Ekonomi Syariah dan Perkembangannya
Pondok Pesantren – Dewasa ini ekonomi syariah dapat didefinisikan sebagai ilmu ekonomi yang pondasinya merujuk kepada syariah, dengan menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai panduan dalam kegiatan ekonomi.
Cakupan kegiatan ekonomi yang meliputi produksi, distribusi, dan konsumsi seyogyanya menjunjung tinggi nilai-nilai Islam, di antaranya harus jelas kehalalannya, terbebas dari sistem ribawi, gharar dan maysir, serta tidak boleh ada kezaliman kepada siapapun. Sebab ekonomi syariah hadir dengan prinsip keadilan yang menjamin kebebasan dan kesejahteraan setiap pelaku ekonomi.
Suatu sistem dapat dikatakan sebagai sistem ekonomi syariah jika memenuhi tiga syarat, yaitu:
1) Ekonomi syariah tidak boleh memisahkan antara duniawi dan ketuhanan, maka aspek spiritual menjadi ruh yang harus ada didalam berbagai kegiatan ekonomi.
2) Ekonomi syariah harus mengakui wahyu sebagai sumber pengetahuan utama, dan
3) Ekonomi syariah harus membimbing masyarakat untuk meningkatkan kompetensinya agar lebih produktif menuju kesejahteraan yang sesuai dengan ajaran Islam (Susamto, 2020).
***
Ekonomi syariah hadir melalui sinergi yang baik antara berbagai sektor ekonomi, yaitu sektor keuangan, sektor riil dan sektor filantropi. Inilah yang menjadi daya tarik sekaligus nilai tambah bagi sistem ekonomi syariah.
Pasalnya, dalam ekonomi syariah, yang menjadi tujuan dalam transaksi bukan sekedar keuntungan semata, tapi ada aspek sosial yang harus menjadi perhatian dari para pelaku ekonomi.
Jika semua sektor ini dapat berjalan seirama, maka tujuan untuk mewujudkan kemaslahatan masyarakat dapat direalisasikan sesuai dengan tujuan utamanya dalam maqashid syariah.
Untuk pengembangan ekonomi syariah ke depannya, maka sangat diperlukan strategi yang disusun secara sistematis dalam mewujudkan sebuah ekosistem yang saling terintegrasi. Strategi pengembangan ekonomi syariah telah disusun dalam sebuah masterplan yang mencakup empat sektor garapan, yaitu: penguatan rantai nilai halal, sektor keuangan syariah, sektor UMKM, dan optimalisasi ekonomi digital (Komite Nasional Keuangan Syariah, 2018).
Sektor UMKM dalam sistem ekonomi syariah merupakan representasi sektor riil, yang menjadi bagian terpenting dan bahkan sebagai penggerak dalam rantai nilai halal dalam konteks Indonesia saat ini.
Modal Besar untuk Membangun Ekonomi Syariah
Indonesia memiliki modal besar dan pondasi yang kuat untuk dapat mengembangkan ekonomi syariah. Hal ini nampak dari mayoritas jumlah penduduk yang memiliki background agama Islam, yakni 86,88% atau sekitar 236,53 juta jiwa.
Sehingga Indonesia sangat berpeluang untuk menjadi pusat pengembangan sekaligus pemimpin ekonomi syariah dunia. Dinamika formal perjalanan panjang pengembangan ekonomi syariah di Indonesia dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini:
Tabel 1. Perkembangan Ekosistem Ekonomi Syariah di Indonesia
1992 | 1998 | 2008 | 2011 | 2014 | 2019 | 2020 |
Bank Muamalat didirikan. | Bank konvensional diperbolehkan memiliki Unit Usaha Syariah (UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan) | Disahkan dua Undang-undang, yaitu: UU Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah | UU tentang Pengelolaan Zakat (UU No. 23 Tahun 2011) disahkan. | Penggunaan produk halal dijamin oleh UU Nomor 33 Tahun 2014 | Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia (MEKSI) disusun dan ditetapkan. | KNKS berubah menjadi KNEKS. |
Sumber: KNEKS (2020)
Tabel diatas memperlihatkan bagaimana Pemerintah Indonesia beserta seluruh stakeholder yang terkait sangat serius dan intens untuk mengembangkan ekonomi syariah.
Semua sektor garapan telah memiliki regulasi yang cukup kuat sebagai landasan hukumnya, tidak hanya memperkuat sektor keuangan saja, namun sektor filantropi pun tidak luput dari perhatian untuk terus dikembangkan.
Selanjutnya dalam Masterplan Ekonomi Syariah (Komite Nasional Keuangan Syariah, 2018) dirilis milestone pengembangan ekonomi syariah tahun 2019 – 2024 sebagai berikut:
Sinergi Ekonomi Syariah dan Pondok Pesantren
Pondok pesantren erat kaitannya dengan pendidikan Islam di Indonesia, seolah menjadi ciri khas yang sangat melekat dengan kepribadian bangsa Indonesia. Pelajar di pondok pesantren disebut sebagai santri, yang dalam rutinitasnya disibukkan dengan penggemblengan pelajaran ilmu-ilmu agama yang berbasis pada sumber rujukan kitab-kitab kuning.
Maka, pondok pesantren berperan besar dalam membentuk kepribadian keagamaan (Halim, 2019), sebab diyakini juga bahwa pondok pesantren menjadi salah satu tempat yang tepat untuk membina akhlak (Faisol, 2017).
Perkembangan pondok pesantren secara kelembagaan dibedakan menjadi tiga, yaitu sistem tradisional, semi modern, dan modern. Ketiga klasifikasi ini dengan ciri khasnya masing-masing tidak menegasikan perannya dalam kajian-kajian sumber rujukan agama.
Konsep dasar pondok pesantren ada pada penguatan lembaga pendidikan Islam, namun juga tidak mengenyampingkan perannya sebagai lembaga sosial yang hadir di tengah-tengah masyarakat (Haningsih, 2008).
Di samping itu, pondok pesantren juga hadir sebagai lembaga ekonomi yang memiliki unit-unit bisnis untuk dikembangkan guna membiayai kegiatan operasionalnya. Maka potensi ini menjadi modal besar bagi pondok pesantren untuk dapat memainkan perannya dalam penguatan ekonomi masyarakat (Sutikno, 2020).
Ekonomi dan pondok pesantren tidak lagi hanya sekedar wacana, sebab banyak pondok pesantren yang sudah memiliki banyak unit-unit bisnis pada berbagai sektor.
***
Sektor pertanian, perdagangan, peternakan, retail, keuangan telah berhasil mengantarkan pesantren dalam membantu mewujudkan kesejahteraan dan meingkatkan pertumbuhan ekonomi warga sekitar pondok pesantren (Putri et al., 2021).
Walaupun telah banyak yang berhasil mengembangkan amal usahanya, pondok pesantren tetap mengacu kepada ruh awal pendiriannya yang tidak menjadi ekonomi sebagai tujuan utamanya. Pondok pesantren masih menempatkan ekonomi sebagai sarana untuk mewujudkan lembaga pendidikan Islam yang mendidik generasi rabbani berdasarkan panduan wahyu Allah Swt.
Dalam perkembangan sistem ekonomi syariah di Indonesia, pondok pesantren telah ikut berkontribusi dalam tiga peran, yakni perannya sebagai social agent of change, laboratorium bisnis islami, dan menjadi sentral pengkajian ekonomi islam (Marlina, 2014).
Ketiga peran ini dapat dimainkan oleh pondok pesantren sekaligus, sebab pesantren memiliki banyak sumber daya yang dapat digerakkan untuk kepentingan itu.
Kiai sebagai tokoh sentral menjadi magnet dalam syiar ekonomi syariah, terlebih jika kajian-kajian kitab kuningnya difokuskan kepada bab muamalah iqtishadiyah.