IBTimes.ID – Salmah Orbayinah Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah (PPA) menyebut, perempuan penyandang disabilitas berhak atas hak pendidikan. Pendidikan menjadi hak dasar setiap manusia di muka bumi.
Hal ini disampaikan oleh Salmah Orbayinah dalam Launching dan Bedah Buku “Menakar Hak Pendidikan Perempuan Penyandang Disabilitas Interseksi Agama, Gender, dan Kebijakan yang diselenggarakan oleh Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insani (MPKSDI) bekerjasama dengan Universitas Aisyiyah Yogyakarta di Graha Suara Muhammadiyah pada Jumat (4/10/24).
“Masalah penyandang disabilitas ini juga menjadi konsen PP Aisyiyah sendiri dan merupakan amanat Muktamar Muhammadiyah Aisyiyah ke-48 di Surakarta. Bahkan sangat eksplisit disebutkan dalam salah satu karakter perempuan berkemajuan, yaitu bersikap inklusif,” katanya.
Dalam Al-Qur’an, imbuh Salmah, pada surah An-Nahl ayat 7 menjelaskan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam berdakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Dan Allah akan memberikan balasan kebaikan dan bahkan kebaikan lebih apa yang ia kerjakan di akhirat.
“Tentunya laki-laki dan perempuan di sini tidak hanya laki-laki dan perempuan yang sehat saja, tetapi juga termasuk laki-laki dan perempuan penyandang disabilitas,” paparnya.
Salmah mengatakan bahwa perempuan dan laki-laki mempunyai kesempatan yang sama, terlebih perempuan penyandang disabilitas dalam mengakses semua layanan dasar. Salah satunya layanan dasar pendidikan.
“Hak dasar pendidikan ini menjadi hak dasar setiap manusia, termasuk pendidikan penyandang disabilitas,” tegasnya.
Di sisi lain, imbuh Salmah, ada beberapa undang-undang yang mengatur hak pendidikan bagi penyandang disabilitas. Seperti Pasal 21 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Tak terkecuali mereka perempuan penyandang disabilitas.
Tentang Perlindungan Anak Pasal 9 ayat 2. Di pasal ini, sebut Salma, selain hak anak sebagaimana disebut di ayat 1 sebagai anak penyandang disabilitas, mereka juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa.
“Ada juga Pasal 41 Undang-Undang Perlindungan Anak yang punya kekurangan fisik atau mental, yang diberikan kesempatan sama dan akses untuk memperoleh pendidikan”, ungkapnya.
Kemudian, lanjut Salmah, Pasal 5 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional mengatakan bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
“Terakhir Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional menyebut pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran. Misal fisik, sosial, mental, dll,” paparnya.
Sehingga, imbuh Ketua Umum PP Aisyiyah itu, dari undang-undang tersebut menurunkan beberapa prinsip. Pertama, para perempuan penyandang disabilitas berhak mendapatkan pendidikan yang bermutu secara inklusif.
Kedua, perempuan penyandang disabilitas berhak mendapatkan kesempatan, kesamaan untuk menjadi pendidik. Ketiga, perempuan penyandang disabilitas berhak menyelenggarakan pendidikan. Keempat, perempuan penyandang disabilitas berhak mendapatkan akomodasi yang layak.
“Semua ini bisa dipahami bersama sebelum kita bergerak lebih lanjut untuk memperjuangkan hak perempuan penyandang disabilitas,” ujarnya.
Data dari Kemenko, imbuh Salmah, jumlah penyandang disabilitas pada tahun 2023 di angka 22 jt lebih atau 8,5 persen dari seluruh penduduk Indonesia.
“Angka ini sudah menurun dari tahun-tahun sebelumnya. Misal di tahun 2020, jumlah penyandang disabilitas di angka kurang lebih 28 jt atau 10 persen dari total penduduk Indonesia. Ini sesuatu yang patut diapresiasi,” tuturnya.
Kendati jumlah penyandang disabilitas menurun, Salmah menyebutkan bahwa indeks inklusivitas masih sangat rendah. Hal ini sangat perlu dan penting untuk terus diperbaiki dan ditingkatkan.
“Tentunya pemerintah Indonesia dan Aisyiyah harus punya kesadaran yang sangat tinggi bahwa orang penyandang disabilitas itu bukan saja mereka yang kekurangan secara fisik, tapi juga mereka yang kekurangan akses dalam segala bidang, salah satunya pendidikan,” ungkapnya.
Menurut Salmah, pemerintah harus terus berupaya untuk memenuhi dengan baik kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh para penyandang disabilitas. Pemerintah bisa bekerjasama dengan ormas-ormas kemasyarakatan yang ada, seperti Muhammadiyah dan Aisyiyah yang sudah berpengalaman dalam memberdayakan para penyandang disabilitas.
“Kita berharap dari kajian buku ini akan ada suatu hal yang sangat penting yang bisa dihasilkan bersama. Kita juga bisa menciptakan solusi baru dari permasalahan-permasalahan yang yang kerap dialami oleh para penyandang disabilitas,” tutupnya.
Reporter: Soleh