Perspektif

Siapa Presiden di Tahun 2024? Refleksi Filosofis atas Kompleksitas Politik Indonesia

4 Mins read

Tentu judul yang kontroversial sangat penting untuk mengundang minat pembaca. Tapi yang tidak kalah penting lagi adalah substansi yang ada di dalamnya. Pertanyaan, siapa yang akan menjadi Presiden di tahun 2024 mendatang bukan sekedar pertanyaan tentang siapa pemenang Pilpres. Hal ini berkaitan dengan siapa sosok ideal yang diinginkan “rakyat” Indonesia dan apa tugas yang harus diembannya sehingga mampu membuat perubahan yang signifikan yang menunjukkan secara jelas keberpihakannya terhadap “kepentingan rakyat.”

Tentu mengimajinasikan dan menggambarkan harapan positif bukanlah hal yang tanpa tantangan, terutama berdasarkan pengalaman yang selama ini dilalui oleh kebanyakan orang di tanah air. Misalnya bahwa, sebenarnya dengan apa yang disebut dengan janji politik yang selalu digaungkan dengan penuh semangat oleh para politisi, ternyata dianggap tidak memberikan kemanfaatan secara signifikan terutama seperti keadilan dan kesejahteraan. Dan belakangan, nilai-nilai kebebasan juga secara relatif terdampak oleh kompleksitas politik di tingkatan elit.

Bisa jadi klaim ini keliru bahwa “tidak ada manfaat yang dianggap besar dan benar-benar terasa” bagi warga negara. Karena memang, para negarawan, orang bangsa, teknokrat, birokrat, administratur, dan berbagai sebutan lainnya yang cocok secara fungsional, bukan tidak mengupayakan sesuatu yang berarti, yang bermanfaat, yang bersifat membangun. Tapi memang, sebagaimana yang pernah disinggung oleh Luhut Binsar Pandjaitan, “Itu semua tidak mudah.” Ia secara retoris ingin mengundang kritikus kinerja pemerintah dengan mengatakan bahwa, “Coba kalau kamu di pemerintahan, ada di dalam, tidak semudah yang kamu katakan untuk mengerjakan berbagai tugas kenegaraan.”

Memang ada perbedaan konteks, kondisi dan pengalaman di antara kedua subyek – pemerintah dengan warga negara – yang dijembatani oleh media dalam berkomunikasi. Komunikasi mereka cenderung lancar, tapi sangat jelas menggambarkan betapa “upaya” yang dilakukan keduabelah pihak cenderung berbeda.

Baca Juga  Mengenal Kawula17, Kanal Cerdas untuk Pemilih Muda

Kalau kita berasumsi bahwa semua pihak punya niat baik, bekerja dengan baik, bersusah payah dalam mengerjakan pekerjaan dan fungsinya, meskipun tidak selalu berhasil dengan mudah, maka di mana letak keberhasilan atau sekurang-kurangnya kemajuan yang dicapai, merupakan hal yang diperdebatkan. Bisa jadi hal itu diklaim atau dianggap baik atau sebaliknya.

Yang menjadi catatan, kompleksitas di dalam birokrasi dan dinamika politik yang terjadi, membawa “pencapaian” pada kinerja tertentu sebagai hal yang antara ada dan tiada. Disebut ada jika secara materiil berwujud, tapi sebagai sebuah istilah – atau yang paling konkret adalah ditulis dalam sebuah laporan – bisa dipersoalkan. Setidaknya dari sini kita bisa meletakkan beberapa hal yang pertama, pencapaian tersebut ada dan berwujud.

Kedua, itu semua dilaporkan oleh para pejabat sebagai sebuah pertanggungjawaban birokratis dan pertanggungjawaban publik. Ketiga, dianggap tidak ada, atau dipersoalkan, karena tidak bisa dirasakan secara langsung dan atau tidak memiliki kemanfaatan secara langsung. Keempat, bisa jadi baik itu pencapaian maupun laporan atasnya menjadi bahan manipulasi politik yang sangat dipengaruhi oleh dinamika politik yang ada. Dinamika politik dalam konteks ini bisa berupa persaingan di dalam birokrasi maupun hal lebih luas berkaitan dengan perebutan kekuasaan.

Seorang pejabat publik di satu sisi bisa berkata bahwa mereka sudah bekerja, membuat kebijakan dan mengeksekusinya, lalu menunjukkan hasilnya dalam sebuah laporan. Seorang warga negara – mewakili rakyat – menyatakan bahwa pekerjaan mereka tampaknya tidak berkaitan dengan kualitas hidup mereka sehari-hari. Lalu seorang politisi yang satu mengatakan bahwa pekerjaannya tidak bagus, dan yang lain berkomentar bahwa hasil dari pekerjaan itu memiliki pengaruh yang tidak bisa dirasakan secara langsung, tapi secara sistemik mengkondisikan berbagai hal sehingga melalui berbagai jalan pada akhirnya akan berpengaruh.

Baca Juga  Pilpres 2024: Mengapa Kebebasan Beragama tidak Menjadi Isu Sentral?

Ini adalah gambaran yang terjadi mengenai bagaimana sistem politik dan pemerintahan berlaku dan mempengaruhi apa yang selama ini diinginkan, diidamkan dan diharapkan rakyat, yang secara sederhana digambarkan dengan tiga istilah penting, yakni keadilan, kesejahteraan dan kebebasan.

Kembali kepada persoalan siapa pemimpin baru yang akan muncul di tanah air pada 2024, secara ideal adalah ia dan timnya yang mampu benar-benar menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, yang tentu saja berorientasi memenuhi kepentingan dan kebutuhan rakyat. Di sisi lain, dengan kompleksitas politik yang ada dia harus mengkomunikasikan secara baik, transparan dan meyakinkan bagi publik, sehingga tidak ada kecurigaan yang muncul.

Persoalan lainnya adalah ia dan timnya juga secara politis harus mampu mengendalikan orkresta politik yang terjadi, yang terkadang berjalan dengan cara yang unik, tidak mudah dan penuh dengan permainan, strategi dan eksekusi politik yang terus berubah. Berikutnya, berarti ia juga harus mampu membuat komunikasi yang terbaik berkaitan dengan keterlibatannya berhadapan dengan orkresta politik yang terjadi.

Kita tidak bisa berharap bahwa pemimpin baru itu adalah orang yang secara personal baik, pandai, memiliki paras yang menawan, secara keagamaan memiliki kualitas kesalehan, memiliki darah etnis dan ras tertentu, berasal dari partai dan koalisi mana, dan berbagai hal ideal lainnya yang tergambarkan dalam berbagai imajinasi bagi berbagai kalangan, kelas, dan keberagaman lainnya, yang pada intinya adalah terhubung pada rakyat. Karena mereka tidak akan pernah memenuhi ekspektasi rakyat itu sendiri dan kompleksitas politik yang ada yang mengkondisikan itu semua.

Setidaknya ada tiga calon presiden yang diumumkan oleh berbagai media dengan berbagai pola dan model koalisi partai yang mendukungnya. Setelah Presiden Jokowi, maka calon penggantinya yang kemungkinan akan dipilih oleh rakyat adalah Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto dan Anies Baswedan. Ketiganya adalah yang terbaik bagi rakyat Indonesia dan kita hanya perlu memilih salah satunya. Meskipun demikian, kita tidak bisa mempercayai janji-janji dan target-target politiknya karena sepertinya apa yang akan terjadi juga tidak akan memiliki pengaruh yang signifikan pada kehidupan kita.

Baca Juga  Ulama, Bukan Juru Bicara Tuhan

Soal pengaruh, dampak dan perubahan yang tampak atas pencapaian kinerja yang selama ini diupayakan, seperti misalnya pembangunan jalan, itu tentu merupakan hal yang tampak dan bersifat materiil. Masalanya, sepertinya ada “jarak” yang diperberat oleh kompleksitas politik, sehingga dianggap tidak berkaitan dengan kepentingan rakyat akan keadilan, kesejahteraan dan kebebasan.

Para politisi dan terutama, para sarjana bisa dengan mudah membantah hal ini, kecuali memang mereka bertanya dengan representasi rakyat itu sendiri di jalanan tentang apa yang berbeda pada kehidupan mereka ketika negara ini dipimpin oleh pemimpin tertentu.

Jika mereka menjawab, sama saja, atau bahkan secara umum, mengindikasikan hal itu, maka inilah pekerjaan rumah terbesar yang kita punya: mempersoalkan apa sebenarnya hakikat seorang pemimpin, presiden negeri ini, rakyat, berkuasa, dikuasai, musyawarah, keterwakilan, demokrasi, berbangsa dan bernegara.

Siapa presiden di tahun 2024? Alih-alih menjawabnya dengan nama, akan jauh lebih penting menjawabnya dengan persoalan yang pelik dan filosofis. Bahkan jika memang diperlukan, dengan jawaban yang retoris: “sama saja.”

Editor: Yusuf

89 posts

About author
Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang, Direktur Riset RBC Institute A Malik Fadjar.
Articles
Related posts
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds