Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia tengah menyusun ulang buku Sejarah Indonesia sebagai acuan baru dalam pengajaran sejarah di sekolah. Buku ini mengusung pendekatan Indonesia-sentris yang menyoroti peran penting Nusantara dalam sejarah global. Salah satu bagian menarik dalam buku ini adalah Jilid III: Nusantara dalam Jaringan Global: Asia Barat, yang menawarkan perspektif baru tentang proses islamisasi di Nusantara, khususnya melalui peran saudagar maritim muslim yang menghubungkan perdagangan dan penyebaran agama Islam di wilayah ini.
Islam Masuk Secara Damai, Bukan Paksaan
Berbeda dengan narasi dalam buku Sejarah Nasional Indonesia (1984) dan Indonesia dalam Arus Sejarah (2012), yang menyebutkan islamisasi baru terjadi pada abad ke-12 atau ke-13 Masehi, bukti arkeologi terbaru mengungkap fakta mengejutkan. Penemuan di Situs Bongal, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, menunjukkan bahwa Islam telah hadir di Nusantara sejak abad ke-7 Masehi. Proses ini berlangsung secara damai, menghormati budaya lokal tanpa memaksa masyarakat meninggalkan tradisi mereka Bukti ini diperkuat oleh temuan artefak seperti nisan kuno bertuliskan huruf Arab, yang menunjukkan adanya komunitas Muslim awal yang telah terintegrasi dengan masyarakat setempat tanpa memicu konflik budaya. Para sufi memainkan peran penting dalam memperkuat ajaran Islam, terutama pada abad ke-13. Dengan pendekatan yang lembut dan penuh kearifan lokal, mereka berhasil menanamkan nilai-nilai Islam tanpa menghapus identitas budaya masyarakat setempat. Selain mengajarkan spiritualitas, para sufi juga memperluas pengaruh Islam di berbagai wilayah.
Peran Saudagar Muslim dalam Jaringan Perdagangan
Buku ini menegaskan bahwa saudagar Muslim adalah penggerak utama penyebaran Islam di Nusantara. Mereka tidak hanya berdagang, tetapi juga membawa ajaran Islam melalui jalur perdagangan maritim internasional. Tanpa keberhasilan mereka, Islam mungkin tidak akan dikenal sebagai pilihan agama di Nusantara (Sudarman, 2022).
Menurut teori A.H. Johns, Fatimi, dan Azyumardi Azra, para sufi dan ulama yang terhubung dengan jaringan keilmuan di Mekkah dan Madinah adalah aktor kunci dalam islamisasi. Mereka menyebarkan Islam sejak abad ke-13 dengan pendekatan yang sensitif terhadap budaya lokal. Instrumen yang akrab bagi masyarakat, seperti seni dan tradisi, digunakan untuk menyampaikan ajaran Islam dengan cara yang menarik.
Namun, Van Leur dan Schrieke menyoroti peran jalur perdagangan internasional sebagai kanal utama penyebaran Islam. Saudagar Muslim dari Arab dan Persia tidak hanya menjalankan aktivitas perdagangan, tetapi juga memperkenalkan Islam di kota-kota pesisir. Akar dari proses ini terlihat dari munculnya perkampungan Muslim di sepanjang jalur perdagangan, yang secara bertahap mengislamkan masyarakat pesisi..
Simbiosis Mutualisme: Saudagar dan Penguasa
Proses islamisasi juga melibatkan hubungan strategis antara saudagar Muslim dan penguasa lokal. Para saudagar memperkenalkan Islam kepada raja-raja Nusantara melalui pendekatan politik, menawarkan keuntungan ekonomi dan politis. Sebaliknya, para penguasa memfasilitasi aktivitas perdagangan saudagar Muslim untuk memperluas jaringan dagang internasional.
Jika seorang raja memeluk Islam, dampaknya sangat luas: seluruh rakyat di bawah kekuasaannya cenderung mengikuti agama yang sama. Konversi agama ini membawa tiga keuntungan utama bagi penguasa:
- Integrasi Politik dan Ekonomi
Dengan memeluk Islam, para raja masuk ke dalam jaringan politik dan ekonomi internasional. Pada masa itu, kekuatan Islam sedang berkembang pesat, sehingga konversi ini memperkuat posisi politik dan memengaruhi kemajuan atau kemunduran sebuah kerajaan. - Peningkatan Ekonomi Perdagangan
Memeluk Islam mempererat hubungan dagang dengan saudagar dari Arab, India, dan Tiongkok. Hubungan ini sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi kerajaan. - Penguatan Kedaulatan Negara
Konversi agama tidak hanya memperkuat posisi politik dan ekonomi, tetapi juga menegaskan kedaulatan negara di mata komunitas internasional.
Perdagangan sebagai Penggerak Utama
Secara keseluruhan, perdagangan menjadi leading sector dalam proses islamisasi di Nusantara. Pendidikan, peran sufi, dan perkawinan berfungsi sebagai supporting system yang memperkuat proses tersebut. Kombinasi antara perdagangan dan pendekatan budaya yang bijaksana membuat Islam diterima secara luas tanpa konflik.
Editor: Assalimi

