Oleh: Prof. Dr. Mr. Kasman Singodimedjo
Mengenai Kedaulatan Hukum sungguh-sungguh dimaksudkan supaya hukum itu betul-betul berdaulat atau berkuasa penuh/absolut, tanpa batas. Semua harus tunduk kepada kedaulatan hukum, baik manusia sebagai pribadi, rakyat atau umat, maupun negara.
Kesadaran Hukum
Hanya sayangnya ialah bahwa si hukum itu sendiri tidak tahu, apalagi sadar, bahwa ia (hukum itu) berdaulat dan berkuasa penuh. Pun tidak tahu bahwa hukum itu diberdaulatkan, dipertuankan, dirajakan! Hukum toh akhirnya hanya objek, bukan subjek. Hukum sendiri tidak dapat bertindak apabila ada penyelewengan/pemerkosaan hukum, yang justru dilakukan oleh manusia, rakyat/umat dan negara itu sendiri!
Juga ”hukum” itu sendiri, ya termasuk ”Kedaualatan Hukum” itu, adalah dibikin dan ditetapkan oleh manusia. Baik manusia perorangan maupun oleh manusia yang berada di rakyat atau umat. Sampai pun oleh manusia sebagai pertugas negara. Manusia itu semua adalah sebagai pelaku (fa’il). Dan oleh karena itu, tidak bebas daripada tanggung jawab manusianya. Dus sekali lagi, yang penting itu manusianya, the man!
Oleh sebab itu, Islam menitikberatkan kepada manusia dengan tanggungjawabnya. Karena itu pula, si manusia di mana pun ia berada, harus bertanggungjawab terhadap pada pelaksanaan daripada semua hukum yang telah dibikinnya. Masing-masing manusia harus melaksanakan hukum itu setertib-tertibnya sesuai dengan maksud dibuatnya hukum itu. Harus ada self disiplin untuk pelaksanaan hukum itu.
Itulah yang dinamakan ”kesadaran hukum” dan ”tertib hukum” yang harus diwujudkan dan dikerjakan oleh masing-masing manusia secara sukarela, ikhlas, yakin, konsekuen, dan bergairah. Dan dengan begitu barulah dapat diharapkan adanya dan berlakunya ”Kedaulatan Hukum” dengan bertanggung-jawabnya manusia.
Islam dan Kedaulatan Hukum
Di dalam Islam, ”Kedaulatan Hukum” itu lebih dapat dirasakan daripada di luar Islam. Apalagi daripada di negara sekuler, apapula daripada di negara-negara atheis, dan komunis. Manusia Islam toh harus percaya akan adanya pembalasan, tidak hanya nanti di akhirat, tetapi juga di dunia sekarang ini. Tiap tindakan manusia, baik atau buruk, termasuk tindakan hukum. Apalagi tiap tindakan melanggar hukum, pasti ada pembalasannya atau imbalannya.
Di hari akhirat selalu ada perhitungan akhir/eind-rekening. Jika lebih banyak kebaikannya daripada keburukannya yang dilakukan manusia di dunia ini, pasti dia akan dapat ganjaran surga. Dan apabila dari tindakanya di dunia itu banyak yang buruk, pasti dia tidak terlepas daripada neraka.
Dan takut, takwa, dan beriman kepada Allah selalu berarti pula, bahwa manusia yang bersangkutan sebagai pelaku selalu akan mendisiplin dirinya di dalam pelaksanaan hukum Allah itu agar dia tidak mengecewakan Allah. Terutama di dalam tanggungjawabnya kepada diri pribadi sendiri, kepada rakyat/umat dan kepada negara di mana dia berada. Pula terutama kepada Al-Khalik Allah yang memiliki alam semesta ini.
Dan dengan begitu, dia pun (si Muslim) akan menertibkan semua hukum yang dibuat oleh rakyat, umat, dan negara. Terutama selama hukum itu tidak bertentangan dengan hukum Allah, yang tegas-tegas dapat dibaca di dalam al-Quranul Karim.
Sumber: artikel “Hal Kedaulatan” ditulis oleh Prof. Dr. Mr. Kasman Singodimedjo dimuat di SM no. 7/Th. Ke-58/1978. Pemuatan kembali di www.ibtimes.id secara berseri dengan penyuntingan
Editor: Arif