Keindahan gaya bahasa Al-Qur’an telah menarik perhatian para ulama sepanjang masa. Hampir tidak ada satupun segi kebahasaan Al-Qur’an yang luput dari pembahasan mereka. Tujuannya adalah untuk membuktikan bahwa Al-Qur’an memiliki keindahan dan kehalusan bahasa yang tidak mungkin dibuat oleh seorang manusia biasa. Salah satu bentuk gaya bahasa Al-Qur’an dalam menegaskan maksudnya adalah ungkapan sumpah atau Qasam.
Dalam Tesis Ahmad Marhayadi, Qasam merupakan salah satu gaya bahasa Al-Qur’an yang digunakan untuk memperkuat dan mempertegas adanya sebuah berita. Inilah yang paling banyak ditemukan dalam Al-Qur’an untuk menyangkal dan menolak suatu anggapan atau sikap. Seperti dalam surah Al-Waqi’ah ayat 75-77.
Sumpah Allah pada QS. Al-Waqi’ah: 75-77
فَلَآ اُقْسِمُ بِمَوٰقِعِ النُّجُوْمِ ٧٥ وَاِنَّهٗ لَقَسَمٌ لَّوْ تَعْلَمُوْنَ عَظِيْمٌۙ ٧٦ اِنَّهٗ لَقُرْاٰنٌ كَرِيْمٌۙ
“Lalu Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang. Dan Sesungguhnya itu benar-benar sumpah yang besar sekiranya kamu mengetahui. Dan (ini) Sesungguhnya Al-Qur’an yang sangat mulia”. (QS. Al-Waqi’ah: 75-77).
Qasam pada ayat di atas merupakan qasam zhahir. Fi’l qasamnya berbentuk mudhari yakni uqsimu, kemudian diikuti dengan huruf ba Muqsam bih nya adalah tempat terbenamnya bintang. Muqsam ‘alaih nya adalah tentang kebenaran Al-Qur’an.
Lantas apa makna yang dimaksud dari sumpah pada ayat di atas? Ayat di atas merupakan penegasan Allah SWT yang bersumpah dengan mawaqi‘in-nujum yaitu tempat-tempat bintang yang menandakan luas dan besarnya alam semesta ini. Coba kita lihat di waktu malam dengan kelap-kelipnya benda di langit yang kontras dengan gelapnya malam. Sesungguhnya kelap-kelip itu bukan bintang, tetapi itu adalah tempat bintang. Bintangnya sudah berpindah dari tempat satu ke tempat yang lain. Ada Ilmuan yang mengatakan bahwa bintang tersebut akan terlihat kembali di tempat semula itu kira-kira membutuhkan waktu sekitar lima puluh bulan.
Artinya, yang kita lihat itu bukan bintangnya, tetapi itu adalah tempat edarnya. Sebab saking jauhnya cahaya yang luar biasa dan itu baru satu bintang. Dari sini kita bisa melihat begitu besar dan luasnya ciptaan Allah SWT. Mungkin dari kita bertanya-tanya, kenapa Allah SWT bersumpah dengan ini semua? Jika kita mengetahuinya, maka itu sangat mulia dan amat sangat besar. Sumpah yang sangat besar itu merupakan pendahuluan dari sebuah pernyataan bahwasanya Al-Qur’an merupakan kemuliaan yang luar biasa.
Menurut Para Mufassir
Menurut tafsir Al-Baghawi, kebanyakan para ahli tafsir mengatakan artinya adalah aku bersumpah. Lam Alif di sini menunjukkan arti zaidah yaitu kata tambahan yang menguatkan arti maksud sumpah tersebut. Tapi ada juga yang mengatakan Lam Alif di sini untuk menjawab ucapan orang-orang kafir tentang Al-Qur’an yang mengatakan bahwa Al-Qur’an itu adalah sihir dan syiir, akhirnya La di sini menjawab ucapan orang-orang kafir tersebut bahwasanya bukan itu yang dimaksud jadi Qur’an ini bukan seperti yang mereka katakan.
Kemudian dimulailah dengan Qasam yaitu aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang. Tapi Ibnu Abbas sahabat nabi mengatakan yang dimaksud dengan nujum di sini bukan bintang tapi pembagian turunnya Al-Qur’an kepada Rasulullah SAW secara berangsur-angsur. Kemudian yang disumpahnya (kitab ini) sungguh Qur’an yang karim. Karim yang dimaksud di sini adalah yang dimuliakan, karena itu adalah kalam Allah yang banyak memberi kebaikan. (Tafsir Al-Baghawi, hlm 263)
Sedangkan menurut Tafsir Khazin, hampir mirip seperti Tafsir Al-Baghawi. Cuman perbedaannya di sini dikatakan bahwasanya ayat fa la uqsimu bimawaqi‘in-nujum. Lam Alif di sini ada dua maksud. Pertama, dikembalikan pada ayat sebelumnya. Sebelumnya Allah SWT mensifati nikmat-nikmatnya yang Allah berikan kepada manusia, tentang Allah turunkan air yang kalian minum dll. Kedua, ada yang mengatakan bahwasanya Qur’an ini sihir dan syiir tapi yang dimaksud bukan itu tidak benar apa yang dikatakan orang-orang kafir itu.
Kemudian bimawaqi‘in-nujum tempat beredarnya bintang-bintang yaitu tempat yang mana setan itu kalau Allah sedang berbicara mereka mendengarkan ucapan Allah kepada Malaikat. Wa innahu laqasamul lau ta‘lamuna ‘adhim yang dimaksud di sini adalah jumlah i’tiradiyyah, maksudnya hanya untuk mengalihkan topik sementara. Kemudian innahu laqur’anung karim, arti karim di sini banyak memberikan kebaikan. Semua alim ulama, ahli sastra, ahli fiqih mereka mengambil faedah dari Al-Qur’an dan semua orang tua, orang dewasa, bahkan anak kecil pun Allah permudah untuk bisa menghafal Al-Qur’an dan tidak membuat bosan bagi pendengar dan pembacanya. (Tafsir Khazin, hlm 241)
Kesimpulan
Dari penjelasan singkat ayat di atas, dapat diambil pembelajaran bahwa Allah dapat bersumpah dengan apa saja yang ia kehendaki. Akan tetapi sumpah manusia dengan selain Allah merupakan salah satu bentuk kemusyrikan. Artinya, manusia tidak boleh bersumpah dengan apa yang diciptakan Allah. Sebab tujuan sumpah sendiri adalah untuk menguatkan dan meyakinkan adanya sebuah berita.
Sumpah Allah dengan bintang ini mempunyai kemiripan dengan Al-Qur’an, yaitu memberikan petunjuk dan cahaya agar manusia tidak tersesat dalam perjalanan di dalam sebuah kehidupan. Maka kita harus berpegang teguh dengan Al-Qur’an, karena jika kita tahu isi kandungannya, banyak sekali kemuliaan yang ada di dalamnya, seperti yang sudah dijelaskan pada surah Al-Waqi’ah ayat 75-77. Wallahu a’lam.
Editor: Soleh