Perspektif

Reformulasi & Strategi Mutu Pendidikan Islam

3 Mins read

Menarik ide yang terlontar dari tulisan Muh Akmal Hasan yang berjudul “Gejala Macetnya Kajian Keislaman di Indonesia” (2/8/2022) di IBTimes. Akmal menyoroti ada semacam “ilusi” di kalangan akademisi Islam bahwasannya ketika banyak penelitian dan peneliti, maka dengan itu Islam telah melakukan suatu lonjakan pemikiran yang jauh kedepan bila dibandingkan dengan periode sebelumnya. Alih-alih membangun dinamisasi dalam pemikiran Islam, ilusi demikian justru menjadikan Islam berhenti sekedar sebagai objek kajian semata, demikian ungkapnya.

Fenomena pertumbuhan kuantitatif jumlah akademisi Islam, tidak sebanding lurus dengan produksi pemikiran Islam yang segar dan bermakna bagi laju gerak pembaharuan Islam. Penyebabnya intelektual Islam menempatkan islam sebagai objek kajian semata, berputar pada daur ulang wacana yang saling mengafirmasi teori dan wacana. Selain itu, patronasi terhadap tokoh besar intelektual Islam lebih banyak dipuja daripada diletakkan sebagai referensi demi melahirkan inspirasi ide baru yang berakibat romantisme ke belakang.

Selain itu, Akmal menyoroti posisi intelektual Islam yang banyak meletakkan Islam sebagai kajian kontemplatif-individual yang jauh dari realitas praksis. Demikian halnya dengan posisi universitas Islam yang dalam beberapa situasi kehilangan upaya kontekstualisasi dengan realitas mutakhir. Posisi akademisi Islam yang acapkali memposisikan diri sebagai pengajar daripada menjalankan agenda pembaharuan sebagai intelektual organik tidak luput dari perhatian.

Pandangan kritis terhadap kondisi kajian keislaman tersebut, ditambah situasi eksternal di publik yang perbincangannya lebih ke kanak-kanakan dengan tuduhan liberal, sekuler, kafir yang kontraproduktif dengan penciptaan wacana baru menjadi telaah Akmal dalam tulisannya tersebut.

Reformulasi Mutu Pendidikan Islam

Gejala-gejala yang disebutkan di atas menuntun kita pada pemikiran jalan keluar dari situasi tersebut. Agenda yang ditawarkan antara lain perubahan orientasi kajian Islam yang tidak saja perlu dipahami, namun juga perlu dikembangkan sehingga menemukan bentuk utuh dan padu,bukan kepingan-kepingan yang kehilangan arus utamanya.

Baca Juga  Jonathan Benthall: Film Dokumenter Muhammadiyah untuk Audiens dari Barat

Reformulasi pendidikan Islam menjadi bagian dari solusi jalan keluar problem tersebut tersebut. Di mana kurikulum, kualitas pengajar, dan metode harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang sedang berlangsung (kontekstual), ditambah dengan sikap mental yang dewasa membangun optimisme untuk maju kedepan menjadi agenda yang ditawarkan.

Saya tertarik dengan agenda reformulasi pendidikan Islam, dan tulisan ini mencoba me-highlight wacana agenda strategis tersebut. Buku-buku yang mengupas reformulasi pendidikan Islam banyak yang mengurai seputar persoalan dikhotomi ilmu, reformulasi dan reintegrasi ilmu agama dan umum.

Dalam sebuah jurnal penelitian (Abdul Malik, 2016) terkait reformulasi pendekatan pendidikan Islam menyebutkan ada tiga isu krusial dalam pendidikan Islam yang harus dibahas. Pertama,  krisis kemanusiaan. Kedua, masalah alam. Ketiga, krisis ketuhanan yang dikembangkan di kurikulum.

Pengembangan kurikulum pendidikan Islam harus diarahkan pada penyelamatan fitrah manusia yang menekankan pada pendekatan akhlak agar manusia mampu berpikir dan bertindak dengan penuh hikmah. Muatan pendidikan berangkat dari permasalahan riil di masyarakat.

Sedangkan untuk proses atau pengalaman belajarnya dikembangkan dengan mempelajari Al-Qur’an dan Hadist. Siswa harus mampu merefleksikan hasil dialog antara Al-Qur’an dan Hadist dengan realitas yang terjadi di masyarakat baik terkait krisis kemanusiaan, ekploitasi alam, maupun eksploitasi manusia.

Tekait kualitas pengajar, era student centered saat ini menjadi tantangan bagi pengajar untuk memfasilitasi tumbuh kembang siswa sesuai potensi. Etos seorang guru adalah kesediaan untuk memberikan ilmu dan teladan yang baik. Sedangkan etos seorang siswa adalah kesediaan untuk selalu terbuka agar bisa mengakui dan belajar pada kebaikan orang lain. Saat ini seorang guru juga harus mau terbuka dan belajar terus sepanjang hayat agar menjadi inspirasi/teladan bagi siswanya.

Baca Juga  46 WNI Tertahan di Imigrasi Saudi, Kemenag: Travel Tidak Terdaftar

Agar bisa menjadi teladan, guru harus memiliki sumber daya nilai seperti etos al-maun (etos melayani dan memberi), fastabiqul khoirot (etos mengembangkan diri untuk keunggulan), dan ghirah ‘ala al-din (bersemangat menegakkan agama). Jangan sampai sumber daya nilai lemah yang menyebabkan daya juang melemah juga dalam usaha membangun pendidikan Islam yang unggul.

 Hal yang dapat dilakukan adalah membangun konsistensi implementasi nilai-nilai daya juang (etos) dan  pengaktualisasianya diperkuat di lembaga pendidikan Islam. Selain daya nilai, peningkatan SDM untuk mengikuti perkembangan iptek di masyarakat juga perlu ditingkatkan. Dalam hal ini “tajdid” yang sifatnya reformasi untuk mengikuti perkembangan zaman diletakkan menjadi kebutuhan penting guru di lembaga pendidikan Islam.

Dalam hal metodologi pembelajaran, era student centered memang menuntun siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir HOTS (higher order thinking skill). Keterampilan berpikir ini menuntun siswa harus mengembangkan ide-ide dalam cara tertentu yang memberi siswa pengertian dan impilikasi baru. Mulai dari menganalisis, mengevaluasi, mensintesis sampai mencipta menjadi kemampuan yang harus dimiliki siswa.

Guru harus menjadi ahli tafsir utama kurikulum di kelas. Peran ini tidak dapat digantikan oleh apapun. Dengan demikian guru harus menguasai berbagai model dan metode pembelajaran serta berpikir terbuka terhadap perubahan.

Aspek kualitas kurikulum, kualitas pengajar serta metode variatif menjadi kunci dalam membangun pendidikan islam yang bermutu unggul. Mutu Pendidikan Islam yang baik dan unggul diharapakan kedepannya mampu mencetak intelektual-intelektual islam yang mampu menjadi lokomotif pembaharuan kehidupan masyarakat menuju kemajuan. 

Belajar ilmu dan amal itu penting seperti halnya teladan yang diberikan KH Ahmad Dahlan kepada kita semua dalam membawa perubahan kualitas hidup umat.

Apa yang menjadi kritikan Muh Akmal Hasan dalam tulisannya dan agenda strategis terkait reformulasi pendidikan Islam, menjadi agenda yang penting dilakukan dan diimplementasikan dalam peningkatan mutu pendidikan Islam. Jangan sampai lulusan-lulusan pendidikan Islam hanya pintar dalam teori, tetapi miskin dalam amal.

Baca Juga  Lima Ragam Manusia di Tengah Pandemi

Konten atau materi pendidikan Islam yang ideal adalah mencakup pendidikan akhlak/karakter, pendidikan individu yang akan menstimulasi potensi siswa untuk berkembang, serta pendidikan masyarakat yang menjadikan individu bermanfaat bagi umat dan siap berkontribusi di masyarakat.

Editor: Yusuf

Avatar
4 posts

About author
Litbang Perguruan Muh Kottabarat, Surakarta
Articles
Related posts
Perspektif

Moderasi Hilirisasi Haji

3 Mins read
Dalam beberapa tahun terakhir, hilirisasi haji telah menjadi sorotan penting di Indonesia. Berangkat dari visi untuk memberikan pelayanan haji yang berkualitas dan…
Perspektif

AI dan Masa Depan Studi Astronomi Islam

4 Mins read
Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) merupakan program komputer yang dirancang dan dihadirkan untuk dapat meniru kecerdasan manusia, termasuk kemampuan pengambilan keputusan,…
Perspektif

Pendidikan sebagai Dasar Pembentuk Nilai Hidup

3 Mins read
“Pendidikan (opvoeding) dan pengajaran (onderwijs) merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds