikan organisasi tidak lincah. “Akibatnya, kader muda tidak bisa masuk PP”, ungkapnya.
Din menyimpan pikiran dan keprihatinan dengan dinamika luaran pada skala global. Pergesekan geopolitik ditandai dengan kebangkitan Cina (the rise of china), berdampak ke Indonesia dan dunia Islam. Ini kenyataan yang tidak bisa dibendung. Dunia akan mengalami perubahan fundamental.
Menurut Din, Pimpinan Pusat Muhammdiyah sudah sangat perform. Untuk regenerasi Din menyebut “yang dipertahankan 1/3 saja, sekitar 6-7 orang. Perlu berbasis kebutuhan, jangan otak-atik angka atau usia”, tegasnya.
Muhammadiyah perlu ide-ide segar dengan manajemen modern. Karenanya, Din menyarankan di level sekretariat perlu energi muda. Kerjasama luar negeri, perlu ditingkatkan lebih aktif dan pro-aktif.
(MD)