Sayyidah Nafisah – Seperti yang pernah disebutkan oleh Rasulullah, al-‘Ulama warasatul anbiya’ atau ulama adalah pewaris para Nabi. Bukan hanya yang mewarisi garis keturunannya tetapi juga yang mewarisi ilmu agama, keistimewaan, dan juga akhlak mulianya. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Ad-Dailami dari Anas radhiyallahu ‘anha, Rasulullah bersabda:
“Ittabi’ul ulama’a fainnahum suruuhud dunya wamashaa biihul akhirah”
Artinya: Ikutilah para ulama karena sesungguhnya mereka adalah pelita-pelita dunia dan lentera-lentera akhirat.
Begitu mulianya para ulama hingga diibaratkan sebagai penerang untuk umat Islam baik di dunia hingga di akhirat. Perempuan dalam sejarah peradaban dipandang sebagai kaum lemah, dan tidak berdaya baik dari segi pemikiran maupun kiprahnya dalam ranah sosial. Namun, anggapan seperti itu justru menafikkan realitas sosial bahwa ada banyak perempuan yang cerdas, mandiri, dan mampu berkiprah untuk peradaban umat Islam.
Justru pembatasan-pembatasan yang diberikan kepada perempuan tersebut sangat bertentangan dengan firman Allah dalam Qs. al-Alaq ayat 1-5. Dalam ayat tersebut, perintah membaca (menuntut ilmu) untuk memahami beragam ilmu pengetahuan tidak secara khusus ditujukan hanya untuk laki-laki, tetapi untuk manusia termasuk kaum perempuan.
Ayat tersebut merupakan dasar bahwa tidak ada diskriminasi kepada kaum perempuan untuk mendapatkan hak dalam memperoleh pengetahuan dan menjadi perempuan yang memiliki kiprah dalam peradaban Islam. Dalam sejarah Islam sendiri terhitung tidak banyak dari ulama perempuan.
Meskipun demikian bukan berarti tidak ada sama sekali kiprah perempuan dalam peradaban Islam. Ada beberapa tokoh perempuan yang terbukti masyhur pada masanya, walaupun pada masa sekarang tidak banyak orang yang mengetahui ketokohannya.
Mengenal Sayyidah Nafisah
Salah satu ulama perempuan yang terkenal ‘alim pada zamannya sekaligus menjadi guru dari pendiri mazhab syafi’iyah adalah Sayyidah Nafisah. Beliau dilahirkan di kota Makkah pada 11 Rabi’ul Awal 145 H atau pada 9 Juni 762 M.
Beliau masih memiliki hubungan nasab dengan Rasulullah SAW dari jalur Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Meskipun Sayyidah Nafisah adalah putri dari Hasan bin Zaid bin Hasan al Mujtaba seorang Gubernur Madinah yang terkemuka pada masanya. Namun, hal tersebut tidak menjadikan Sayyidah Nafisah condong kepada gemerlapnya harta dunia.
Beliau justru dikenal sebagai perempuan yang ‘alim, ‘abid (ahli ibadah), dan zuhud. Beliau menikah dengan Ishaq Mu’taman dan dikaruniai 2 anak bernama Qasim dan Ummu Kultsum. Sayyidah Nafisah hijrah dari Madinah ke Mesir pada tahun 193 H/ 809 M saat berusia 44 tahun.
Pertemuan Sang Guru dengan Murid
Pada saat itu masyarakat Mesir menyambut kedatangan Sayyidah Nafisah dengan sangat bahagia. Mereka memanfaatkan moment tersebut untuk meminta nasihat, belajar agama, dan meminta doa kepadanya. Hingga diceritakan Sayyidah Nafisah merasa sedih karena hampir-hampir beliau tidak bisa memiliki waktu khusus untuk dirinya dan Rabbnya.
Sehingga pada suatu ketika terdengar rencana kepergian Sayyidah Nafisah untuk kembali ke Madinah lagi. Namun, karena masyarakat Mesir yang begitu cinta dan merasa membutuhkan kehadiran beliau, maka mereka meminta tolong kepada penguasa Mesir pada saat itu untuk membujuk Sayyidah Nafisah agar tetap tinggal di Mesir.
Akhirnya, Sayyidah Nafisah mengurungkan niatnya untuk kembali ke Madinah dan tetap tinggal di Mesir. Oleh penguasa Mesir, beliau diberikan rumah khusus untuk tempat tinggal, dan diberikan kebijakan waktu khusus untuk masyarakat Mesir yang ingin berkunjung kepada Sayyidah Nafisah.
Hal tersebut dimaksudkan agar beliau masih memiliki waktu khusus untuk dirinya beribadah. Kabar keberadaan Sayyidah Nafisah yang ada di Mesir pun terdengar oleh Imam Asy-Syafi’i. Hingga pada suatu waktu atas izin Allah Imam Syafi’i datang ke Mesir dan berniat ingin menuntut ilmu kepada Sayyidah Nafisah.
Kedatangan Imam Syafi’i disambut dengan bahagia oleh beliau. Oleh karena itu, Sayyidah Nafisah masuk dalam salah satu sanad keilmuan salah satu tokoh pendiri mahdzab yang dianut oleh umat Islam yaitu mahdzab syafi’iyah.
Kisah Sayyidah Nafisah dan Anak Yahudi
Diceritakan pula bahwa Beliau memiliki beberapa cerita istimewa. Salah satu ceritanya adalah ada seorang keluarga Yahudi yang memiliki anak yang lumpuh. Suatu ketika orang tua Yahudi tersebut menitipkan anaknya pada Sayyidah Nafisah.
Ketika beliau kembali selesai mengambil wudhu dan hendak mengerjakan salat dan melewati anak Yahudi yang lumpuh tersebut, air bekas wudhu Sayyidah Nafisah jatuh mengenai anak Yahudi yang lumpuh itu dan dengan izin Allah anak tersebut bisa berjalan.
Mendengar cerita itu dari anaknya, keluarga Yahudi tersebut mengucapkan syahadat dan masuk Islam. Selain dikenal sebagai sosok yang ‘alim, Beliau juga dikenal adalah sosok perempuan yang ahli tahajud dan ahli puasa. Hingga diceritakan bahwa semasa hidupnya pada siang hari beliau selalu menahan diri dari makan dan pada malam harinya beliau menghidupkannya dengan beribadah kepada Allah SWT.
Sejarah juga menceritakan bahwa Sayidah Nafisah adalah perempuan yang dekat dan cinta kepada Al Qur’an, sehingga beliau dapat menghafalnya dan mengkhatamkannya sebanyak 1900 kali selama hidupnya.
Wafatnya Sang Ulama
Sungguh kecintaanya kepada Al Qur’an hingga pada pada akhirnya beliau meninggal dunia dalam keadaan membaca ayat Al Qur’an surah Al An’am ayat 127. Ketika jenazahnya ingin dibawa kembali oleh suaminya dan dimakamkan di Madinah, masyarakat Mesir melarangya dan memohon agar dimakamkan saja di Mesir.
Sehingga beliau pun dimakamkan di Mesir dan hingga saat ini maqbarohnya menjadi salah satu tempat masyhur di Mesir dan banyak orang yang berziarah ke makam Beliau, khususnya hari Jumat dan Minggu. Dan beliau dikenal sebagai Nafisah al-Darain (permata dari dua alam).
Wallahu a’lam bishowab.
Editor: Muhammad Awaluddin Al Kirom