IBTimes.ID – Pengamat Timur Tengah, Subi Nur Isnaini menyebut bahwa perempuan punya peran penting dalam menyebarkan dan menanamkan nilai-nilai moderasi beragama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hal ini disampaikan oleh Subi Nur Aini dalam forum “Seminar dan Lokakarya” MUI DIY di Aula DPD RI DIY, Sabtu (3/12/22).
Konsep moderasi beragama, imbuhnya, ibarat sebuah bangunan yang terdiri dari tiga bagian. Pertama, atapnya adalah kemaslahatan bersama (maslahah ‘ammah). Kedua, pondasinya adalah adil dan berimbang (al-‘adl wa al-‘I’tidal). Ketiga, pilarnya adalah komitmen kebangsaan, toleransi antar kelompok, sikap damai/anti kekerasan, dan penerimaan terhadap tradisi/adat.
“Menguatnya praktik intoleransi dalam masyarakat kita berangkat dari sikap eksklusivisme dan ekstrimisme dalam beragama. Dan ini akan dikuatkan oleh praktik politik yang berbasis kekuasaan dan kapital yang membungkus praktik keberagamaan itu dengan sentimen kebencian,” imbuhnya.
Menurut Subi, hal tersebut harus terus diantisipasi oleh media. Terutama menjelang tahun politik 2024.
Aini menyampaikan bahwa di Indonesia yang terjadi adalah meningkatnya eksklusivisme dan intoleransi pada masyarakat awam kebanyakan. Itulah mengapa moderasi beragama menjadi sangat penting.
Ia menyebut bahwa isu-isu eksklusivisme beragama ini tidak hanya terjadi dan hangat dibicarakan di Indonesia, namun juga di kancah global. Hal ini menandakan bahwa sikap yang intoleran itu tengah menjalar ke mana-mana.
Lalu, apa yang bisa kita lakukan. Terkhusus bagaimana peran perempuan dalam moderasi beragama?
Menurut Aini, ada tiga peran perempuan dalam moderasi beragama. Pertama, perempuan sebagai pribadi. Kedua, perempuan sebagai istri dan ibu. Ketiga, perempuan sebagai penggerak masyarakat.
Pertama, perempuan sebagai pribadi. Perempuan punya potensi dan kemampuan untuk menjadi bagian dari masyarakat dan mampu bekerja sama dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
Kedua, perempuan sebagai istri dan ibu. Di sini perempuan mempunyai peran khusus sebagai penanam nilai sekaligus pendidik dan pengasuh bagi anak-anaknya.
Ketiga, perempuan sebagai penggerak masyarakat. Perempuan sudah banyak yang melakukan proses pendidikan di tengah masyarakat. Termasuk di media sosial, perempuan sudah sangat aktif.
“Lantas, apakah kita bisa memperkuat moderasi beragama? Semuanya tergantung pada peran kita dan media dalam usaha mendakwahkan dan mengkampanyekan moderasi beragama kepada khalayak luas,” tutupnya.
Reporter: Saleh/Yusuf