Perspektif

Siapa yang Paling Muhammadiyah?

1 Mins read

Persyarikatan Muhammadiyah bagai gula dirubung semut ketika momen Pilpres dan Pilkada. Kontestan yang maju di ajang pemilihan berebut suara dari warga organisasi berlambang matahari itu.

Semua kontestan pasti berlomba mencitrakan diri sebagai Muhammadiyin alias “orang yang paling Muhammadiyah”, hadir di berbagai acara dan memakai simbol khas Muhammadiyah, biar dianggap sebagai orang yang secara struktural dan kultural paling dekat dengan Muhammadiyah.

Sah-sah saja pencitraan diri untuk meraih kemenangan. Namun jika pencitraan terlalu dibuat-buat dan ketahuan sandiwaranya maka akan nampak wagu. Justru berlomba mencitrakan diri dengan hal positif dan dengan cara yang positif akan membantu masyarakat memilih mana kontestan yang terbaik.

Persoalan muncul ketika kontestan yang berlaga mengaku sama-sama Muhammadiyin, apalagi sama-sama punya Kartu Anggota Muhammadiyah. “Milih siapa ya?, bingung wong semuanya Muhammadiyah.”

Tidak usah bingung, coba saja ketika ketemu calon atau paslon pimpinan itu iseng-iseng ditanya spontan dengan pertanyaan yang enteng-entengan, misalnya ” jika anda mengaku Muhammadiyah, bagaimana lafadz doa iftitah?”

Jika doa iftitahnya Muhammadiyah saja tidak bisa, bagaimana kita bisa percaya kalau yang bersangkutan adalah Muhammadiyah.

Pertanyaan yang agak berat misalnya tentang “Berapa jumlah amal usaha Muhammadiyah di daerah anda yang maju, agak maju dan ndap-ndip alias kembang kempis?”

Kalau jumlah amal usaha Muhammadiyah di daerahnya saja tidak tahu, maka apakah layak disebut kontestan yang paling Muhammadiyah?

Pertanyaan terakhir yang bobotnya lumayan berat kepada kontestan adalah “Seberapa besar dan maksimal infaq yang akan diberikan kepada Muhammadiyah?”.

Bagaimanapun tradisi Muhammadiyah adalah tradisi memberi, berinfaq. Sejak kecil orang Muhammadiyah dibiasakan untuk tidak pelit harta, pikiran dan tenaga meski dalam keaadaan sulit. Orang Muhammadiyah dibiasakan untuk entengan meluangkan waktu untuk memikirkan umat.

Baca Juga  Guru Besar Muda-Muda: Tantangan dan Harapan

Kalau pertanyaan kepada kontestan butuh jawaban dengan angka, maka pertanyaan yang bisa diajukan adalah “Berapa kebaikan yang sudah engkau perbuat untuk Muhammadiyah?”

Mungkin sudah saatnya mengukur Kemuhammadiyahan seseorang calon pimpinan bukan dengan janji-janjinya, karena orang Muhammadiyah biasanya lupa menagih janji karena habis Pilpres dan Pilkada selesai, ya sudah pung rampung lanjut ngurusi pengajian, sekolah, klinik, rumah sakit dan lain-lain.

Editor: Soleh

Avatar
1 posts

About author
Anggota MPKSDI PCM Moyudan
Articles
Related posts
Perspektif

Psikologi Sosial dalam Buku "Muslim Tanpa Masjid"

3 Mins read
Dalam buku Muslim Tanpa Masjid, Kuntowijoyo meramalkan pergeseran signifikan dalam cara pandang umat Islam terhadap agama dan keilmuan. Sekarang, ramalan tersebut semakin…
Perspektif

Paradoks Budaya Korupsi Masyarakat Religius

2 Mins read
Korupsi yang tumbuh di masyarakat yang dikenal religius memang menjadi paradoks. Di masyarakat yang memegang teguh nilai-nilai agama, mestinya kejujuran, integritas, dan…
Perspektif

Mau Sampai Kapan IMM Tak Peduli dengan Komisariat?

2 Mins read
Barangkali unit terkecil IMM yang paling terengah-engah membopong organisasi adalah komisariat. Mereka tumbuh serupa pendaki yang memanjat gunung tanpa persiapan dan dukungan….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds