IBTimes.ID – Di masyarakat Indonesia, keberagamaan sering diidentikkan dengan ritual. Sehingga praktek ritual yang berbeda dari kebiasaan masyarakat dianggap sebagai sesuatu yang sangat berbahaya.
Padahal, selain ritual, ada dimensi spiritual. Spiritualitas berhubungan dengan akhlak. Orang yang paling sempurnya imannya adalah yang paling baik budi pekertinya. Orang yang berbudi pekerti baik akan membuat bangsanya menjadi baik, sehingga peradaban juga semakin baik.
Shalat Iduladha dan ibadah qurban yang sebentar lagi akan dijalankan oleh umat Islam memiliki dimensi dan makna yang fungsional untuk mewujudkan tujuan pewahyuan risalah Islam.
“Shalat Iduladha hukumnya sunnah muakkadah. Sunnah yang selalu dilaksanakan oleh Nabi SAW, bersifat ibadah mahdhah badaniyah. Ketentuannya ditentukan oleh syariat, dan harus dilaksanakan sendiri,” ujar Ustadz Hamim Ilyas. Hal tersebut disampaikan dalam Pengajian Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jumat (9/7).
Shalat Iduladha dilaksanakan di mushalla. Mushalla di Indonesia berarti bangunan yang lebih kecil dari masjid. Di zaman Nabi, mushalla adalah tanah lapang terletak 200 m dari masjid Nabi SAW. Shalat di mushalla tersebut dilaksanakan ketika tidak hujan. Sedangkan shalat di masjid ketika cuaca hujan.
Selain itu, shalat Iduladha juga bisa dilaksanakan di rumah. Menurut Ustadz Hamim, ada hadis riwayat Bukhari yang menyebut bahwa Anas bin Malik memerintahkan keluarganya untuk ikut shalat ‘id bersamanya di rumah mereka di sebuah kampung yang jauh di luar kota. Ibn Rajab dalam Fathul Baari Syarh Shahih al-Bukhari menyebutkan beberapa ulama terkemuka yang menganut pendirian pelaksanaan shalat ‘id di rumah, antara lain Atha’, Mujahid, Hasab al-Bashri, Ibnu Sirin, ‘Ikrimah, Ibrahim an-Nakhai, Abu Hanifah, al-Auza’i, Malik bin Anas, al-Laits,asy-Syafii, dan Ahmad bin Hanbal.
“Empat imam mazhab membolehkan shalat Idulfitri maupun shalat Iduladha di rumah,” tegas Ustadz Hamim Ilyas.
Pada masa pandemi covid-19, dengan adanya PPKM Darurat yang ditetapkan pemerintah, maka shalat Iduladha boleh ditiadakan atau dilaksanakan di rumah muslim masing-masing.
Pelaksanaan shalat Iduladha di rumah tetap dilakukan dengan khutbah. Yang menjadi khutbah adalah salah satu anggota keluarga. Dalam mazhab Hanafi, membaca ayat di mimbar sudah bisa dikatakan sebagai khutbah. Tidak seperti rukun khutbah yang dipahami oleh mazhab Syafii dan menjadi pemahaman umum masyarakat Indonesia.
“Misalnya baca Al-Fatihah, kemudian diterjemahkan, itu sudah cukup dikatakan sebagai khutbah. Sehingga tidak harus mendatangkan khotib dari luar,” imbuh Ustadz Hamim Ilyas.
Reporter : Yusuf