IBTimes.ID – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Abdullah Jaidi menegaskan bahwa Shalat Jumat saat masa pandemi virus corona (Covid-19) tak bisa digelar secara online.
Hal itu ia sampaikan berdasarkan fatwa MUI Fatwa MUI Nomor 28 Tahun 2021 tentang Hukum Penyelenggaraan Shalat Jumat Secara Online.
“Fatwa MUI menyatakan Shalat Jumat itu enggak bisa dilakukan secara online,” kata Jaidi dalam acara Gerakan Penanggulangan Covid-19 Berbasis Fatwa MUI di Jakarta yang disiarkan di kanal YouTube MUI TV.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyamakan pelaksanaan shalat Jumat yang dilakukan secara online adalah tidak sah.
Tidak sahnya ibadah dikarenakan lokasi imam dan makmum tidak ittihad al-makan atau dalam kesatuan tempat. Kemudian, kedua belah pihak juga tak ittishal atau tersambung secara fisik, dan hanya tersambung melalui jejaring virtual.
“Penyelenggaraan salat Jumat secara virtual sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum hukumnya tidak sah,” tulis Fatwa MUI.
Fatwa MUI juga menyebutkan dalam hal seseorang ada uzur syar’i yang tidak memungkinkan melaksakan salat Jumat, maka kewajiban salat itu menjadi gugur. Penggantinya, yakni wajib melaksanakan salat Zuhur.
Menurut Fatwa MUI, prinsip dalam pelaksanaan ibadah adalah mengikuti aturan. Hukum asalnya terlarang sampai ada dalil. Sementara kalau dalam hal muamalah, hukum asalnya adalah boleh sampai ada yang melarang.
Atas fatwa tersebut, Ustadz Wawan Gunawan Abdul Wahid, Dosen Perbandingan Mazhab UIN Sunan Kalijaga menanggapi dengan beberapa catatan. Menurutnya, sejak periode mazhab, sahnya berjamaah itu tidak hanya ditentukan oleh kesatuan tempat tapi oleh suara yang masih terdengar oleh makmum.
“Itu justru disampaikan dalam salah satu pandangan Mazhab Syafi’i. Imam Ibnu Hazm al Andalusia meskipun seorang tekstualis mendukung pandangan ini. Ia ilustrasikan seberapa jauhnya jarak imam dan makmum bahkan dipisahkan oleh sungai yang sangat lebar jika suara imam masih terdengar maka berjamaah itu sah adanya,” ujar Ustadz Wawan.
Keabsahan itu, imbunya, semakin diperkuat dengan adanya gambar yang mempertegas hubungan antara makmum dengan imam.
Sementara itu, berkenaan dengan teknologi virtual yang sebabkan relasi antar jamaah dengan imam dalam relatif baru harus dipahami sebagai at taysir a muashir. Kemudahan kontemporer. Jika akad nikah secara online dimungkinkan untuk dilakukan mestinya shalat jumat online boleh dilakukan.
Tentang pilihan untuk mengganti shalat Jum’at dengan zhuhur, menurut Ustadz Wawan, umat tidak bisa dipaksa untuk lakukan sesuatu yang tidak diinginkannya.
“Pada awalnya umat mau tunaikan shalat zhuhur tetapi kerinduan mereka untuk kembali tunaikan shalat Jum’at itu bagian dari level irfani keberagamaan ummat. Terang ummat tidak bisa dipaksa untuk terus menerus shalat zhuhur. Ya salah satu solusinya mereka tunaikan shalat Jum’at secara virtual,” tutupnya.
Reporter : Yusuf