Sanad Hadis Tidak Palsu – A’zami melakukan kritik terhadap tesis Joseph Schacht pada kajian Isnad. Inilah kontribusi A’zami yang paling besar terhadap hadis.
Di mana Schacht mengatakan bahwa pemberian sanad pada hadis yang dilakukan oleh ulama hadis pada abad kedua adalah hasil buatan tangan mereka sendiri (sanad palsu). Sehingga dalam pandangan Schacht, Isnad tidak bisa dijadikan tolak ukur untuk mengetahui kesahihan sebuah hadis.
Biografi A’zami
A’zami dilahirkan di Kota Mano, India Utara tahun 1931 ia belajar College of Science di Deoband sebuah perguruan Tinggi terbesar di India dan tamat pada tahun 1952 dan melanjutkan studinya di Al-Azhar pada fakultas bahasa Arab jurusan Tadris. Ia selesai pada tahun 1955.
Pada tahun 1956, ia diangkat menjadi dosen bahasa Arab di Qatar untuk non-Arab dan pada tahun 1964 ia melanjutkan studinya di Universitas Cambridge sampai meraih gelar Ph.D pada tahun 1996.
Ia menulis disertasi berjudul Studies in Early Hadis Literature. Di tahun 1968, ia pindah ke Mekkah dan mengajar di pascasarjana jurusan syariah di Universitas King ‘Abd al-‘Aziz (Ummu Qura).
Pada tahun 1973, ia pindah ke Riyadh dan mengajar studi Islam fakultas tarbiyah Universitas King Saud.
Schacht Membincang Hadis
Schacht membicang perkembangan materi hadis baik dari segi otensitas dan kronologinya. Schacht mengatakan di dalam bukunya the Origins of Muhammdan Jurisprudence bahwa bagian terbesar dari sanad hadis adalah palsu.
Argumennya yakni semua orang mengetahui bahwa pada mulanya sanad sangat sederhana sehingga ia menjadi sempurna pada pertengahan abad ketiga hijiriah. Dan sanad adalah hasil rekayasa para ulama abad kedua hijriah dalam menyandarkan sebuah hadis kepada sahabat dan tabiin terdahulu hingga sampai kepada Nabi sebagai legitimasi terhadap hadis.
Dalam pandangan barat, Schacht dikenal dengan peneliti hadis yang radikal dan dianggap telah meletakkan pondasi penelitian hadis. Schacht telah berhasil menelisik noktah-noktah hukum Islam yang menjadi basis tatanan hukum.
Perhatiannya terfokus kepada asal usul Islam khususnya kepada Imam Syafii. Kerena Imam Syafii telah berhasil menyambungkan sanad (ittishal al-Sanad) sebagai syarat hadis diterima.
Awal Mula adanya Hukum Islam
Schacht mengatakan bahwa hukum Islam dikenal sejak pengangkatan qadhi pada masa Umayyah sekitar akhir abad pertama Hijiriah. Yang pada akhirnya, qadhi ini akan menjadi aliran fikih klasik (mazhab).
Untuk mendapat legitimasi atas keputusan yang diambil, mereka menyandarkan kepada tokoh sebelum mereka yang memiliki otoritas. Penyandaran tersebut sampai kepada Nabi Muhammad SAW.
Kegiatan ini melahirkan ahli hadis yang bekerja menyambungkan sanad hadis. Proses penyandaran ini di kemudian hari di kenal dengan projecting back (proyeksi ke belakang) dengan alasan ini Schacht berpendapat bahwa ahli fikih dan hadis memalsukan hadis.
Tidak ada yang benar-benar hadis datang dari Nabi, tetapi hanya produk dan persaingan para ulama pada masa itu.
Bantahan dari A’zami
Kemudian, A’zami memberikan bantahan teori Schacht, yakni:
Pertama: ungkapan Schacht bahwa sistem Isnad bermula sejak awal abad kedua atau akhir abad pertama.
A’zami menolak ungkapan Schacht dengan mengutip pendapat sarjana Barat seperti Horovith dan Robson. Penulisan (catatan) hadis sudah dilakukan pada periode awal.
Ia merujuk kepada riwayat Ibn Sirin bahwa sanad sudah menjadi persyaratan setelah terjadi fitnah. Yakni perang saudara antara Ali dan Muawiyah dan jauh sebelum fitnah terjadi, sanad sudah menjadi tuntutan para ahli hadis.
Kedua: proses Isnad dalam pandangan Schacht dilakukan secara arbiter. A’zami mengatakan bahwa sanad sudah ada sejak zaman Nabi dan terus berkembang hingga menjadi disiplin ilmu mandiri pada akhir abad pertama.
A’zami menjawab keraguan Schacht yang mengatakan Isnad terjadi belakangan dan megatakan banyak perawi yang meriwayatkan satu hadis di berbagai tempat dan berbeda sehingga sangat sulit untuk membayangkan projecting back (teori proyeksi ke belakang).
A’zami membantah dan mengatakan absurd dan mustahil para ulama hadis untuk memalsukan hadis dengan mengajukan pertanyaan yang cukup tajam. “Mengapa ulama atau ahli hadis memasang nama-nama mereka yang dipertanyakan kredibilitasnya dalam rentetan sanad hadis?”
Sejauah ini, belum pernah di jawab secara memuaskan para sarjana Barat yang meragukan ke ontentitas hadis.
Editor: Yahya FR