Perspektif

Siapakah Mereka yang Berhak atas Tanah Palestina?

3 Mins read

Sebagaimana kita ketahui, konflik panas antara Palestina dan Israel bukanlah konflik yang pertama kali muncul di dunia. Tapi melainkan pertempuran sengit yang telah berlangsung sejak dahulu hingga sekarang dan sukar terprediksi kapan akan selesainya.

Konflik tersebut telah memakan banyak korban jiwa, memorak-porandakan bangunan, merusak infrastruktur, perekonomian dan bahkan masa depan suatu bangsa. Tentara Israel yang terkenal bengis dan tak berperi-kemanusiaan bukan hanya menyerang warga sipil Palestina, namun juga membabat habis seluruh lapisan warga yang ada di sana. Korban berjatuhan mulai dari lansia, orang dewasa, hingga balita baik laki-laki maupun perempuan tanpa adanya rasa iba.

Hal tersebut tentunya mengundang simpati dan kepedulian seluruh pasang mata yang menyaksikan berita tersebut, terutama umat muslim di penjuru dunia. Sebab hal tersebut bukan hanya soal Hak Asasi Manusia, tetapi juga menyangkut solidaritas sesama umat beragama.

Mengapa Tanah Palestina Diperebutkan?

Latar belakang pertempuran sengit dua negara ini salah satunya adalah soal perebutan tanah Palestina. Al-Quds sebagai salah satu nama kota di Palestina dianggap sebagai kota suci bagi tiga agama besar dunia yaitu Islam, Kristen dan Yahudi.

Ketiga agama ini tentu memiliki dasar yang kuat mengapa mempertahankan al-Quds dengan begitu gigihnya. Pertama, dalam agama Islam, Masjid al-Aqsa yang terletak di kota al-Quds merupakan kiblat pertama bagi umat Islam di seluruh penjuru dunia.

Selain itu, alasan lain mengapa tempat ini disakralkan ialah karena Rasulullah Muhammad Saw pernah melakukan perjalanan isra mi’raj dari masjid al-Haram ke masjid al-Aqsa yang terletak di wilayah ini. Hal tersebut juga termaktub dalam ayat pertama surat al-Isra’.

Demikianlah alasan yang membuat umat Islam yakin bahwa bumi Palestina adalah bumi para nabi yang suci dan juga mengandung situs sejarah yang harus dijaga dan dipertahankan hingga hari kiamat kelak.

Baca Juga  Disability Awareness: Revolusi Mental Generasi Milenial Melalui Pendekatan Literasi Keagamaan

Kedua, dalam sejarah agama Kristen, mereka umat Nasrani meyakini bahwa Yesus dimakamkan di Palestina. Adapun makam tersebut diklaim oleh mereka berada didalam gereja makam kudus (The Holy Sepulcher) yang diyakini keberadaannya di kota tua yang bernama al-Quds.

Selain itu, mereka juga meyakini bahwa kunci gereja The Holy Sepulcher dipercayakan penjagaannya pada keluarga Muslim Palestina. Sebagaimana umat Islam, umat Nasrani ikut serta memperjuangkan al-Quds karena meyakini tempat tersebut sebagai makam kudus berdasarkan doktrin agama mereka.

Sedangkan menurut umat Yahudi, mereka meyakini bahwa The Tample of Solomon (Kuil Sulaiman) terletak di Palestina. Itulah latar belakang teologis mengapa tanah Palestina diperebutkan oleh tiga agama, Islam, Kristen dan Yahudi.

Ketiga agama tersebut memiliki argumentasi yang kuat mengenai tempat tersebut berdasarkan doktrin keagamaan masing-masing. Lantas jika melihat dari sudut pandang historis, siapakah yang berhak mengelola tanah Palestina?

Sejarah tentang Palestina

Setiap agama memiliki argumentasi teologis yang kuat mengenai tanah Palestina. Maka apabila ketiganya memiliki klaim yang kuat, mari kita bahas dari sisi kesejarahannya.

Menurut sejarah Islam, penduduk asli Palestina adalah suku arab yaitu bangsa Kan’an yang merupakan keturunan Nabi Nuh AS. Kemudian penduduk setempat menamai daerah tersebut dengan kata فلسطيون “Filsthyun” yang berasal dari kata “falah”.

Orang-orang dari Yunani dan Romawi kuno, tempat asal sebagian pendatang ke Ardhu Kan’an menambahkan kata “n” (nun), dengan alasan untuk kombinasi dalam penyebutannya. Sehingga mereka kemudian menyebutnya dengan “Filistin”. Maka dipakailah nama dan bangsa Filistin menggantikan nama dan bangsa Ardhu Kan’an yang sebelumnya telah dipakai sejak lama.

Sedangkan pada zaman modern, nama tersebut dikenal dengan nama Palestine atau Palestina jika dalam Bahasa Indonesia. Wilayah tersebut berada di bawah kekuasaan Turki Utsmani (Dinasti Utsmaniyah). Setelah runtuhnya kekaisaran Utsmaniyah dalam perang dunia I, maka sejak saat itu bangsa eropa berambisi untuk mewarisi peninggalan Turki Utsmani.

Baca Juga  Yulianti Muthmainnah: Studying at Muhammadiyah, Christians Becoming More Christian

Sekitar tahun 1876 orang-orang Yahudi diizinkan masuk ke Palestina. Selain itu, bangsa eropa juga mendirikan konsulat-konsulat yang memiliki tugas utama dalam intervensi urusan Turki Utsmani dan secara bertahap mengendalikan al-Quds. Di mana hal itu terlihat jelas dalam kepemilikan tanah dan real estate, pembangunan gereja, sekolah, rumah sakit dan upaya untuk merusak hubungan baik antar sekte.

Saat Palestina dikuasai Yahudi, mereka memiliki konsep yang bernama kaddos. Yang memiliki arti pelarangan bagi mereka yang tak dianggap suci untuk memasuki kota suci. Adapun perlakuannya saat menguasai Palestina, Yahudi tidak memberikan hak-hak secara utuh terhadap umat Kristiani dan umat Muslim.

Pun saat Palestina dikuasai oleh umat Kristen, Yahudi tidak diperbolehkan masuk ke dalam tanah suci. Berbeda saat Palestina dikuasai oleh umat Islam, pada masa Khalifah Umar bin Khattab, umat Islam justru sebaliknya. Mereka tidak diperbolehkan mengambil alih rumah orang Kristen. Khalifah Umar juga mengizinkan umat Yahudi asal Tiberias untuk tinggal di Palestina, asalkan mereka membangun rumah di tempat yang belum dimiliki oleh siapapun. Bahkan sikap umat Islam yang demikian baik terhadap umat Kristen dan Yahudi mendapat pujian dari Karen Amstrong, salah seorang peneliti sejarah.

Pandangan Hukum Internasional tentang Tanah Palestina

Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya, Palestina merupakan wilayah pecahan Turki Utsmani. Maka apabila ditinjau dari peraturan internasional yang mengatur perpecahan entitas pemerintahan akibat Perang Dunia I, maka Liga Bangsa-Bangsa menyatakan dalam Kovenan nomor 22 tahun 1919 bahwa pecahan Turki Utsmani yang didalamnya termasuk Palestina adalah wilayah yang cukup berkembang dan layak diakui sebagai sebuah negara.

Oleh karenanya, LBB memberi mandat kepada Inggris pada waktu itu untuk mendampingi wilayah tersebut hingga siap berdiri sendiri menjadi sebuah negara. Ini menandakan bahwa rakyat Palestina berhak atas penentuan nasib (self-determination) untuk lepas dari Inggris.

Baca Juga  Generasi Milenial: Kelompok yang Terdampak Kekosongan Kognisi Pancasila

Artinya, berdasarkan Undang-Undang tersebut setelah Perang Dunia I kepemilikan wilayah Palestina adalah milik bangsa Palestina itu sendiri, bukan berpindah kekuasaan pada Inggris apalagi ke tangan Zionis Israel.

Maka di antara tiga tinjauan yang meliputi sudut pandang teologi, historis, maupun hukum internasional, yang dinilai paling objektif dan dapat diterima oleh masyarakat luas adalah berdasarkan sudut pandang hukum internasional. Demikian dapat diambil kesimpulan bahwa mereka yang paling berhak mengelola tanah Palestina adalah bangsa Palestina itu sendiri.

Editor: Soleh

Khulanah
2 posts

About author
Mahasiswi Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah Yogyakarta Jurusan Ilmu Hadist
Articles
Related posts
Perspektif

Moderasi Hilirisasi Haji

3 Mins read
Dalam beberapa tahun terakhir, hilirisasi haji telah menjadi sorotan penting di Indonesia. Berangkat dari visi untuk memberikan pelayanan haji yang berkualitas dan…
Perspektif

AI dan Masa Depan Studi Astronomi Islam

4 Mins read
Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) merupakan program komputer yang dirancang dan dihadirkan untuk dapat meniru kecerdasan manusia, termasuk kemampuan pengambilan keputusan,…
Perspektif

Pendidikan sebagai Dasar Pembentuk Nilai Hidup

3 Mins read
“Pendidikan (opvoeding) dan pengajaran (onderwijs) merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds