Sebelum menjelaskan fenomena “sering sujud tapi masuk neraka” kita perlu membahas tentang kesalehan. Dalam Islam hanya ada satu kesalehan, yaitu kesalehan yang menyeluruh. Akan tetapi dewasa ini sering terjadi dari kalangan Muslim bahwa ketaatan kepada Allah menjadi ajang perlombaan demi mendapatkan gelar orang-orang saleh (secara ritual).
Penghambaan diri kepada Allah tidak hanya melakukan ibadah mahdhah seperti salat, puasa, haji, dan zikir saja. Akan tetapi, Islam juga memperhatikan ibadah sosial “hablum minannas”. Dari sinilah para cendekiawan Muslim mendalami makna saleh tersebut dan memisahkan secara dikotomis antara dua makna, yaitu kesalehan individual dan kesalehan sosial.
Sering Sujud Tapi Masuk Neraka
Disebut dengan kesalehan individual karena lebih mementingkan ibadahnya semata-mata berhubungan dengan Tuhan dan kepetingan diri sendiri tanpa memperhatikan orang-orang di sekitarnya. Sedangkan disebut dengan kesalehan sosial yaitu mereka yang sangat peduli dan menerapkan nilai-nilai islami yang bersifat sosialisme.
Dalam beragama Islam, corak kesalehan itu merupakan suatu kemestian yang tidak bisa ditawar. Keduanya harus dimiliki oleh seorang muslim, baik kesalehan individual maupun kesalehan sosial.
Beribadah kepada Allah Selain bertujuan untuk penghambaan dan pengabdian diri juga bertujuan untuk membentuk kepribadian yang islami sehingga punya dampak positif baik bagi diri sendiri maupun dalam kehidupan bermasyarakat.
Karena itu kesalehan seseorang tidak hanya dilihat dari segi ibadah ritualnya, akan tetapi dilihat juga dari kepekaan sosialnya, humanisnya dan prilakunya dalam bermasyarakat seperti sopan santun, menghargai satu sama lain, sikap demokratis, suka memberi, dan berkasih sayang terhadap sesama.
Sehingga dari sini orang lain merasa tenteram, damai, dan nyaman ketika berinteraksi atau bergaul dengannya. Agar kita tidak menjadi perwujudan istilah “sering sujud tapi masuk neraka”.
Dalam hadis, dikisahkan bahwa ada seorang yang rajin beribadah tetapi masuk neraka, dikarenakan semasa hidupnya sering menyakiti orang lain, enggan untuk membantu saudaranya yang sedang kesusahan, suka mencaci, dan menuduh.
Dari Abu Hurairah r.a. Rasul SAW bersabada: “Orang yang merugi nanti di hari kiamat ialah orang yang datang kepada Allah dengan membawa pahala salat, zakat, akan tetapi dia didunia mencaci orang lain, mencelakakan orang lain, menuduh orang lain, memukul orang lain, dan memakan harta orang lain, maka kebaikannya diambil dan diberikan kepada korban-korbanya. Sampai jika kebaikannya habis dan tanggungannya belum selesai, kesalahan dan dosa yang ada pada korbanya diambil dan diberikan kepadanya, kemudian dilemparkan ke dalam neraka.(HR Muslim).
Kesalehan Bukan Sebatas Ibadah
Alkisah dalam hadis juga diceritakan, bahwa sahabat pernah memuji kesalehan orang lain didepan Rasulullah karena “sering sujud”. Nabi bertanya,
“Mengapa dia kau sebut sangat saleh?” Sahabat menjawab, “Soalnya, tiap saya masuk masjid, dia sudah menunaikan salat dengan khusuk dan saat saya pulang, dia tetap berada di masjid dan berdoa dengan khusuk pula.”
Nabi bertanya. “Lho, lalu siapa yang memberinya makan dan minum?“. “Kakaknya,” sahut sahabat tersebut. Lalu Nabi berkata, “Kakaknya lah yang berhak disebut saleh.” Sahabat tersebut pun terdiam.
Dari hadis ini mengajak kita sebagai Abdullah untuk menumbuhkan sikap empati kita terhadap fenomena sosial. Menjadi sholeh yang baik yang memberi manfaat kepada sesama.
Percuma seseorang mengaku sholeh/imannya sempurna, taat pada Al-Qur’an, patuh terhadap hadis-hadis Nabi, tetapi dia menyakiti orang lain dengan ucapannya maupun perbuatannya. Terlebih jika tidak memperdulikan sesama, enggan menolong satu sama lain, dan tidak bermasyarakat yang berbeda pemikiran denganya.
Ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah adalah agama Rahmatan lil’alamin. Bahwa Islam bukan hanya saja memperhatikan kemaslahatan diri sendiri, kepentingan penyembahan, dan pengabdian diri kepada Allah semata.
Selain itu, ajaran Islam menjadi rahmat untuk semua mahluk yang ada dimuka bumi ini baik yang di alam maupun sesama manusia. Oleh karena itu dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa Allah menciptakan manusia sebagai khalifah. Yang dimaksud dengan khalifah ialah yang yang memanfaatkan, melestarikan, memakmurkan, beramanah, bertanggung jawab, dan memakmurkan alam semesta ini,
Karena itu fungsi manusia dalam beragama bersifat ganda, yaitu sebagai abdi kepada Allah dan sebagai khalifah yang memberi manfaat terhadap manusia lainya dan memakmurkan alam semesta. Hablum minAllah, hablum minannas, dan hablum minalalam.
Kesalehan individu disebut juga dengan ibadah ritual. Dikarenakan lebih menekankan dan mementingkan pelaksanaan ibadah ritual, seperti sholat, zakat, puasa, dan semacamnya.
Editor: Nabhan