Sebuah keputusan yang cukup mengejutkan datang dari Premier League, otoritas dari Liga Inggris. Mereka mengumumkan bahwa akan melarang sponsor judi dari tampil di bagian depan jersey klub mulai akhir musim 2025-2026.
Keputusan diambil setelah Premier League melakukan konsultasi ekstensif yang melibatkan Liga Inggris, klub-klub peserta dan Departemen Kebudayaan, Media dan Olahraga Inggris. Kebijakan ini dilakukan tidak serta merta, namun sebagai bagian dari pelaksanaan kepatuhan terhadap undang-undang perjudian yang berlaku di Inggris.
Olahraga profesional yang dikomodifikasi sebagai produk budaya konsumen memerlukan sponsor. Kebutuhan operasional tim yang tinggi, seperti yang terjadi di klub sepakbola melatarbelakangi fenomena ini. Sponsor judi menyediakan dana, yang tentu sangat patut dipertanyakan sumbernya.
Mathew Nicholson dalam bukunya Sport and The Media : Managing The Nexus (2007) menyebutkan bahwa ada relasi erat media dan olahraga dalam maraknya perjudian. Media olahraga memiliki sejarah yang panjang dan kompleks, yang dimulai pada akhir abad ke-18 dengan pendirian industri majalah olahraga di Inggris dan Amerika Serikat pada abad ke-19.
Peluang komersial perjudian sangat memengaruhi perkembangan majalah olahraga, yang umumnya berfokus pada olahraga seperti pacuan kuda dan tinju serta publikasi hasilnya. Seringkali cara olahraga diliput dalam majalah dengan sirkulasi tinggi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap popularitas mereka.
Sepakbola yang menjadi olahraga paling populer, dan internet yang menjadi media paling kuat penetrasinya ke audies, saat ini berkelindan paling kuat dimanfaatkan untuk iklan perjudian.
Jika di Inggris, otoritas sepakbola mulai ketat membatasi iklan judi di jersey sepakbola, maka kondisi berbeda terjadi di Indonesia. Situs judi daring memanfaatkan jersey klub Liga 1 untuk memasang iklan. Persikabo, salah satu kontestan Liga 1, menjalin kerjasama dengan sponsor situs judi daring Sbotop. Di bagian depan jersey klub hasil merger dengan PS Tira ini terpampang sponsor ini, sampai dengan musim kompetisi 2022/2023.
PT. Liga Indonesia Baru (LIB) selaku operator menyatakan bahwa mereka teah menegur klub yang menggunakan sponsor judi melalui surat bernomor 103/LIB/II/2020. Dalam surat tersebut secara tegas LIB menyatakan tidak memberi ijin klub yang berpartisipasi pada kompetisi resmi yang dikelola LIB untuk menjalin kerja sama komersial dengan produk yang berkaitan langsung dengan brand rokok, minuman beralkohol dan situs perjudian.
Melanggar Regulasi
Merujuk pada Pasal 17 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dinyatakan bahwa pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan. Selain memproduksi, pelaku usaha periklanan juga dilarang untuk melanjutkan peredaran iklan yang melanggar ketentuan tersebut.
Etika normatif yang mengatur periklanan adalah Etika Pariwara Indonesia (EPI). Dalam Romawi III huruf A angka 2.25 EPI disebutkan tentang mengenai ragam iklan, salah satunya adalah judi dan taruhan. Disebutkan dengan jelas sebagai berikut, segala bentuk perjudian dan pertaruhan tidak boleh diiklankan, baik secara jelas maupun tersamar.
Mencermati Siasat Promosi Sponsor Judi
Munculnya iklan judi dalam sepakbola Indonesia merupakan anomali. Di satu sisi, tata kelola sepakbola yang buruk, terutama kritik terhadap mafia judi yang memengaruhi skor pertandingan. Di saat yang lain, justru iklan judi masih bergentayangan.
Semakin menjadi anomali lagi adalah iklan judi yang dipasang di media sosial fan base suporter sepakbola. Suporter sepakbola secara keras mengkritik adanya mafia sepakbola yang mengatur skor pertandingan untuk perjudian. Namun ada juga media sosial fan base suporter sepakbola yang menerima iklan judi. Fenomena ini dengan mudah dijumpai di media sosial Instagram.
Diatur dengan etika normatif yang ketat melalui EPI, iklan judi bersiasat untuk berkelit. Ada beberapa siasat iklan judi dalam beriklan.
Siasat pertama adalah dengan menjadi sponsor olahraga. Ini bisa dilakukan dengan memasang iklan di jersey pemain, ad board yang berada di tepi lapangan, dan di berbagai media promosi event olahraga. Siasat ini dilakukan secara luring. Siasat selanjutnya dilakukan secara daring.
Siasat kedua dengan memasang iklan judi yang berkaitan langsung dengan perbuatan judi. Ini misalnya dengan melakukan klik tautan banner atau pop up iklan judi tersebut, lalu mengarahkan pengguna internet pada situs perjudian online.
Siasat ketiga dari iklan judi adalah dengan memasang iklan yang tidak berkaitan langsung dengan perbuatan judi. Iklan judi tidak memiliki tautan ke situs atau blog perjudian atau banner atau pop up.Namun, secara implisit patut diduga berisi iklan judi secara implisit. Strategi ini bisa juga dilakukan oleh situs judi yang dikemas seperti situs berita olahraga.
Siasat keempat adalah kerja sama teknis penayangan maupun penentuan jenis iklan dilakukan oleh pihak ketiga yang berada di negara yang tidak melarang perjudian. Hal ini menyebabkan iklan judi yang tidak bisa dikendalikan sepenuhnya oleh pemilik situs atau blog.
Melanggar UU ITE
Selain melanggar EPI, penyebaran konten judi di internet jelas melanggar pasal 27 ayat (2) dan pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pasal 27 ayat (2) UU ITE dengan jelas menyebutkan, setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
Ancaman terhadap pelanggaran ini diatur dalam Pasal 45 ayat (2) UU ITE yang menyatakan, setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.
Sangat jelas bahwa iklan judi apapun bentuknya melanggar etika dan hukum. Kini saatnya sepakbola Indonesia dibersihkan dari sponsor judi agar sepakbola kita kembali bermartabat dan berkemajuan.
Editor: Soleh