Di tengah kemajuan zaman, beberapa sistem offline mulai ditinggalkan, menuju sistem online untuk menggantikan. Apalagi di masa pandemi COVID-19 ini, yang jelas-jelas banyak mengubah praktik kehidupan. Hal ini ditulis pula oleh World Economic Forum (2020), pandemi COVID-19 telah mempengaruhi pendidikan lebih dari 1.2 milyar anak di 186 negara.
Melihat fakta tersebut, saya tertarik untuk mengaitkan berlakunya sistem online dengan pemanfaatan kertas. Sebab, adanya sistem online sering digadang-gadang sebagai upaya minimalisasi konsumsi kertas.
Kertas untuk Apa?
Mari kita menengok fakta-fakta terkait sistem online dan imbasnya pada penggunaan kertas. Setidaknya di sini saya akan membahas fakta pemakaian kertas pada bidang pendidikan, ekonomi, dan kesehatan.
Pertama, mari kita lihat dari sektor pendidikan. Kita ambil contoh dari kegiatan Ujian Nasional (UN) yang digelar setiap tahunnya. Kira-kira setiap tahun ada 7 juta siswa yang mengikuti UN, di mana setiap siswa menggunakan sedikitnya 10 lembar kertas. Berarti, dari praktik UN saja menghabiskan sekitar 70 juta lembar kertas.
Contoh lain di bidang pendidikan ialah penggunaan kertas pada saat bimbingan tugas akhir, skripsi, tesis, maupun disertasi. Belum lagi tugas makalah, laporan praktikum, proposal, dan laporan kegiatan yang masih banyak menghabiskan kertas. Dikabarkan pula bahwa satu guru menghabiskan 2 rim kertas hanya untuk administrasi (Kompas, 2019).
Kedua, mari kita menengok pemakaian kertas di bidang ekonomi. Institusi pemerintah dan korporasi masih menjadi pihak utama yang menghabiskan kertas. Beberapa perusahaan masih menggunakan kertas untuk mengirimkan pesan, baik dalam bentuk memo maupun surat pemberitahuan. Sehingga, setiap bulannya perusahaan bisa menghabiskan ratusan kilogram hingga beberapa ton kertas.
Ketiga, bidang kesehatan. Rekam medis, surat rujukan dokter, bon pembayaran di apotek, hingga resep obat masih banyak yang ditulis ataupun dicetak menggunakan kertas. Jika Indonesia memiliki 2.183 rumah sakit (databoks, 2019) dan dimisalkan setiap harinya ada tambahan 100 pasien, dengan asumsi setiap pasien menghabiskan 3 lembar kertas, maka praktik ini sudah menghabiskan 654.900 lembar kertas perhari.
Tak Akan Tergantikan
Di tengah menjamurnya sistem online, memang beberapa aktivitas di beberapa bidang bisa dialihkan secara online. Seperti pelaksanaan UN, namun faktanya, hal ini tidak bisa diterapkan di semua bidang kehidupan. Kerja-kerja di bidang pendidikan, ekonomi, dan kesehatan di atas, rasanya masih susah jika sepenuhnya digantikan oleh gawai atau komputer.
Kertas masih tetap terlibat untuk mendukung kegiatan di bidang pendidikan. Contohlah dalam bimbingan tugas akhir, skripsi, tesis, maupun disertasi. Beberapa dosen dan mahasiswa merasa kesulitan jika harus bimbingan online secara terus menerus. Selain menjadi kurang fokus selama bimbingan, aktivitas online ini bisa jadi menimbulkan miskonsepsi. Jika sama sekali tanpa kertas, tentunya hal ini akan menyulitkan karena tak bisa mencoret-coret berkas yang hendak direvisi. Ilmu yang ditransfer melalui online juga akan berbeda dengan offline.
Contoh lain di bidang ekonomi. Andaikata perusahaan bisa beralih pada penggunaan memo maupun surat pemberitahuan dalam menjalankan perusahaan, invoice sebagai ganti bukti pembelian barang, serta penggunaan aplikasi pembayaran dan monitoring kerja kantor secara online, namun beberapa proposal bisnis yang perlu tanda tangan dan menyangkut proyek besar rasanya akan menyusahkan jika sepenuhnya dengan sistem online.
Begitu pula di bidang kesehatan. Sekalipun rekam medis, pencatatan data pasien, dan pemesanan resep bisa dilakukan secara online, namun masih ada pihak yang kontra dengan penggunaan sistem ini. Alasan utamanya, ada ketakutan jika data online pasien tersebut akan disalahgunakan.
Beberapa fakta di atas selaras dengan kalimat Jeff Dondero pada bukunya yang berjudul Throwaway Nation: The Ugly Truth about American Garbage, “Great ideas are started on paper, the world is educated on paper, bussiness are founded on paper, love is profossed on paper, important news is spread on paper.
Hidup Minim Kertas
Fakta-fakta yang telah dijabarkan di atas rasanya menjadi bantahan bahwa kita bisa hidup tanpa kertas (paperless). Hemat saya, hal baik yang bisa kita lakukan ialah memulai hidup minim kertas.
Upaya untuk mewujudkan hidup minim kertas menjadi suatu keniscayaan. Masyarakat menjadi pemeran penting untuk mewujudkan hal ini, utamanya generasi milenial yang sudah familiar dalam penggunaan sistem online. Pekerjaan yang memungkinkan dilakukan secara online seyogianya bisa dilanjutkan, namun pekerjaan yang tidak bisa dialihkan pada sistem online, tak mengapa tetap dipertahankan.
Lebih lanjut, hidup minim kertas dapat kita lakukan mulai dari hal-hal kecil. Sebagai mahasiswa, setidaknya hal yang bisa kita lakukan ialah dengan melakukan pencetakan makalah atau tugas akhir dengan sistem bolak-balik. Hal senada juga bisa kita lakukan di kantor saat mencetak arsip. Hal ini tentunya akan membantu dalam mengurangi penggunaan kertas, sehingga mengurangi penggunaan kayu yang ditebang, dan juga mengurangi polusi CO2 yang dihasilkan dari proses pembuatan kertas.
***
Hal penting selanjutnya ialah daur ulang kertas. Mendaur ulang kertas bisa membantu dalam penanganan sampah, selain juga menghemat penebangan pohon. Bila kita menghemat 1 ton kertas, berarti kita menghemat 17 batang pohon, 380 galon minyak, 3 hektar lahan, dan 4000 watt listrik (usi.edu). Namun, data dari The American Forest and Paper Association menyatakan bahwa kertas masih menjadi materi yang sering dibuang, membentuk 31,9% dari sistem limbah. Maka, proses daur ulang ini juga perlu ditingkatkan.
Kita bisa memulai daur ulang kertas ini dengan mengirimkan kertas yang sudah tak terpakai ke pemulung, bank sampah, maupun tempat pembuangan sementara (TPS). Kertas tersebut kemudian bisa diproses ulang, sehingga kertas tersebut tak hanya berakhir sia-sia di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan bisa diputar untuk keberlanjutan industri kertas.
Sistem online memang memiliki pengaruh dalam upaya minimalisasi penggunaan kertas. Namun, upaya yang bisa dilakukan tak hanya terbatas pada berpindahnya dari offline ke online, karena nyatanya tak semua bidang dapat menerapkan hal tersebut. Hal lain yang bisa dilakukan ialah dengan mengupayakan hidup minim kertas. Langkah ini merupakan ikhtiar untuk tetap memperhatikan keselamatan bumi di tengah produksi kertas yang masih tetap berjalan.