Inspiring

Sudah Saatnya Gus Baha Menyandang Gelar Profesor

4 Mins read

Pertengahan tahun 2018, saya mulai mengenal dan menyukai Gus Baha dalam berceramah. Dimulai ketika tidak sengaja menonton video ceramah beliau di Youtube dengan durasi 10 menit. Pembawaannya yang lucu dan menjernihkan membawaku pada kemudahan memahami agama Islam.

Gus Baha

Gus Baha, atau nama lengkapnya Ahmad Bahauddin Nursalim, adalah kyai dari Narukan, Kragan, Rembang, Jawa Tengah. Beliau juga santri dari KH. Maimoen Zubair sewaktu mondok di Pesantren Al Anwar. Beliau mengkhatamkan dan mendalami ilmu syariat seperti fikih, hadits, dan tafsir. Selain terkenal akan kealiman dan hafalan berbagai kitab dan hadits, Gus Baha juga dikenal sangat dekat dengan Mbah Moen. Sewaktu ketika Mbah Moen pernah bertanya pada Gus Baha,

Nek aku karo kowe pinter ngendi, Ha?

Pinter kulo sekedhik, Mbah

Mbah Moen seketika langsung tertawa mendengar jawaban Gus Baha. Memang, Mbah Moen dan Gus Baha terkenal dengan guyonannya.

Selain itu, putra dari KH. Nursalim ini terkenal pula dengan sifat kesederhanaan. Dari memakai baju khasnya kemeja putih lengan panjang, sampai kopiah yang sedikit mendongak ke atas hingga terlihat ujung rambut di atas dahi. Selain itu, kesederhanaan Gus Baha juga pernah terekam oleh kamera. Seperti waktu membeli sesuatu di sebuah minimarket menggunakan motor matic, hingga berpergian ke suatu tempat dengan naik bis ekonomi.

Mencari Sang Pembujuk

Belakangan, ada beberapa pihak yang ingin Gus Baha mendapatkan gelar akademik. Salah satunya adalah Ayang Utriza Yakin, dosen tetap di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Ia berkicau melalui akun twitter bahwa sedang membutuhkan seseorang untuk membujuk Gus Baha agar mau menerima gelar profesor atau doktor di bidang komunikasi dakwah. Atau paling tidak mau menerima gelar Doktor Kehormatan (Honoris Causa).

Baca Juga  Dilema Guru Besar: Profesor Lobian VS Profesor Ilmu

Alasan paling konkrit menurut beliau adalah karena Indonesia kekurangan cendekiawan muslim yang mampu menguasai dasar-dasar agama Islam, khususnya Tafsir Al-Qur’an. Sebagian besar dari kita tahu bahwa ada beberapa profesor yang sudah masyhur dalam ilmu tafsir di Indonesia. Ada Prof. Quraish Shihab, Prof. Said Aqil Husein Al Munawar, sampai (Alm) Prof. Ali Mustafa Yaqub. Tapi, tragisnya ada profesor tafsir yang sebenarnya tidak hafal Al-Qur’an walau hanya satu juz. Itu yang menjadi kekhawatiran Pak Ayang.

Terlebih sekarang memasuki era dimana sebagian masyarakat mudah termakan oleh deretan gelar akademik pengisi acara. Sebanyak apapun gelar akademik yang diperoleh, harus dicantumkan dalam segala urusan. Mulai dari ceramah, sampai seminar perkuliahan. Seperti saat mengisi ceramah keagamaan, selalu kita temukan ustadz-ustadz yang bertuliskan gelar Lc. Mungkin maksudnya ingin menunjukkan bahwa ilmunya diperoleh dari universitas di Timur Tengah.

Fenomena Gelar Akademik

Apakah bisa dijamin bahwa dengan gelar Lc. itu menjadikan seseorang menjadi terlihat ahli di bidang keagamaan? Perlu dilakukan suatu kajian khusus untuk ini. Mirisnya, sudah banyak kasus blunder dalam dakwah yang terkait dengan para ustadz-ustadz bergelar Lc ini.

Contoh beberapa waktu belakngan, ketika ada seorang ustadz bergelar Lc. mengatakan bahwa ada upaya penyesatan untuk penghancuran agama Islam melalui lagu anak. Lagu anak yang dimaksud yaitu “Balonku ada lima”. Ketika lirik “meletus balon hijau”, beliau beranggapan bahwa ada upaya untuk menghancurkan Islam. Karena Islam identik dengan warna hijau. Hal ini sungguh sangat disayangkan akan pendangkalan pemahaman lagu anak itu. Walau sudah diklarifikasi oleh sang ustadz, tapi tetap saja ini membahayakan dari segi dakwah.

Kasus lain ada seorang ustadz bergelar Lc.MA yang “meramalkan” akan terjadinya dukhon atau asap panas. Salah satu fase awal kiamat, terjadi pada tanggal 15 Ramadhan 1441 H, tepat di Malam Jumat tanggal 7 Mei 2020. Hal itu sebenarnya didukung oleh hasil penelitian NASA bahwa ada asteorid besar yang mendekati Bumi.

Baca Juga  Gus Baha: Jangan Mudah Didikte Makhluk!

Baru sekedar informasi mendekat, belum bertabrakan. Akan tetapi, sang ustadz berkelakar agar segera siap-siap menghadapi fase kiamat dukhon. Sayangnya, prediksi itu meleset. Lalu sang ustadz memposting sesuatu bahwa dukhon batal terjadi, karena syarat-syarat terjadinya belum lengkap. Entah syarat apa saja yang belum lengkap itu.

Gus Baha: Si Manusia Al-Qur’an

Dua kasus diatas mencerminkan bahwa kita benar-benar butuh seorang intelektual atau cendekiawan muslim yang mampu membahas segi-segi pemahaman Islam secara menyeluruh dan lengkap. Didukung dengan komunikasi dakwah yang baik. Akan berakibat fatal kalau ada yang belum paham agama secara menyeluruh tetapi sudah berani berbicara di depan publik masalah agama. Lebih-lebih yang sudah paham agama tapi cara berkomunikasinya salah. Hal-hal itu bisa menimbulkan kegaduhan yang luar biasa di tengah masyarakat.

Seorang filsuf bernama Rocky Gerung pernah berkata, “Ijazah itu tanda kita pernah pergi ke sekolah, bukan tanda kita pernah berpikir.”. Pernyataan tersebut menyiratkan bahwa belum tentu orang yang pernah bersekolah dapat memahami suatu ilmu secara radikal. Untuk itu, jangan hanya dilihat dan tergantung dari gelar akademik yang diperoleh. Tapi juga dilihat dari sisi lain, seperti cara berpikir suatu permasalahan dan mengkomunikasikannya.

Mungkin atas dasar itu juga, Pak Ayang mengusulkan untuk membujuk Gus Baha agar mau menerima gelar akademik itu. Secara keilmuwan tentang tafsir, fikih, hingga hadits memang tak bisa diragukan lagi. Terlebih beliau juga merupakan Ketua Tim Lajnah Mushaf Universitas Islam Indonesia (UII), yang beranggotakan para profesor dan doktor ahli tafsir. Di dalamnya terdapat Prof. Quraish Shihab, Prof. Zaini Dahlan, dan ahli tafsir nasional lainnya.

Bahkan kealiman Gus Baha sudah diakui oleh beberapa tokoh agama. Prof. Quraish Shihab misalnya, pernah berkata bahwa sulit menemukan orang yang sangat memahami dan hafal secara detail ayat Al-Qur’an. Ditambah lagi juga detail terhadap fikih yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an seperti Gus Baha. Ustadz Adi Hidayat pun memberikan gelar untuk Gus Baha sebagai “Manusia Al-Qur’an”.

Baca Juga  Peristirahatan Terakhir Sang Anak Baik, Emmeril Kahn Mumtadz

Layak Menyandang Gelar Profesor

Sayangnya, sebagian besar masyarakat sudah terstigma oleh orang yang bergelar akademik pasti pintar, alim, dan sebagainya. Padahal, untuk mencapai taraf alim masih banyak yang harus diukur. Tidak hanya berdasarkan gelar akademik dan kompetensi ilmu yang diperoleh di bangku sekolah. Tapi juga diukur dari bagaimana cara berpikir memecahkan masalah, pemahaman suatu bidang ilmu yang dikuasai, tata cara berkomunikasi, hingga perilaku setiap hari.

Gus Baha memang sudah layak menyandang gelar profesor. Kealiman akan pengetahuan agama, khususnya fikih Al-Qur’an dan Hadits, sudah sangat matang dan sangat detail. Belum lagi sikap dan perilaku kesehariannya yang jauh dari kesan mewah. Kita semua membutuhkan beliau sebagai oase di padang tandus akan ilmu agama. Dikala ilmu agama disebarkan dengan penuh api membara, beliau hadir memberikan kesejukan dan kecerahan berpikir dalam memahaminya.

Akhirnya saya melanjutkan lagi pencarian video ceramah Gus Baha lainnya. Ini penting saya utarakan, agar saya bisa dianggap sebagai santrinya beliau. Walau statusnya masih jadi Santri Online-nya Gus Baha.

Editor: Nirwansyah/Nabhan

Avatar
6 posts

About author
Karyawan Swasta, Esais dari Purwokerto
Articles
Related posts
Inspiring

Imam Al-Laits bin Saad, Ulama Besar Mesir Pencetus Mazhab Laitsy

3 Mins read
Di zaman sekarang, umat Islam Sunni mengenal bahwa ada 4 mazhab besar fiqh, yang dinisbahkan kepada 4 imam besar. Tetapi dalam sejarahnya,…
Inspiring

Ibnu Tumart, Sang Pendiri Al-Muwahhidun

4 Mins read
Wilayah Maghreb merupakan salah satu bagian Dar al-Islam (Dunia Islam) sejak era Kekhalifahan Umayyah. Kebanyakan orang mengenal nama-nama seperti Ibnu Rusyd, Ibnu…
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds