Tajdida

Cara Menjadi Moderat di Bulan Suci Ramadhan

3 Mins read

Moderasi Beragama

Wacana moderasi beragama semakin hari menjadi ikonik di tengah-tengah umat Islam. Moderasi menjadi pilihan mutakhir untuk menangkal berbagai macam isu intoleransi, ekstremis (ghulluw), dan sikap berlebih-lebihan dalam beragama di antara keadaan umat yang beragam.

Ahmad Najib Burhani (Moderasi Beragama) mengatakan bahwa menjadi moderat bukan berati agama Islam yang harus dimoderatkan, tetapi justru pemahaman kita terhadap agama Islam yang harus menjadi moderat.

Bulan suci Ramadhan 1442 H adalah momentum kita untuk lebih menguatkan pemahaman kita terhadap moderasi. Ibadah puasa yang kita jalani selama sebulan penuh, sejatinya hendak mendidik untuk menjadi muslim yang moderat. Selain dianjurkan memperbanyak ibadah, bulan Ramadhan mengajarkan kepada kita untuk pentingnya toleransi, bersikap adil dan tentunya tidak bersikap berlebih-lebihan dalam setiap hal yang kita lakukan pada bulan ini.

Makna Moderasi dalam Al-Qur’an

Kata wasath (وَسَط) dalam Al-Qur’an disebut lima kali dalam Al-Qur’an. Semua istilah wasath dalam kelima ayat tersebut dapat menunjukan kepada pengertian tengah, adil, dan pilihan. Salah satu ayat yang jamak untuk menjelaskan posisi umat Islam sebagai umat tengah, adil, dan pilihan adalah dalam Q.S al-Baqarah (2): 143

  وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا ۗ

Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) “umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.

Dalam ensiklopedia Al-Qur’an kajian kosa kata, penggunaan kata wasath dalam al-Qur’an berkonotasi positif. Karena itu pula, umat Islam diberi sebutan ummatan wasathan yang menyatakan bahwa umat Islam sebagai umat yang selalu berada pada posisi tengah.

Umat Islam harus tampil sebagai umat pilihan yang menjadi syuhada’ dalam arti orang-orang yang menjadi saksi atau disaksikan dan diteladani, juga tampil sebagai panutan serta tolak ukur kebenaran.

Baca Juga  Mana yang Lebih Utama, Shalat Ied di Masjid atau di Lapangan?

Pilihan tidak condong ke kanan atau kiri menurut Hasbie as-Shiddiqy dalam tafsirnya An-Nuur, agar umat Islam menjadi umat yang paling baik, adil, dan seimbang (moderat). Supaya umat Islam tidak menjadi umat yang berlebih-lebihan dalam beragama (esktrem) dan tidak pula menjadi golongan orang yang terlalu kurang dalam menunaikan kewajiban agamanya.

Hal inilah yang terjadi sebagaimana dikatakan Buya Hamka pada umat Yahudi terdahulu yang hanya mementingkan dunia, sedangkan umat Nasrani yang terlalu mementingkan urusan akhirat. Karena itu, umat Islam dipilih oleh Allah Swt sebagai umat yang berdiri di tengah-tengah antara dua umat itu sebagai umat yang memberi contoh dan tauladan.

Menjadi Moderat dalam Puasa Ramadhan

Menjadi moderat pada bulan Ramadhan, berati memperhatikan nilai-nilai tengahan dan sikap tidak berlebih-lebihan. Banyak umat Islam yang berpuasa dan beribadah pada bulan ini, tetapi tidak tau esensi dibalik amalan yang mereka kerjakan. Saya meyakini, hampir semua ibadah dan amalan yang kita kerjakan pada bulan ini adalah membentuk kita menjadi muslim yang moderat.

Ketika kita makan sahur, Nabi menganjurkan kepada kita untuk makan sahur sebelum melakukan puasa. Hal ini sebagaimana dikatakan Nabi, bahwa melakukan sahur itu membawa kebaikan dan membedakan puasa kita dengan orang Yahudi dan Nasrani.

Terkadang kita sering menemukan orang yang hendak berpuasa menyepelekan amalan ini dengan sengaja, padahal amalan ini sangat banyak manfaatnya.

Begitupula ketika berbuka puasa, Nabi menganjurkan orang yang berpuasa untuk mempercepat berbuka apabila waktu telah masuk untuk berbuka. Adakalanya ada orang yang berpuasa menunda-nunda berbuka dengan berbagai alasan. Padahal, mempercepat buka puasa apabila telah masuk waktunya terdapat kebaikan selama mempercepatkan diri berbuka.

Baca Juga  Bagaimana Cara Membayar Hutang Puasa Bagi Wanita Hamil?

Kadang pula, ada orang yang melakukan sahur dan berbuka puasa, makan dengan porsi yang berlebih-lebihan. Mungkin karena makan sahur berlebihan takut kurang energi ketika menjalankan puasanya dan makan berbuka juga berlebihan karena melampiaskan sehari tidak makan dan minum.

Padahal sejatinya, puasa itu menahan hawa nafsu termasuk lapar dan haus, dan bukan malah berlebih-lebihan dalam sahur dan berbuka. Padahal Nabi telah bersabda dalam hadis:

“Jauhilah kamu makan dan minum dengan berlebih-lebihan, karena yang demikian dapat merusak kesehatan tubuh, menimbulkan penyakit dan memberi kemalasan (kesulitan) ketika akan shalat. Dan hendaklah bagimu bersikap sedang (cukupan) karena yang demikian akan membawa kebaikan pada tubuh, dan menjauhkan diri dari sikap berlebih-lebihan”. (H.R Bukhari)

Ihtisaban yang Moderat

Keutamaan menjalankan ibadah puasa Ramadhan adalah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Dua syaratnya yaitu berpuasa dengan iman dan mengharapkan pahala dari Allah (ihtisaban). Mendapatkan pahala yang Allah berikan di bulan Ramadhan tidak hanya melakukan ritual ibadah, semua amalan kebaikan yang kita kerjakan akan dinilai pahala oleh Allah pada bulan ini. Apabila kita tarik ihtisaban ini dalam prinsip-prinsip moderasi, maka harus ada keseimbangan antara ibadah yang kita kerjakan dan amal kebaikan kita lakukan.

Ihtisaban secara bahasa dapat juga berati perhitungan. Oleh karena itu, berpuasa dengan penuh perhitungan bisa bermakna menghitung-hitung porsi yang seimbang antara ibadah dan amal kebaikan. Memang kita dianjurkan pada bulan Ramadhan untuk memperbanyak beribadah, namun aktivitas sehari-hari yang biasa kita lakukan tidak boleh ditinggalkan.  Sebab, bulan Ramadhan sebenarnya ingin mendidik kita untuk pandai mengatur waktu kapan untuk beribadah dan kapan untuk beraktivitas.

Jangan sampai ketika kita berpuasa kita malas-malasan untuk bekerja. Atau sekalipun tidurnya orang yang berpuasa itu berpahala dan walaupun hadis ini lemah derajatnya, akan tetapi  jika tidur itu baik untuk menjaga puasa maka sebaiknya juga kita lakukan dengan secukupnya.

Baca Juga  Islam, Modernisme, dan Akal (2): Munculnya Modernis Muslim

Kesimpulannya, menjadi moderat pada bulan puasa Ramadhan bukanlah mengurangi motivasi kita semangat beribadah. Dan bukan pula dalam berlebih-lebihan yang melampaui batas. Bulan Ramadhan ingin mendidik kita, agar kesempatan yang Allah berikan untuk mendulang pahala haruslah dengan porsi yang seimbang (moderat) dengan amalan yang lain.

Tidak hanya ibadah yang kita lakukan pada bulan ini, tetapi setiap amalan yang kita kerjakan haruslah adil dalam porsinya masing-masing. Sebaliknya, bukan berati amalan yang lebih besar kita kerjakan namun ibadah yang kita lakukan malah sangat kurang.  Semua dapat kita kerjakan dengan seimbang jika kita menjadi moderat pada bulan yang suci ini.

Editor: Yahya FR

Avatar
4 posts

About author
Alumni Mahasiswa Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir UMS Alumni Santri Pondok Hajjah Nuriyah Shabran
Articles
Related posts
Tajdida

Islam Berkemajuan: Agar Umat Bangkit dari Kemunduran

7 Mins read
Islam Indonesia: Berkemajuan tapi Pinggiran Pada 2015 terjadi dua Muktamar mahapenting: (1) Muktamar Islam Nusantara milik Nahdlatul Ulama, (2) Muktamar Islam Berkemajuan…
Tajdida

Ketika Muhammadiyah Berbicara Ekologi

4 Mins read
Apabila dicermati secara mendalam, telah terjadi degradasi nilai-nilai manusia, nampakyna fungsi utama manusia sebagai khalifah fil ardh penjaga bumi ini tidak nampak…
Tajdida

Siapa Generasi Z Muhammadiyah Itu?

3 Mins read
Dari semua rangkaian kajian dan dialog mengenai Muhammadiyah di masa depan, agaknya masih minim yang membahas mengenai masa depan generasi Z Muhammadiyah….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds