Perspektif

Syamsul Anwar: Definisi dan Konsep Dasar Al-Qur’an

2 Mins read

YOGYAKARTA– Pengetahuan tentang kitab Suci Al-Qur’an tidak ada habisnya jika terus dikaji dengan berbagai pendekatan. Ibarat batu permata, selalu ada cahaya baru yang dapat ditangkap ketika dipandang dari sudut berbeda. Al-Qur’an merupakan kitab rahmat yang diturunkan Allah sebagai pedoman bagi manusia.

Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Prof Syamsul Anwar menjabarkan tentang makna Al-Qur’an dalam Pengajian Tarjih ke-9 di Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta. Dalam prinsip manhaj tarjih, kata Syamsul, sumber ajaran Islam terdiri dari sumber tekstual (Al-Qur’an dan Al-Sunnah al-Maqbulah) dan sumber paratekstual (seperti ijmak, qiyas, maslahat mursalah, istihsan, istishab, saddu al-zari’ah, syar’u man qablana, dan urf).

Secara kebahasaan, ungkap Syamsul, para ulama mengajukan beberapa definisi Al-Qur’an. Pertama, menurut Ismail al-Qistantin, Imam Syafii, dan Baihaqi, Al-Qur’an berasal dari kata al-Quranu, ismun yang tidak diambil dari kata yang lain, tanpa hamzah. Seperti halnya seperti nama Taurat dan Injil, yang tidak diambil dari kata yang lain.

Kedua, berasal dari kata qaf, ra, nun (qarana). Syamsul menyebut kata ini memiliki dua ragam: (1) menurut Abu Zakariya al-Farra, diambil dari kata al-qarain, jamak dari kata qarinah (tanda, indikasi, petunjuk). Ayat yang satu menjadi qarinah bagi ayat Al-Qur’an yang lain; (2) menurut Imam al-Asy’ari, kata kerja qarana berarti menggandengkan, karena al-Qur’an menggandengkan antara surat-surat, satu surat dengan yang lainnya.

Ketiga, berasal dari akar kata qaf, ra, hamzah. Terdapat dua pendapat: (1) Abu Ishaq az-Zajjaz menyebut kata al-Qur’an diambil dari kata qara’a yang berarti jama’a, artinya menghimpun/mengumpulkan. Al-Qur’an menghimpun saripati ajaran para Nabi terdahulu; (2) pendapat Abu al-Hasan al-Lihyani menyatakan bahwa al-Qur’an diambil dari kata qara’a yang diambil dari Bahasa Aramaic, berarti membaca (serupa kata talaa-yatlua-tilaawah). Jadi, Al-Qur’an dapat diartikan sebagai bacaan.

Baca Juga  Perempuan dalam Pandangan Para Filosof Muslim

***

Secara istilah, Syamsul menguraikan bahwa al-Qur’an adalah kalam Allah yang mengandung mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, dalam Bahasa Arab, dinukil kepada kita secara mutawatir, ditulis dalam mushaf, dan dijadikan bacaan ibadah.

Definisi jumhur ulama itu memiliki beberapa dimensi. Pertama, Al-Qur’am itu kalam Allah. Kalam Allah itu sifatnya abstrak, tidak bisa diindera. Berbeda dengan mushaf al-Qur’an. Yang kita kenal sehari-hari adalah wujud mushaf Al-Qur’an.

Kedua, Al-Qur’an diwahyukan dalam Bahasa Arab. Al-Qur’an mesti berbahasa Arab. Terjemahan Al-Qur’an bukanlah termasuk Al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai kalam Allah berbeda dengan terjemahan Al-Qur’an.

Ketiga, Al-Qur’an dinukil secara mutawatir, diriwayatkan oleh orang banyak yang tidak mungkin orang berbohong oleh karena banyaknya yang meriwayatkan secara serupa. Semua sepakat dan mempercayainya, meskipun ada keragaman versi riwayat. Sebagai contoh, Syamsul menyebut ayat alhamdulillahalamin (QS. Al-Fatihah: 2) terdiri dari 16 riwayat. Namun yang diakui adalah yang dibaca oleh Nabi, yang tertampung dalam mushaf Ustmani, yang sesuai dengan Bahasa Arab yang fasih,

Keempat, Al-Qur’an bacaannya menjadi ibadah. Membaca teks lain meskipun berbahasa Arab belum tentu diganjar pahala sebagai akibat melakukan ibadah. Sebagai warga Muhammadiyah, membaca al-Qur’an tidak sebatas membaca teks, meskipun itu sudah bagus dan berpahala. Namun harus lebih jauh membaca tafsirnya dan mengkajinya secara mendalam.

Syamsul Anwar kemudian menyebut beberapa nama Al-Qur’an yang populer dalam kajian Ulumul Qur’an. Pertama, Al-Qur’an. Misalnya disebut di Qs. Al-Baqarah: 185. Kedua, Al-Kitab (misalnya disebut dalam Qs. Al-Baqarah: 2). Ketiga, Al-Furqan (misalnya disebut dalam Qs. Al-Furqan: 1). Keempat, Al-Tanzil (misalnya disebut dalam Qs. Al-Syu’ara: 192). Kelima, Al-Zikr (misalnya disebut dalam Qs. Al-Hijr: 9). Adapun sebutan lain semisal Al-Syifa (Qs. Yunus: 57),  Al-Huda (Qs. Al-Jin: 13, Al-Bayan (Qs. Ali Imran: 138), dipandang sebagai sifat Al-Qur’an, bukan nama.

Baca Juga  Penundaan Muktamar Muhammadiyah Ketiga Kalinya dalam Sejarah

.

Reporter : Muhammad Ridha Basri

.

Link video       : https://www.youtube.com/watch?v=HYXIMBe_3Iw

Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds