Menyebarkan wajah Islam yang ramah merupakan cita-cita yang didambakan oleh Imam Islamic Center of New York, Amerika Serikat (AS), Syamsi Ali. Dia melihat, selama ini, wajah Islam dipandang dunia barat sebagai keganasan.
Padahal, kenyataannya tidaklah demikian. Oleh karena itu, dia menerjemahkan gagasannya itu dengan membangun pesantren pertama di Negeri Paman Sam tersebut. Adalah Pondok Pesantren Nur Inka Nusantara Madani yang berlokasi di Kota Moodus Connecticut, AS sebagai perwujudan dari mimpi itu.
“Cita-cita besar untuk mendirikan pesantren ini adalah salah satu jawaban dari beberapa keresahan pribadi saya pada awalnya di AS. Saya sudah tinggal di AS selama 23 tahun. Salah satunya kok kita sebagai negara penduduk Islam terbesar belum nampak sepak terjang untuk menampilkan wajah Islam yang dirindukan dunia,” kata Syamsi Ali di kawasan Blok M, Jakarta, Kamis (16/1/2020).
Pesantren ini bermula dari pembelian sebuah lahan seluas 7,5 hektare di Moodus Connecticut. Dia menuturkan, lahan itu sudah ada bangunannya. Namun, sudah tua.
“Lahan ini sudah ada gedung-gedung tua di dalamnya. Sebagian kita renovasi dan kita gunakan. Sejak April 2018 kita mulai renovasi sekaligus sudah kita pergunakan,” terang Syamsi Ali.
Dalam mewujudkan citanya itu, bukan berarti Syamsi Ali tanpa tantangan. Awalnya, dia khawatir pembangunan pesantren di negeri yang mayoritas penduduknya non-muslim akan mengalami kesukaran.
Terlebih lagi, area pesantren Nur Inka Nusantara Madani itu berada di sekitar pemukiman warga.
“Alhamdulillah Amerika dengan kekurangannya punya kelebihan. Salah satu kelebihan Amerika adalah konstitusi masih dihargai. Dan salah satu bentuk konstitusi adalah freedom of religion, kebebasan beragama,” terang Syamsi Ali.
Menurut pria kelahiran Bulukumba, Sulawesi Selatan itu, mendirikan institusi untuk kegiatan keagamaan dijamin penuh dalam konstitusi AS. Kendati, secara kuantitas, jumlah pemeluk Islam di negeri itu masih terbilang minoritas.
“Kekhawatiran kedua adalah apakah akan diterima oleh tetangga-tetangga. Tetangga-tetangga kita adalah non-muslim,” ungkap dia.
Untuk mengambil hati tetangga pondok pesantren di sana, Syamsi menggunakan diplomasi ala Indonesia. Saat pertama kali digunakan, dia menggelar syukuran dan mengundang para tetangga.
“Kita siapkan makanan minuman, kita undang mereka dengan keramahan kita, dengan kesopanan kita, dengan tata krama kita. Dan alhamdulillah mereka sudah jatuh hati kalau bisa saya katakan,” papar dia.
Selengkapnya di sini