Dalam QS. Ali Imran: 185 Allah Swt memberitahukan kepada semua makhluknya secara umum, bahwa setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati. Kematian yang baik dan ikhlas akan mendapat balasan dan kematian yang jelek akan mendapat hukuman.Bagi orang-orang yang dijauhkan dari azab neraka dan dimasukkan ke dalam surga, itulah orang yang beruntung. Itulah rahmat Allah. Sungguh amal manusia itu hanya sedikit, yang besar adalah rahmat Allah.
Allah juga menyampaikan bahwa, “Katakanlah, ‘Sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu”(Al-Jumu’ah: 8). Betapa repotnya kamu melawan dan menghindarinya toh kematian itu akan berhasil menemuimu, “Kemudian, kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yaitu mati lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” artinya kamu akan diadili atas semua perilakumu selama hidup di dunia.
Allah berfirman pada ayat lain, “Katakanlah: “Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikanmu, kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan” (QS. Asy-Syajadah: 11).
Rasulullah diperintahkan untuk mengingatkan umat bahwa malaikat maut sebagai pelaksana tugas mencabut nyawa selalu siap siaga. Malaikat maut itu banyak anggotanya. Sebagaimana yang namanya polisi, di setiap sudut jalan raya selalu ada.
Bersama tim pelaksananya, malaikat akan mengantarkan Anda kepada Allah selaku maliki yaumid-din, sang penguasa hari akhir yang akan menghisab amal-amal umat dan menentukan surga atau neraka sebagai tempat kembalinya.
***
Dikatakan oleh Ibnu Abas ra:
قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَبِي يَحْيَى الْمَقْرِيُّ، حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ شَمِرٍ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ قَالَ: سَمِعْتُ أَبِي يَقُولُ: نَظَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى مَلَكِ الْمَوْتِ عِنْدَ رَأْسِ رَجُلٍ مِنَ الْأَنْصَارِ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “يَا مَلَكَ الْمَوْتِ، ارْفُقْ بِصَاحِبِي فَإِنَّهُ مُؤْمِنٌ”. فَقَالَ مَلَك الْمَوْتِ: يَا مُحَمَّدُ، طِبْ نَفْسًا وقَر عَيْنًا فَإِنِّي بِكُلِّ مُؤْمِنٍ رَفِيقٌ، وَاعْلَمْ أَنَّ مَا فِي الْأَرْضِ بَيْتُ مَدَر وَلَا شَعَر، فِي بَرٍّ وَلَا بَحْرٍ، إِلَّا وَأَنَا أَتَصَفَّحُهُ فِي كُلِّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ، حَتَّى إِنِّي أعرفُ بِصَغِيرِهِمْ وَكَبِيرِهِمْ مِنْهُمْ بِأَنْفُسِهِمْ، وَاللَّهِ يَا مُحَمَّدُ، لَوْ أَنِّي أَرَدْتُ أَنْ أَقْبِضَ رُوحَ بَعُوضَةٍ مَا قَدَرتُ عَلَى ذَلِكَ حَتَّى يَكُونَ اللَّهُ هُوَ الْآمِرُ بِقَبْضِهَا.
“Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Yahya Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Samurah, dari Ja’far ibnu Muhammad yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar ayahnya menceritakan hadis berikut, bahwa Rasulullah Swt melihat malaikat maut berada di kepala seorang lelaki dari kalangan Ansar. Maka Nabi Swt bersabda kepadanya: Hai malaikat maut, lemah lembutlah terhadap sahabatku ini, karena sesungguhnya dia adalah orang mukmin. Malaikat maut menjawab, “Hai Muhammad, tenangkanlah dirimu dan senangkanlah hatimu, karena sesungguhnya aku selalu berlaku lemah lembut kepada semua orang mukmin. Dan perlu engkau ketahui bahwa tiada suatu penghuni rumah pun di bumi ini, baik di kota maupun di kampung, dan baik di daratan maupun di laut, melainkan aku jabat tangan (roh) mereka setiap harinya sebanyak lima kali, sehingga aku lebih mengetahui siapa yang kecil dan siapa yang besar dari mereka daripada diri mereka sendiri. Demi Allah, hai Muhammad, seandainya aku hendak mencabut nyawa seekor nyamuk, aku tidak mampu melakukannya melainkan setelah mendapat perintah dari Allah yang memerintahkan aku untuk mencabutnya.”
***
Setiap kali azan dikumandangkan, malaikat maut menjumpai kita, menjabat tangan kita sambil menginformasikan bahwa kematian kita sudah dekat. Jika waktunya sudah tiba, malaikat maut sekali lagi berkita bahwa dia hanya melaksanakan tugas.
Saat-Saat Kematian Orang Zalim
Orang zalim (aniaya) adalah orang yang membuat kedustaan terhadap Allah, lalu ia mengajak dan menjadikan teman-temannya, atau anak, untuk mendustakan-Nya.
Zalim itu tidak benar, tidak adil, merugikan orang lain, tidak jujur. Zalim itu ada dua macam, yaitu mengurangi atau melebihkan, tidak semestinya, atau meninggalkan kewajiban atau melakukan yang haram.Di antara ciri orang zalim yaitu menyakiti hamba Allah, menyakiti para ulama, membunuh hamba-hamba Allah tanpa hak dan masih banyak lainnya.
Alangkah dahsyatnya Sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut. Para Malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu” di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkandiri terhadap ayat-ayat-Nya. (QS. Al-An’am: 93)
Allah mengabarkan bagaimana penderitaan orang zalim itu pada saat dia menghadapi maut. Para malaikat akan mengeluarkan nyawa orang zalim tersebut dengan cara memukul-mukulnya. Malaikat pun membentak-bentak, “Keluarkan nyawamu! Keluarkan nyawamu!” Ngeri sekali.
Dusta dan sombong itulah pangkal siksaan, pangkal kezaliman manusia. Dusta terhadap perkara manusia saja sudah merupakan nista dan sumber azab yang berat, apalagi dusta perkara zat, qodrat, dan sifat Allah. Sombong adalah menghargai dirinya sendiri secara berlebihan, congkak, pongah tabiatnya, agak aneh, sebentar-sebentar congkak sebentar rendah hati, berkata dengan dengan besar kepala, tidak mau mengakui kesalahan diri sendiri.
***
Menyombongkan diri adalah memegahkan diri karena terlampau sombong, membanggakan diri, membual. Mereka tidak sadar akan kelemahan dan kesalahan diri. Bahkan sering berlagak memberi nasihat dan merasa diri berbuat paling benar, namun tidak mengambil referensi ayat Allah dan hadis Rasulullah sama sekali. Menyombongkan diri adalah sifat iblis, na’udzu billahi min dzalik.
Di dalam sebuah hadis sahih yang diriwayatkan Imam Muslim melalui Abu Zar r.a. dari Rasulullah Swt disebutkan bahwa Allah Swt berfirman:
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ: يَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي، وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلَا تَظَالَمُوا. يَا عِبَادِي، إِنَّمَا هِيَ أَعْمَالُكُمْ أُحْصِيهَا لَكُمْ، فَمَنْ وَجَدَ خَيْرًا فَلْيَحْمَدِ اللَّهَ، وَمِنْ وَجَدَ غير ذلك فلا يلومن إلا نفسه
Hai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan perbuatan aniaya atas diri-Ku, dan Aku jadikan perbuatan itu di antara kalian diharamkan maka janganlah kalian saling berbuat aniaya. Hai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya pembalasan itu hanyalah berdasarkan amal perbuatan kalian yang Aku catat semuanya. Maka barang siapa yang menjumpai kebaikan, hendaklah ia memuji kepada Allah. Dan barang siapa yang menjumpai selain itu, maka jangan sekali-kali ia mencela kecuali terhadap dirinya sendiri.
Saat-Saat Kematian Orang Kafir
Kafir adalah seseorang yang menutup dan menolak kebenaran yang ia ketahui, tetapi tetap menjalankan kesalahan. Yang namanya kebenaran itu relatif, kebenaran hakiki adalah kebenaan dari Tuhan berdasarkan wahyu kepada Nabi Rasul. Ada kebenaran sosial yaitu sesuatu yang disepakati benar oleh sekelompok masyarakat/negara, kebenaran individual yaitu sesuatu yang dianggap benar menurut seseorang. Kebenaran ilmiah adalah kebenaran yang diambil berdasarkan cara/prosedur ilmu pengetahuan,
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kafir adalah orang yang tidak percaya kepada Allah dan rasul-Nya. Ada kafir harbi yaitu orang kafir yang mengganggu dan mengacau keselamatan Islam sehingga wajib diperangi, ada kafir muahid yaitu orang kafir yang telah mengadakan perjanjian dengan umat Islam bahwa mereka tidak akan menyerang atau bermusuhan dengan umat Islam selama perjanjian berlaku, dan ada kafir zimi yaitu orang kafir yang tunduk kepada pemerintahan Islam dengan kewajiban membayar pajak bagi yang mampu.
Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.” (QS. Al-Baqarah: 6-7).
Ketika mencabut nyawa orang kafir, malaikat maut memukuli mereka dari arah muka dan belakang sebagaimana para pesakitan dengan wajah yang sangat menakutkan.
Ayat di atas, dengan ayat 50-51 surat Al-Anfal, yaitu saat-saat kematian bagi orang kafir, “Kalau kamu melihat ketika Para Malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata): “Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar”, (tentulah kamu akan merasa ngeri). Demikian itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak Menganiaya hamba-Nya (QS. Al-Anfaal: 50-51).
***
Seperti yang disebutkan di dalam hadis Al-Barra, bahwa malaikat maut itu apabila datang kepada orang kafir untuk mencabut nyawanya pada saat orang kafir bersangkutan sedang menjelang ajalnya (sakaratul maut), maka malaikat maut datang kepadanya dalam rupa yang sangat mengerikan. lalu berkata, “Keluarlah hai jiwa yang jahat. Untuk masuk ke dalam api yang panas, air yang mendidih dan naungan yang membakar”. Tercerai-berailah rohnya ke dalam seluruh tubuhnya (bersembunyi), maka malaikat maut mengeluarkan dari jasadnya secara kasar dan paksa sebagaimana mengeluarkan besi pemanggang dari kain wol yang basah (sebagaimana mengeluarkan kerudung dari onak duri), sehingga rohnya keluar bersama otot dan urat syarafnya. Karena itulah Allah Swt memberitahukan bahwa para malaikat itu berkata kepada mereka, “Rasakanlah azab yang membakar.”
Pada wakttu itu, orang-orang kafir menyesal. Mereka berteriak-teriak minta supaya diperpanjang umur mereka, agar mereka dapat beriman, “(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, Dia berkata, “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan. (QS.Al-Mukminun: 99-100)
Setiap orang yang teledor di dunia ini, baik dengan kekufuran maupun perbuatan maksiat lainnya akan dilanda gulungan penyesalan, dan akan meminta dikembalikan ke dunia meski sejenak saja, untuk menjadi orang yang insan muslim yang saleh. Namun kesempatan untuk itu sudah hilang, tidak mungkin disusul lagi.
Saat-Saat Kematian Orang Mukmin
Orang mukmin adalah orang yang beriman/percaya, serta bertawakal kepada Allah. Mereka menegakkan shalat dan suka berinfak/ bersedekah. Al-Qur’an memberi definisi orang mukmin adalah, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. (QS. An-Anfal: 2-3)
Orang mukmin yang meninggal akan mendapat isyarat Allah bahwa saat-saat itu sudah dekat.
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ (27) ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً (28) فَادْخُلِي فِي عِبَادِي (29) وَادْخُلِي جَنَّتِي (30)
27. Hai jiwa yang tenang. 28. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. 29. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, 30. Masuklah ke dalam syurga-Ku. (Qs. Al-Fajr: 26-30)_
Maka, orang mukmin menyambutnya dengan suka beramal shalih sehingga Allah pun rida menerima dan dia pun rida kepada-Nya. Mereka rida dalam jamaah-jamaah umat, jamaah Allah Swt.
***
Hadis Al Bara` bin ‘Azib radhiyallahu‘anhu bahwa Rasulullah Saw berkata tentang proses kematian seorang mukmin
إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا كَانَ فِي انْقِطَاعٍ مِنْ الدُّنْيَا وَإِقْبَالٍ مِنْ الْآخِرَةِ نَزَلَ إِلَيْهِ مَلَائِكَةٌ مِنْ السَّمَاءِ بِيضُ الْوُجُوهِ كَأَنَّ وُجُوهَهُمْ الشَّمْسُ مَعَهُمْ كَفَنٌ مِنْ أَكْفَانِ الْجَنَّةِ وَحَنُوطٌ مِنْ حَنُوطِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَجْلِسُوا مِنْهُ مَدَّ الْبَصَرِ ثُمَّ يَجِيءُ مَلَكُ الْمَوْتِ عَلَيْهِ السَّلَام حَتَّى يَجْلِسَ عِنْدَ رَأْسِهِ فَيَقُولُ أَيَّتُهَا النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ اخْرُجِي إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ قَالَ فَتَخْرُجُ تَسِيلُ كَمَا تَسِيلُ الْقَطْرَةُ مِنْ فِي السِّقَاءِ فَيَأْخُذُهَا فَإِذَا أَخَذَهَا لَمْ يَدَعُوهَا فِي يَدِهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ حَتَّى يَأْخُذُوهَا فَيَجْعَلُوهَا فِي ذَلِكَ الْكَفَنِ وَفِي ذَلِكَ الْحَنُوطِ وَيَخْرُجُ مِنْهَا كَأَطْيَبِ نَفْحَةِ مِسْكٍ وُجِدَتْ عَلَى وَجْهِ الْأَرْض
“Seorang hamba mukmin, jika telah berpisah dengan dunia, menyongsong akhirat, maka malaikat akan mendatanginya dari langit, dengan wajah yang putih. Rona muka mereka layaknya sinar matahari. Mereka membawa kafan dari syurga, serta hanuth (wewangian) dari syurga. Mereka duduk di sampingnya sejauh mata memandang. Berikutnya, malaikat maut hadir dan duduk di dekat kepalanya sembari berkata: “Wahai jiwa yang baik –dalam riwayat- jiwa yang tenang keluarlah menuju ampunan Allah dan keridhaannya”. Ruhnya keluar bagaikan aliran cucuran air dari mulut kantong kulit. Setelah keluar ruhnya, maka setiap malaikat maut mengambilnya. Jika telah diambil, para malaikat lainnya tidak membiarkannya di tangannya (malaikat maut) sejenak saja, untuk mereka ambil dan diletakkan di kafan dan hanuth tadi. Dari jenazah, semerbak aroma misk terwangi yang ada di bumi; (HR. Ahmad (4/2876, 295, 296) dan Abu Dawud kitab Sunnah bab pertanyaan di alam kubur dan siksanya (4753).
***
Inilah kabar gembira sambutan orang mukmin. Para malaikat menyambutnya dengan gembira dan ceria. Malaikat maut akan memberi aba-aba agar nyawa itu keluar dengan tenang dan menerimanya dengan tenang pula sehingga tidak terasa sakit. Setelah para malaikat itu mengkafani almarhum dan memberinya minyak wangi dari surga.
Al-Hafiz ibnu Asakir di dalam biografi Rawwahah binti Abu Amr Al-Auza’i, telah meriwayatkan dari ayahnya, bahwa telah menceritakan kepadaku Sulaiman ibnu Habib Al-Muharibi, telah menceritakan kepadaku Abu Umamah, bahwa Rasulullah Swt bersabda kepada seorang lelaki:
قُلِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ نَفْسًا بِكَ مُطَمْئِنَةً تُؤْمِنُ بِلِقَائِكَ وَتَرْضَى بِقَضَائِكَ وَتَقْنَعُ بِعَطَائِكَ
“Katakanlah, “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada Engkau jiwa yang hanya tenang kepada Engkau, beriman kepada hari bersua dengan Engkau, dan rida dengan keputusan Engkau dan menerima dengan tulus pemberian Engkau.”