Perspektif

Cemburu, Zihaar, dan Ilaa’: Sumber Retaknya Keluarga

3 Mins read

Kehidupan dalam Keluarga Rasulullah

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ مَا غِرْتُ عَلَى نِسَاءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا عَلَى خَدِيجَةَ وَإِنِّي لَمْ أُدْرِكْهَا قَالَتْ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا ذَبَحَ الشَّاةَ فَيَقُولُ أَرْسِلُوا بِهَا إِلَى أَصْدِقَاءِ خَدِيجَةَ قَالَتْ فَأَغْضَبْتُهُ يَوْمًا فَقُلْتُ خَدِيجَةَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي قَدْ رُزِقْتُ حُبَّهَا

1678- Dari Aisyah RA, dia berkata, “Demi Allah, saya tidak pernah merasa cemburu kepada para istri Rasulullah SAW kecuali kepada Khadijah, meskipun ia tidak hidup semasa dengan saya. Pernah, pada suatu hari, ketika Rasulullah SAW menyembelih seekor kambing, beliau berkata, ‘Berikanlah sebagian daging kambing ini kepada teman-teman Khadijah.’ Suatu ketika saya marah kepada Rasulullah sambil berkata, “Khadijah?” Lalu beliau menjawab, “Sesungguhnya aku benar-benar telah dianugerahi cinta Khadijah.” {Muslim 7/134}

Hikmah yang dapat diambil dari hadis ini adalah bahwa keretakan dalam berumah tangga adalah wajar. Keluarga Rasulullah saja pernah terjadi masalah, apalagi keluarga awam seperti kita.

Keretakan dalam keluarga Rasulullah adalah karena rasa cemburu. Rasulullah berkeluarga dengan Aisyah bukanlah menikah yang pertama. Aisyah merasa cemburu kepada Rasulullah atas cintanya Rasulullah kepada Khadijah. Aisyah sering cemburu karena Rasulullah masih menyebut-nyebut nama istri pertamanya. Rasulullah juga masih menjalin hubungan hati dengan teman-teman Khadijah.

Yang utama bagi kita adalah bagaimana kita akan mengatasi keretakan-keretakan rumah tangga dengan lebih banyak itiba’ kepada keluarga Rasulullah yang dijamin qur’ani.

Wanita Yang Melakukan Gugatan

Dalam Kitab Tafsirnya tentang Qs. Mujadilah ayat 1, Ibnu Katsir menjelaskan:  “Dari Khaulah binti Tsa’labah,” terjadi demi Allah pada diriku dan diri Aus bin Shamit, Allah menurunkan pangkal dari Surat al-Mujadalah.

Baca Juga  Omnibus Law dan Siyasah Muhammadiyah

Katanya selanjutnya; “Saya adalah istri dari Aus bin Shamit itu. Dan dia adalah seorang laki-laki yang telah tua dan perangainya sudah mulai buruk. Pada suatu hari, dia pulang ke rumah, lalu aku tanyakan suatu hal, tetapi disambutnya dengan marah-marah, sehingga keluarlah ucapannya; “Kau bagiku adalah sebagai punggung ibuku.”

***

Lalu Khaulah melanjutkan ceritanya; “Setelah mengucapkan kata-kata itu, ia pun keluar dari rumah dan pergi duduk-duduk ke tempat berkumpul kaumnya sesaat lamanya. Setelah itu, dia pun pulang kembali.”

Setelah itu, dia ingin mendekatiku dan hendak menyentuhnya. Lalu dia aku tolak dan kataku; “Jangan dekat kepadaku! Demi Allah yang Khaulah ada dalam tangan-Nya. Engkau tidak boleh lagi mendekatiku setelah engkau mengucapkan kata-kata tadi itu sampai datang hukum Allah dan RasulNya pada kita.”

Kata Khaulah selanjutnya; “Lalu dicobanya hendak menyerang dan memegangku, tetapi aku mengelak. Lalu terjadilah dia menarik dan aku mengelak, bersitegang. Akhirnya dia aku tendang, sampai dia terjatuh. Maka segeralah aku pergi ke rumah tetangga, aku pinjam selendangnya lalu aku pergi menghadap Rasulullah Saw.

Dan duduklah aku di hadapan beliau, aku ceriterakan kepadanya apa yang telah aku alami itu dan aku mengeluh mengadukan kepada beliau tentang buruknya perangai suamiku itu.

Lalu bersabdalah Rasulullah, “Anak pamanku sudah tua sangat, takwalah kepada Allah dan rukunlah dengan dia.”

Khaulah berkata selanjutnya; “Lalu aku jawab, aku belum akan pulang ke rumah, ya Rasulullah, sebelum datang ketentuan al-Quran tentang diriku.”

Dalam bertukar pikiran, suami dan istri hendaklah berhati-hati. Sering kali karena emosi tergelincir, kata-kata yang menyebabkan hubungan pernikahan jadi putus alias perceraian.

Said bin Jubair mengatakan bahwa ada dua buah perceraian cara Jahiliyah yang kurang baik. Pertama ialah zhihaar ini; dendanya ialah kaffarah memberi makan kepada enam puluh orang. Kedua ialah Ilaa’, yaitu mengucil tidak pulang-pulang kepada istri berlarut-larut. (Tafsir Al-Azhar juz 29 Hamka).

Baca Juga  Our Pink Sleeve + Lanyard is Back and Making an Impact

Zihraar (Membanding-bandingkan)

Zihraar adalah membandingkan istri dengan wanita lain. Dengan maksud tidak akan disentuh lagi sebagai sentuhan seorang istri. Pokok asal arti zhihaar ialah diambil dari kalimat punggung, atau bagian belakang dari istri.

Artinya, tidak akan dipegang lagi, tidak akan disentuh lagi sebagai sentuhan terhadap seorang istri. Dengan demikian, samalah artinya bahwa dia telah disisihkan, meskipun tidak diucapkan lafaz cerai atau talak.

Kita simak testimoni dari Kaulah binti Tsabit berikut ini.

  1. Aus bin Shamit mengucapka zihraar kepada istrinya seperti punggung ibunya.
  2. Aus bin Shamit ingin mendatangi Khaulah istrinya.
  3. Istrinya menolak bahkan melawan.
  4. Terjadi keributan, Aus bin Shamit suaminya kena tendangan sampai terjatuh.
  5. Khaulah melarikan diri menghadap Rasulullah.

Jadi titik mula permasalah adalah pihak suami melakukan zihraar dan pihak istri melakukan illa’ (melarikan diri).

Kurafat Dzihrar dan Ilaa’ di atas dikenakan kepada kdua pihak, berupa memerdekakan budak, berpuasa dua bulan berturut-turut, atau memberi makan kepada enam puluh orang miskin

وَعَنْ سَلَمَةَ بْنِ صَخْرٍ قَالَ: ( دَخَلَ رَمَضَانُ, فَخِفْتُ أَنْ أُصِيبَ اِمْرَأَتِي, فَظَاهَرْتُ مِنْهَا, فَانْكَشَفَ لِي مِنْهَا شَيْءٌ لَيْلَةً, فَوَقَعَتْ عَلَيْهَا, فَقَالَ لِي رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم حَرِّرْ رَقَبَةً قُلْتُ: مَا أَمْلِكُ إِلَّا رَقَبَتِي. قَالَ: فَصُمْ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ, قُلْتُ: وَهَلْ أَصَبْتُ اَلَّذِي أَصَبْتُ إِلَّا مِنْ اَلصِّيَامِ? قَالَ: أَطْعِمْ عِرْقًا مِنْ تَمْرٍ بَيْنَ سِتِّينَ مِسْكِينًا )  أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ, وَالْأَرْبَعَةُ إِلَّا النَّسَائِيَّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ, وَابْنُ اَلْجَارُود

Salamah Ibnu Shahr Radliyallaahu ‘anhu berkata: Bulan Ramadlan datang dan aku takut berkumpul dengan istriku. Maka aku mengucapkan zihrar kepadanya. Namun tersingkaplah bagian tubuhnya di depanku pada suatu malam, lalu aku berkumpul dengannya. Maka bersabdalah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam kepadaku: “Merdekakanlah seorang budak.” Aku berkata: Aku tidak memiliki kecuali seorang budakku. Beliau bersabda: “Berpuasalah dua bulan berturut-turut.” Aku berkata: Bukankah aku terkena denda ini hanyalah karena berpuasa?. Beliau bersabda: “Berilah makan satu faraq (3 sho’ = 7 kg) kurma kepada enam puluh orang miskin. Riwayat Ahmad dan Imam Empat kecuali Nasa’i. Hadis shahih menurut Ibnu Khuzaimah dan Ibnu al-Jarud

Ilaa’ (pengucilan diri/pengusiran)

Ilaa’ adalah mengucilkan diri tidak pulang-pulang kepada istri hingga berlarut larut. Setelah masyarakat  Islam diatur dengan peraturan Tuhan, maka Ilaa’ itu pun diberi batas, yaitu empat bulan.

Baca Juga  Era Disrupsi: Transformasi Lingkungan Alam dan Sosial Budaya

Sesampai empat bulan si laki-laki mesti mengambil kepastian, berdamai kembali atau menjatuhkan cerai. Kalau lebih empat bulan melakukan Ilaa’, tidak juga diceraikan maka hakim berhak menceraikan keduanya.

وَعَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: ( كَانَ إِيلَاءُ اَلْجَاهِلِيَّةِ اَلسَّنَةَ وَالسَّنَتَيْنِ, فَوَقَّتَ اَللَّهُ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ, فَإِنْ كَانَ أَقَلَّ مِنْ أَرْبَعَةِ أَشْهُرٍ, فَلَيْسَ بِإِيلَاءٍ )  أَخْرَجَهُ اَلْبَيْهَقِيُّ 

Ibnu Abbas berkata: masa ila’ orang jahiliyyah dahulu ialah setahun dan dua tahun, lalu Allah menentukan masanya empat bulan, bila kurang dari empat bulan tidak termasuk ila’. Riwayat Baihaqi. (Bulughul Maram, Hadis No. 1127 Hadis No. 1127)

Editor: Rozy

Avatar
77 posts

About author
Majelis Pustaka PCM Semin
Articles
Related posts
Perspektif

Moderasi Hilirisasi Haji

3 Mins read
Dalam beberapa tahun terakhir, hilirisasi haji telah menjadi sorotan penting di Indonesia. Berangkat dari visi untuk memberikan pelayanan haji yang berkualitas dan…
Perspektif

AI dan Masa Depan Studi Astronomi Islam

4 Mins read
Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) merupakan program komputer yang dirancang dan dihadirkan untuk dapat meniru kecerdasan manusia, termasuk kemampuan pengambilan keputusan,…
Perspektif

Pendidikan sebagai Dasar Pembentuk Nilai Hidup

3 Mins read
“Pendidikan (opvoeding) dan pengajaran (onderwijs) merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds