Hadis

Syarat Ketersambungan Sanad Hadis, Beda Imam Bukhari dan Imam Muslim

3 Mins read

Kata muttafaq ‘alaih barangkali pernah didengar setiap muslim. Kata tersebut secara harfiah berarti ‘disepakati terhadapnya’. Ia merujuk pada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim dalam kedua kitab sahih mereka. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa kitab keduanya hanya memuat hadis-hadis sahih serta dianggap sebagai kitab hadis paling sahih. Sehingga, hadis yang dicap dengan muttafaq ‘alaih, dapat dijadikan sebagai dalil yang sangat kuat.

Kesahihan itu sendiri merupakan nilai yang paling tinggi dalam sebuah hadis. Karenanya, penentuan akan sahih tidaknya sebuah hadis dilakukan dengan sungguh-sungguh. Imam al-Bukhari sendiri menghabiskan waktu enam belas tahun untuk menyelesaikan kitab sahihnya, kendati beliau memiliki enam ratus ribu hadis yang telah dihafal. Sedangkan Imam Muslim, membutuhkan waktu yang hampir sama (lima belas tahun) untuk menulis kitab sahihnya hingga selesai.

Syarat Hadis Sahih

Agar sebuah hadis dapat dinyatakan sahih, tentu ada syarat-syarat yang harus terpenuhi. Syarat-syarat hadis sahih itu sendiri ada lima. Imam al-Suyuthi dalam kitab Mu’jam Maqaaliid al-‘Uluum fii al-Huduud wa al-Rusuum (hal. 41) mendefinisikan hadis sahih sebagai:

مَا اتَّصل سَنَده بِنَقْل الْعدْل الضَّابِط عَن مثله، وَسلم من شذوذ وَعلة

“Sebuah hadis yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh seorang yang ‘adil dan dhabith dari orang yang sepertinya (‘adil dan dhabith), serta selamat dari syadz dan ‘illah.”

Pada definisi di atas, terangkum syarat-syarat hadis sahih, yang pada umumnya dibagi pada dua aspek, yaitu sanad dan matan. Pada sanad, syarat yang diperlukan adalah ittisaal al-sanad (ketersambungan sanad), periwayat yang ‘adil dan dhabith. Sedangkan pada matan, syarat yang ditentukan adalah ketiadaan syadz dan ‘illah.

Masing-masing dari lima syarat tersebut memiliki pembahasan yang luas di kalangan ahli hadis. Pada bagian ini, kita akan secara khusus melihat bagaimana Imam al-Bukhari dan Imam Muslim memberikan syarat yang berbeda pada ketersambungan sanad (Ittisaal al-Sanad).

Baca Juga  Empat Standar Kritik Matan Hadis Menurut al-Idlibi

Urgensi Ittisaal al-Sanad

Ketersambungan sanad merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah periwayatan, bahkan pada hal-hal yang tidak berkaitan dengan masalah agama, seperti dalam percakapan sehari-hari agar tidak terjadi penipuan, kesalah pahaman, dan lain sebagainya. Syarat ini tidak hanya terdapat pada hadis sahih, tetapi juga pada kategori hadis lainnya, yaitu hasan dan daif.

Ibnu Hajar al-Asqalani, misalnya, menjelaskan:

Khabar al-aahad yang diriwayatkan oleh seorang periwayat yang ‘aadil serta sempurna ke-dhabith-annya dan bersambung sanadnya tanpa ada ‘illah juga syadz dinamakan hadis sahih li dzaatihi. Namun, jika ke-dhabith-an periwayatkan kurang, maka ia dinamakan hadis hasan li dzaatihi.” (Taisiir Mushthalah al-Hadiits, hal. 39).

Dalam kasus hadis daif, jika yang menyebabkan kedaifannya adalah kurangnya kecerdasan intelektual dan spiritual seorang periwayat, ia kadang dapat diterima. Namun, ketika kedaifannya disebabkan oleh tidak tersambung periwayat, maka hadis tersebut adalah hadis marduud (ditolak).

Pada masa Imam al-Bukhari dan Muslim, sekitar abad ke-3 hijriah, sanad menjadi aspek yang sangat diperhitungkan dalam menentukan kesahihan hadis. Aspek lain dari hadis, yaitu matan, seakan kurang diperhatikan. Asumsinya adalah bahwa seorang periwayat hadis yang dapat dipercaya tidak mungkin meriwayatkan sebuah kebohongan dari Nabi.

Ittisaal al-Sanad Menurut al-Bukhari dan Muslim

Untuk melihat ketersambungan sanad, shigat al-tahammul wa al-adaa` (lafaz/proses transmisi) merupakan aspek yang sangat diperhatikan. Ada delapan cara proses transmisi, yaitu: 1) al-samaa` (mendengar), 2) al-qiraa`ah (membacakan hadis kepada guru), 3) al-ijaazah, 4) al-munaawalah, 5) al-kitaabah, 6) al-i’laam, 7) al-washiyyah, dan 8) al-wijaadah.

Menurut ‘Ajjaj al-Khatib, para ulama berbeda pendapat mengenai dapat diterima atau tidaknya sigat-sigat tersebut. Namun, dua sigat pertama, yaitu metode al-samaa’ dan al-qiraa’ah, diterima oleh semua ahli hadis. Hal ini disebabkan pada fakta bahwa dengan kedua metode tersebut, dapat dipastikan bahwa terjadi pertemuan antara periwayat dan penerima (Ushuul al-Hadiits, hal. 160).

Baca Juga  Memahami Nasikh dan Mansukh dalam Ilmu Hadis

Kepastian adanya pertemuan antara guru (periwayat) dan murid (penerima) ini kemudian yang menjadi perhatian serius oleh para kritikus serta musanif kitab hadis. Untuk memastikan terjadinya pertemuan itu, maka antara guru dan murid haruslah memenuhi dua syarat, yaitu sezaman dan setempat.

Hanya hidup sezaman tidak menjamin adanya pertemuan dua orang. Karenanya, mereka haruslah berada di tempat yang sama. Namun demikian, kendati orang yang setempat dapat dipastikan bertemu, ia tidak menjamin terjadinya transfer ilmu. Bahkan, dapat saja orang yang sedang berhadapan tidak saling berbicara, sebagaimana yang sering terjadi di era kini.

Oleh karena itu, Imam al-Bukhari, sebagaimana ditulis Muhammad Anshori dalam artikelnya (2020), mensyaratkan adanya kepastian hubungan antara dua orang periwayat, dalam hal ini adalah guru dan murid. Ini menjadi salah satu bukti betapa Imam al-Bukhari sangat selektif dalam menguji sebuah hadis sebelum memasukkannya ke dalam karya sahihnya.

Sedangkan Imam Muslim sedikit lebih ringan dalam masalah ini. Baginya, ketika dua orang periwayat hadis dipastikan pernah bertemu, maka dapat disimpulkan terjadinya transfer periwayatan.

Masalah ketersambungan sanad hanyalah bagian kecil dari luasnya studi hadis. Tulisan singkat ini barangkali hanya sekadar pemantik bagi pembaca yang ingin mempelajarinya secara lebih mendalam.

Editor: Soleh

Avatar
15 posts

About author
Penyuluh Agama Islam Kementerian Agama Kotabaru
Articles
Related posts
Hadis

Syuhudi Ismail: Enam Faktor Penyebab Pentingnya Penelitian Hadis

5 Mins read
Muhammad Syuhudi Ismail adalah salah satu ulama dari Indonesia yang memiliki pengaruh besar terhadap ilmu hadis. Menurut Syuhudi Ismail, ada enam faktor…
Hadis

Hadis yang Tidak Masuk Akal: Ditolak atau Dipahami Ulang?

2 Mins read
Meskipun Nabi Muhammad saw. telah menyatakan bahwa beliau meninggalkan Al-Qur’an dan hadis (sunnah) untuk umat, keduanya tidak dalam posisi yang sama kedudukannya….
Hadis

Periwayatan Hadis Nabi Muhammad SAW

3 Mins read
Hadis Nabi yang termaktub dalam hadis-hadis sekarang ini, pada awalnya merupakan hasil dari kesaksian sahabat terhadap sabda, perbuatan, taqrir, dan hal ihwal…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds