Jangan tergesa-gesa membela dirimu dan membenarkan tingkah lakumu. Jangan katakan bahwa kamu telah melatih jiwamu untuk melakukan kebaikan dan memberi syafaat kepada orang lain atau bahwa kamu telah malayani agama, siang dan malam, selama bertahun-tahun.
Jangan merasa kamu telah mengalami kesusahan, kamu telah memberikan pengorbanan, kamu telah menderita demi Allah, dan kamu telah menunjukkan sabar ketulusan menghadapi kesengsaraan dalam perjalananmu menunjukkan jalan Illahi kepada manusia.
Jangan katakan bahwa semua itu sudah cukup untuk menyucikan jiwamu yang penuh dosa dan kekejian, serta untuk mengenyahkan darinya semua kotoran yang membuatmu menyatakan dirimu sendiri layak (hlm. 13).
Kalimat apik di atas merupakan pembuka dari tulisan, sebagai sarana dakwah yang sejalan dengan latar belakang penulis. Tulisan yang dihimpun dari beberapa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para pengguna facebook, penulis jawab dengan cara manusiawi tanpa menghilangkan kepercayaan para penanya sebagai manusiawi. Inilah sisi yang jarang kita ketahui dari dakwah yang diajarkan oleh penulis.
Melalui jawaban-jawaban yang dipaparkan oleh penulis, pembaca akan masuk dalam renungan panjang akan perbedaan-perbedaan pendapat yang tidak sama antarmanusia. Akan tetapi, betapa luasnya mata hati kita, sebagai pembaca diajak berpikir bahwa perbedaan di antara kita adalah sesuatu yang niscaya dan memang betul adanya. Selayaknya tercipta perbedaan, maka kedamaian haruslah terus tercipta, di manapun, melalui sopan santun yang ditampilkan.
Problematika Anak Muda
Kegelisahan anak muda bisa didapati dari berbagai permasalahan yang menghampiri. Dalam konteks masalah keindonesiaan, anak muda justru menjadi sasaran empuk permasalahan, mulai dari permasalahan narkoba, seks bebas, hingga radikalisme. Dalam posisi ini, anak muda mengalami fase keingintahuan yang besar, serta proses pencarian jati diri melalui berbagai cara yang bisa dilakukan, dan mengikuti apa yang ia temui ketika terlihat menarik.
Sejalan dengan permasalahan tersebut, penulis memaparkan bagaimana kegelisahan anak muda. Di samping perubahan teknologi dan zaman yang berbeda, hingga akhirnya muncullah golongan kaum muda dan kaum tua.
Sikap dan tanggung jawab kaum tua seharusnya bisa menjadi pembimbing kaum muda, akan tetapi karena terlibat perbedaan pola pikir dan krisis kepercayaan yang dimiliki kaum muda menyebabkan keduanya tidak menyatu di antara perbedaan yang ada.
Pemahaman bangunan agama yang berbeda, ideologi, serta perjalanan intelektual yang berbeda, membuka cakrawala berpikir anak muda yang berakibat pada kesadaran bahwa dirinya terabaikan dan dimanipulasi oleh kaum tua. Sehingga berdasarkan hal tersebut, kaum muda terbagi dalam 4 golongan.
Golongan Kaum Muda
Pertama, kelompok yang menolak syariah yang sudah menjadi landasan sejak lama, mereka membuat aliran Islam sendiri dengan keangkuhan atas ilmu keagamaan yang mereka dapatkan.
Kedua, kelompok yang berpaling dari warisan dan budaya. Mereka menolak hal yang berhubungan dengan warisan budaya sendiri.
Ketiga, kelompok anak muda yang melampiaskan dengan cara negatif, seperti mabuk, mencuri, bahkan meperkosa.
Keempat, kelompok anak muda yang melampiaskan dengan cara positif, berdaya di bidang ekonomi, berbagai bidang sesuai passion, serta aktif dalam kegiatan kemanusiaan (hlm. 124).
Solusi Kesenjangan Antara Kaum Muda dan Kaum Tua
Kesenjangan antara dua kelompok, yakni kelompok tua dan kelompok muda pada akhirnya penulis berkesimpulan bahwa hanya dialog dan diskusilah bisa mempertemukan mereka. Ada ruang untuk belajar saling percaya antara satu dengan yang lain.
Perselihan di antara masing-masing kelompok tidak bisa diselesaikan dengan ketegangan, permusuhan, cacian, bahkan kekerasan lainnya. Hal itu tidak dibenarkan oleh ajaran Islam. Justru perbedaan fase, budaya, kebiasaan yang berkembang dari masing-masing generasi menjadi gambaran kedinamisan hidup di dunia.
Kita bisa melihat bagaimana Nabi Muhammad menghadapi perilaku kaum muda di masanya. Suatu ketika muazin di masa Nabi mengumandangkan azan di dekat Makkah, setelah kota tersebut ditaklukkan oleh tentara muslim. Sekitar sepuluh orang di daerah sekitarnya menirukan azan dengan sarkastik.
Nabi Muhammad memanggil mereka dan meminta mereka mengulangi azan di hadapannya. Nabi Muhammad menyukai suara salah satu di antara mereka. Kemudian membelai kepalanya, memberkahinya, dan mengajari kata-kata yang benar untuk azan.
Kemudian Nabi Muhammad membelai kepalanya, dan berkata “Ayo, kumandangkan azan di Baitullah.” Demikianlah beliau menunjuk dia sebagai muazin di Makkah. Pemuda itu adalah Abu Mahdzurah al-Jumahi. Dia dahulu membenci Nabi Muhammad Saw. sebelum dia menjadi seorang muslim. Namun, setelah kejadian itu, hatinya dipenuhi cinta untuk Nabi Muhammad Saw. (hlm. 131).
Belajar dari Dakwah Rasulullah
Barangkali pembaca akan membuat kesimpulan bahwa tulisan ini menjadikan spirit Nabi Muhammad Saw. untuk menjalani kehidupan yang amat panjang. Relasi antarmanusia menjadi prioritas utama sebagai bekal hidup di dunia. Meskipun kita tidak bisa menyenangkan semua orang yang ada dalam hidup kita. Akan tetapi, nilai-nilai kehidupan untuk terus menjalankan misi yang baik harus diutamakan. Sebab, seperti itulah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw.
Bagaimana kita melihat dakwah nabi dalam memperlakukan sesama manusia? Sebagai pembaca, khususnya umat muslim, kita meyakini bahwa Nabi Muhammad adalah makhluk paling mulia, sebagai kekasih Allah. Namun, keistimewaan tersebut tidak lantas membuat Nabi berbangga hati, apalagi merendahkan orang lain. Melainkan keistimewaan yang ada pada dirinya, ia memuliakan manusia tanpa memandang masa lalu, latar belakang bahkan yang keburukan yang ada pada diri seseorang.
Nabi Muhammad memaafkan musuh Islam yang begitu sengit, seperti tatkala Ikrimah menghampirinya untuk menyatakan masuk Islam (hlm. 187).
Pernah suatu waktu ketika Nabi Muhammad menyikapi seorang perempuan pezina. Beliau memuji perempuan pezina yang kemudian bertobat tersebut dengan pujian: “Tobatnya begitu tulus sehingga jika tobat itu dibagi-bagikan ke tujuh puluh penduduk Madinah niscaya akan mencukupi mereka”. Kalau ini terjadi pada diri kita hari ini, Apakah kita sudah memperlakukan seseorang secara manusiawi ketika melakukan kesalahan?
Pernah lagi, suatu ketika ada seseorang yang kencing di masjid. Para sahabat bersikap marah terhadap orang tersebut. Namun, Nabi Muhammad justru melarangnya. Ia membiarkan lelaki itu selesai kencing, kemudian menyuruh sahabat untuk membersihkannya.
Selayaknya umatnya, spirit kemanusiaan yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. menjadi bekal utama dalam menjalani hidup. Serta menjadi kesadaran bahwa manusia tetaplah manusia. Memiliki sisi baik dan buruk. Penilaian hitam putih tidak bisa menjadi patokan dalam hidup, sebab kita pun sama. Memiliki kedua sisi tersebut. Maka perlakukan manusia selayaknya manusia, seperti apapun orang tersebut.
Judul buku : Kemanusiaan Sebelum Keberagamaan
Penulis : Habib Ali al-Jufri
Penerjemah : Putra Nugroho
Penerbit : Penerbit Noura Books
ISBN : 978-623-242-074-8
Tahun terbit : 2020
Jumlah halaman : 371 halaman
Editor: Lely N