IBTimes.ID – Saptoni, pegiat Centre for The Study of Islam and Social Transformation (CISFROM) menyampaikan bahwa media bagaikan dua mata pedang. Kadang memberikan manfaat kadang menimbulkan mafsadat.
Hal ini disampaikan oleh Saptoni dalam forum Seminar dan Lokakarya MUI DIY di Aula DPD RI DIY, Sabtu (3/12/22).
Penerimaan informasi yang cepat dan fleksibel terkadang membuat masyarakat tidak paham dengan apa yang dinamakan hoaks dan bagaimana ciri-cirinya. Sehingga mereka sembarangan dalam menyebarkan informasi kemana-mana.
“Media itu bagaikan dua mata pedang. Digesek kiri kena tusuk, digesek ke kanan juga kena. Jadi, kita harus bijak dan cerdas dalam menggunakannya,” imbuh Saptoni.
Sumber informasi itu beranekaragam. Bisa dari wahyu, sejarah, kejadian alami, dan masih banyak lagi sumber yang lain.
“Namun ketika masuk ke dalam ruang lingkup manusia, kejadian sudah tidak murni lagi. Mereka menafsirkan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masing-masing. Baru kemudian mereka sebarkan ke media sosial,” imbuhnya.
Tentu hal dan kebiasaan seperti ini tidak baik untuk diterapkan dan dirawat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Saat ini informasi bagaimanakan sampah yang berserakan di mana-mana. Sehingga kita sangat perlu memilah mana informasi yang akan kita ambil kemudian kita pahami dan sebarkan.
Bagi Saptoni, kita harus pintar memilah segala bentuk sampah informasi dengan ilmu-ilmu yang kita miliki. Seperti ilmu alam dan ilmu sosial.
Iman tidak hanya persoalan teologis, namun juga iman yang sosiologis. Sehingga dalam bermedia sosial kita harus benar-benar memahami adab dan etika.
Menurut Saptoni, ada beberapa prinsip dalam bermedia. Pertama, Keamanan. Terutama terkait dengan keamanan data pribadi. Kedua, media adalah dunia hoaks (al-jarh muqaddam ‘ala ta’dil).
Ketiga, semakin banyak data semakin banyak takhrif wa tadlis (mengubah/memanipulasi suatu informasi kemudian menyembunyikan kekurangan dan menonjolkan kelebihan). Keempat, tabayyun. Saring sebelum sharing. Kelima, tidak ada yang alami di media. Seperti influencer dan buzzer. Keenam, tafaqquh media. Pentingnya kecerdasan lengkap.
“Di media sosial semua orang bisa berpendapat, media sosial sering memainkan perasaan. Kadang memancing emosi dan amarah. Ya kadang juga membuat kita tertawa dengan konten yang mereka sajikan. Semua itu tinggal bagaimana kita menyikapinya,” tutup Saptoni.
Reporter: Saleh